Andra menyendiri selama dua hari untuk merenung, akan tetapi sia-sia saja mencoba memahami keputusan Sofi karena toh mereka tetap bercerai.
Tak ada yang mendukungnya untuk kembali pada wanita itu, bahkan orang tuanya pun tidak. Pada akhirnya kini Andra harus menerima kekalahan sebagai lelaki yang dikhianati istri tercintanya. Merasakan kepahitan itu, ia mulai berfikir untuk pergi menemui sahabatnya yang selama ini tidak pernah lagi bertemu. Tentu saja ia berharap mereka bisa menghibur hatinya saat ini. Selesai mandi Andra berpamitan pada orang tuanya. "Masih pagi begini mau kemana?" tanya Daren yang bersiap pergi ke pasar. Melihat ayahnya dengan motor butut mengangkut keranjang buah, Andra hampir tertawa terbahak-bahak. "Astaga, berapa yang Tuan besar hasilkan dari anyaman keranjang buah ini?" goda Andra merasa konyol. "Jangan meremehkan, ayah sedang melakukan uji coba pasar produk ini yang akan diproduksi secara masal di Vietnam. Kau pikir ayah tidak bekerja keras?" "Ahh... ayah memang luar biasa ya, selalu melampaui ekspektasi." Andra baru menyadari pekerjaan ayahnya yang sangat brilian itu. Ayahnya hanya tertawa renyah, setidaknya ia senang melihat Andra sudah terlihat ceria. Oh ya, kau mau kemana?" "Uhmm, aku mau menemui Romi dan Zein, Yah. Sudah lama rasanya tidak bertemu dengan mereka." Dengan Jeep Wrangler Rubicon barunya, Andra melaju kencang membelah jalanan kota. Sejak perceraian, penampilannya berubah drastis. Kacamata hitam dan setelan mahal kini menjadi andalannya. Sesampainya di kafe Zein, Andra turun dengan percaya diri, aura baru terpancar dari dirinya. Zein tertegun melihat perubahan sahabatnya itu. Ops!! Begitu banyak mata memandang penuh kagum dari beberapa wanita pengunjung kafe. Sangat jelas pemandangan eksotis yang melintasi mereka telah mengubah suasana kafe. Zein yang berdiri di sisi kasir memperhatikan kedatangan Andra. Ia sungguh hampir tak mengenali Andra. Pemuda itu masih tertegun menatap kedatangan Andra yang tersenyum dibalik kaca mata hitamnya. "Zein, boleh minta kopi gratis?" sapa Andra santai. Tentu saja Zein langsung mengenal suara khas Andra. "Dasar lo!" teriaknya kaget. "Gue kira siapa tadi!" Zein langsung menghampiri Andra dan memutar tubuh sahabatnya. "Ada angin apa nih? Dapat durian runtuh? Baguslah, sekalian bayar utang sewa kafe gue ya?" goda Zein sambil terkekeh. "Sialan lo, pandai banget memanfaatkan teman." "Eh, santai aja. Lo aja yang nyari kopi gratis di sini, pakai Rubicon segala." Zein menunjuk mobil mewah Andra. Tak lama kemudian, Romi dan Zack, dua sahabat mereka, datang. Sama seperti Zein, Romi dan Zack terlihat heran dengan penampilan rapi Andra. "Mau kondangan, Bro? Tumben banget dandan gini," goda Zack sambil mendekati Zein dan Andra. Andra hanya tersenyum tipis dan melempar kunci mobilnya ke arah Romi. "Lo kan pengen nyoba Rubicon? Nih, gue kasih buat test drive." "Emang punya siapa? Punyamu?" tanya Romi tak percaya. "Gue juga masih penasaran, sejak kapan temen gue mendadak tajir melintir," kata Zein sambil menoleh ke Zack yang juga terlihat bingung. "Yang jelas, gue mau traktir kalian semua habis-habisan setelah ini. Kalian nggak usah heran, nanti gue ceritain semuanya. Tapi, ada kabar buruk juga nih." Ketiga sahabatnya langsung memasang wajah serius, menunggu Andra melanjutkan ceritanya. Mereka saling berpandangan, penasaran dengan kabar buruk apa yang akan disampaikan Andra. "Kabar buruknya apa, Bro?" tanya Zein, suaranya sedikit khawatir. "Gue udah cerai sama Sofi." "Apa? Kalian cerai?" Zack sangat terkejut. Andra hanya menghela napas panjang, tatapannya kosong menatap ke depan. Zack merasa tak enak hati melihat sahabatnya seperti ini. "Sorry banget, gue nggak tahu kalau hubungan kalian seburuk itu." "Gue udah curiga, waktu perusahaan mengadakan selebrasi, gue