Share

Takut dipecat

Penulis: Siti Aisyah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-14 08:23:14

Bude Lasmi mendekat lalu mengambil baju pengantin itu. "Wah, selain pamer dibelikan pizza, kamu juga mau pamer kalau baju pengantinnya sudah ada? Tetapi menurutku, baju ini biasa saja," ujarnya dengan tampang merendahkan.

Aku mengambil alih baju itu. "Ini saja sudah bersyukur, Bude."

"Tentu saja, calon suamimu hanya orang biasa. Kamu harus tahu diri dengan tidak minta yang aneh-aneh atau pun yang mahal-mahal. Untuk pernikahan juga sederhana saja. Jika punya uang lebih baik buat modal berumah tangga atau buat nyicil beli rumah. Calon suamimu itu belum punya rumah sendiri, kan?" tanyanya sinis.

"Bude ke sini hanya berniat untuk menghinaku? Memangnya tidak punya pekerjaan lain yang lebih bermanfaat?" tanyaku mulai sebal. Rasa hormat pada orang yang lebih tua menguap begitu saja melihat tingkahnya yang sebelas duabelas dengan Mia. Rupanya pepatah yang mengatakan buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya itu memang benar adanya.

Wanita yang rambutnya sudah mulai memutih, tetapi tidak mau disebut tua itu mencebik. "Suka-suka aku lah," ujarnya sambil berlalu.

Aku dan ibu hanya geleng kepala melihat tingkahnya.

Rasa kesal berganti senyum semringah saat mendengar deru sepeda motor bebek berhenti di halaman. Aku hafal betul siapa pemiliknya. Benar saja, segera aku keluar dan kulihat lelaki berkaus biru dan memakai topi turun dari kendaraan roda dua itu. Ia membuka helm dan tersenyum lebar begitu melihatku.

Rasa lelah jelas tergambar di wajah tua lelaki yang merupakan cinta pertamaku itu. Meski usianya sudah tidak muda lagi, tetapi semangatnya untuk mencari nafkah masih berkobar.

Kuraih tangan ayah dan menci umnya dengan takzim. Satu gelas teh manis sudah ibu sajikan di atas meja berikut kotak pizza tadi.

"Apa ini, El?" tanya ayah seraya menunjuk pizza di hadapannya.

"Ini namanya pizza, Pak. Mas Rizal yang belikan untuk kita." Aku mengambil satu potong makanan khas Itali lalu mengulurkan pada Ayah. "Ayo dimakan, Yah. Biar Ibu juga bisa segera makan. Dari tadi sudah pingin banget, tetapi nunggu Ayah pulang."

"Lho, kok Ibu?" kata Ibu dengan dahi berkerut.

Aku tersenyum. "Memang iya, kan? Sekarang ayo kita makan sama-sama."

Aku mendekatkan pizza ke mulut ayah dan segera kumasukkan pizza dan lekas digigitnya. "Gimana rasanya, Yah? Enak?"

Ayah memutar bola mata sementara mulutnya terus mengunyah. Seulas senyum terbit di bibirnya. "Lumayan."

"Lho, kok lumayan? Apa itu artinya pizza ini rasanya biasa saja? Tidak istimewa?" tanyaku dengan dahi berkerut. Aku pikir ayah akan mengacungkan dua jempol dan bilang sangat enak makan makanan untuk pertama kalinya ini.

Ayah tersenyum. "Enak, tetapi tetap masih enak buatan Ibu. Lagi pula makanan ini tidak cocok di lidah Ayah yang terbiasa makan singkong."

Aku dan Ibu tertawa mendengar ucapan ayah.

"Lagi, Bu, Yah?" tanyaku saat melihat masih ada enam potong pizza di dalam kotak. Ayah dan ibu hanya mengambil masing-masing satu potong berbentuk segitiga dan aku tidak ikut makan karena tadi sudah.

Ayah menggeleng. "Itu biar buat adikmu saja. Dia pasti suka."

"Tambah lagi nggak apa-apa, Yah. Masih ada ini." Aku mengambil satu potong lagi dan mengulurkan padanya, tetapi ia tetap menggeleng.

"Sudah cukup, El."

"Ibu juga. Rasa penasaran dengan rasa pizza sudah terobati. Enak, sayang sekali harganya mahal, ya," sahut ibu. "Kalau Rizal tidak membelikan, pasti selamanya kita tidak akan pernah bisa merasakan pizza, ya." Ibu tertawa pun dengan ayah.

Aku tersenyum. Dalam hati aku berdoa semoga punya banyak rezeki agar bisa membelikan pizza dengan uangku sendiri nanti.

***

"Mbak Elly cantik sekali," kata Delia dengan mata berbinar. Lalu gadis yang saat ini masih duduk di bangku SMA kelas dua belas itu menoleh pada Ayah.