liat sendiri bagaimana Sofi bermesraan dengan Riko, atasan gue," kata Romi menimpali. "Jadi Riko atasanmu?" Zein ikut mengomentari. "Ya, brengsek itu, gue gak nyangka!" "Sudahlah, emang sudah nasib gue," pelan Andra. "Tunggu dulu, nggak mungkin kan kalau Sofi minta cerai setelah lo sekaya ini?" tanya Zein, bingung. Dia tahu betul keluarga Sofi yang matre. "Atau jangan-jangan dia nggak pernah sayang sama lo?" "Gue juga nggak tahu pasti. Dia belum tahu kalau gue udah kaya sekarang," jawab Andra, pandangannya kosong. Siang itu, suasana di antara Andra dan ketiga sahabatnya begitu hangat. Mereka larut dalam cerita tak terduga tentang kekayaan baru Andra, sekaligus turut merasakan sakit hati yang mendalam akibat perceraiannya. Suasana hati Andra pun sedikit membaik. Seolah beban berat di hatinya sedikit terangkat. Di tengah obrolan santai, Andra tiba-tiba teringat sesuatu. "Nanti malam ada pertemuan penting perusahaan gue dengan Aderne, kan? Bukankah itu perusahaan milik Riko?" tanyanya pada Romi, matanya menyipit penuh makna. Romi mengangguk, "Betul. Perusahaan kita memang Aderne, tapi gue nggak tahu pertemuan penting apa yang lo maksud." Andra mengerutkan kening, "Aderne lagi ngajukan proposal pembangunan real estate di tengah kota, itu kan proyek besar banget. Lo tahu nggak?" "Maksud lo, mereka mau cari investor buat proyek itu?" tanya Romi, mulai menangkap maksud Andra. "Iya, benar. Tapi gue bingung harus gimana," ujar Andra, wajahnya tampak serius. Romi termenung sejenak, lalu tersenyum tipis. "Ini menarik. Berarti lo bakal berhadapan langsung sama Riko. Dan sekarang lo yang punya kuasa yang menentukan nasib mereka." Kedua sahabatnya yang lain ikut menatapnya penuh selidik. "Jadi apa yang bakal Lo lakuin? Apakah Lo bakal ACC mengucurkan dana besar buat pecundang itu yang menghancurkan rumah tangga Lo?""Untung saja aku lewat sini dan melihat salah satu pengawal ayahmu. Kalau tidak, kalian pasti kewalahan melawan anjing gila hanya dengan cangkul." Isabel sempat kebingungan karena Andra tiba-tiba muncul dengan beberapa orang. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya kau..." "Itulah sebabnya aku tidak mau menemani ayahmu di klub, itu karena aku tidak mau kamu melakukannya sendirian." Entah mengapa, udara dingin yang tadinya mencekam berubah menjadi hangat dan penuh keberanian. Kehadiran Andra membuatnya penuh semangat untuk melanjutkan misinya. "Di mana lokasinya?" tiba-tiba Andra bertanya. Isabel memandu langkah menuju jalan setapak yang dipenuhi belukar. Cahaya bulan mengiringi langkah mereka. Setelah Isabel menunjukkan tempatnya, beberapa orang diantara mereka mulai menggali tanah. Mereka sangat waspada, akan tetapi Isabel terlihat gelisah dan mengeluarkan air mata. "Andra, aku ingin memindahkan jasad ayahku," lirihnya. "Tidak Isabel, ini bukan waktu yang tepat. Tuj
Untuk beberapa saat Isabel hanya bisa terdiam cemas. Tidak mudah melalui semua ini sendirian, dia sungguh membutuhkan Andra. "Nanti malam, bisakah kau meminta ayahku datang mengunjungimu? Aku ingin kau mengecoh ayah untuk beberapa waktu," kata Isabel pelan. "Apa maksudmu? Memangnya apa yang mau kau lakukan?" "Tentu saja aku akan membongkar makam ayahku dan menemukan chip itu sebelum ayahku mendapatkannya." Andra merenung, lalu menatap Isabel. "Aku tidak bisa, sebaiknya kau meminta Zein saja mengobrol dengan ayahmu. Aku bisa meyakinkan Zein tanpa dia tau apapun." Isabel benar-benar tak menduga jawaban Andra yang menolak membantunya. "Tapi..." "Serahkan saja soal Zein padaku dan aku sebenarnya tidak setuju kalau kau yang membongkar makam ayahmu." "Kenapa tidak? Inilah satu-satunya jalan untuk menemukan kebenaran pembunuhan ayah, aku putrinya, aku yang akan bertanggung jawab sepenuhnya," pungkas Isabel. Andra menatapnya datar, "Benarkah? Ah ya, kau memang seorang pember
Jika dipikirkan kembali, Sofi merasa menyesal membuat hubungan mereka hancur berantakan. Akan tetapi Sofi juga bersyukur Andra bukanlah pendendam. Siapa tau hubungan mereka bisa diperbaiki kembali, Sofi tak keberatan. Pada dasarnya Andra terlihat sangat memperhatikan dirinya, meskipun sudah tahu mereka sudah bercerai dan menjalin hubungan dengan Riko. "Kamu keren," tiba-tiba Sofi memuji Andra membuat Andra tersenyum tipis. "Dulu kau juga memujiku begitu, tapi sepertinya aku pantas dibilang keren." Sofi terdiam sebentar, memikirkan dulu saat dia memuji Andra si bintang kelas yang tampan. Cerdas, cool dan juga tampan wajahnya. "Kau memang pantas." Sofi menatap Andra yang tidak memberikan respon lebih baik. Pria itu malah melemparkan pandangan ke arah lain tanpa bersuara. Lalu Andra segera mengambil makanan yang tadi sudah dipesan untuk melahapnya. Sofi sedikit canggung, Andra terlihat murung. "Kamu terlihat sedih, apa ada masalah?" Sejenak Andra menatapnya, "Ya, ayah
Daren mengerutkan dahinya, berpikir soal jalan pikiran Andra yang selangkah lebih maju dibandingkan dengannya. Dia sedikit menyesal karena bersikap kasar pada putranya. "Aah... seharusnya kau bilang sejak awal..." "Ayah nggak nanya dulu. Lagipula ayah sudah mempercayakan Andromeda untukku, tapi Ayah masih juga menganggap aku anak kecil." "Ekhem... bukan begitu. Setidaknya kau ceritakan saja rencanamu, jadi ayah nggak akan protes." Andra sudah merapikan berkas lalu duduk di sofa dengan wajah berkerut seolah memikirkan sesuatu. "Apa yang kau pikirkan?" tiba-tiba sang ayah menegurnya. Andra menatap sejenak ayahnya, "Ayah, jasad Paman Burhan, bagaimana kita menemukannya? Aku penasaran bagaimana paman Gendon menyembunyikan." "Kita akan lihat nanti, sepertinya dia sudah mulai gelisah karena Isabel mulai ketahuan menyelidiki kematian ayahnya." Andra tertegun, "Bukankah itu terlalu berbahaya?" "Lalu harus bagaimana, dia pasti menduga akulah yang memprovokasi Isabel. Itulah
"Setelah semua kesalahan yang kita lakukan, ternyata Andra masih membantumu juga membantuku. Tidakkah kamu merasa aneh?" katanya dengan mimik wajah serius, "Aku memikirkannya, apakah mungkin dia sebaik itu?" Riko tertegun, Andra memang tidak terkesan mendendam. Andai semua itu terjadi pada dirinya, bisa saja dia membunuh lelaki itu atau bahkan wanitanya. Andra punya kemampuan untuk melakukannya tapi dia sangat baik dan sempurna untuk berlapang dada. "Benar juga, aku hanya merasa dia lelaki lemah yang tidak berani melakukan apapun pada orang lain. Tapi siapa yang tau kalau dia merencanakan sesuatu?" Sofi juga Riko terdiam, mengenang betapa besar jasa Andra terhadap perusahaan mereka. "Aku sadar sekarang, sepertinya kita sudah dalam jeratan yang disiapkan Andra untuk menjadi bagian dari Andromeda...," tiba-
Dulu Andra tak seperti ini. Pria ini lemah lembut dan tidak mudah marah. Sangat aneh karena perubahan karakter terjadi hanya karena dia berkuasa. Perubahan emosi yang menggebu biasa dikarenakan ketidak puasan atas sesuatu tapi apa yang diharapkan Andra saat ini? Dokter Mark juga merasakan perubahan sikap Isabel yang semakin cerewet dan membantah ucapan Andra tanpa merasa bersalah. Seolah membuat Andra marah adalah sebuah cara untuk menunjukkan keterikatan dan menguji seberapa jauh Andra perduli dengannya. Saat ini dokter Mark justru sengaja membuat Andra meledak dengan mencoba memprovokasi Andra menyebutkan betapa perhatiannya Zein pada gadis ini. "Eh eh, kenapa kau bilang itu kolaborasi bodoh?" Andra tak menggubris lalu melenggang pergi meninggalkan dokter Mark bersama Isabel. Isabel terkekeh, merasa mendapatkan pembelaan dari dokter Mark. Saat dokter Mark melihatnya, Isabel hanya mengedikkan bahunya. "Kau bisa dipecat karenanya," dokter Mark memperingatkan. "Memang itul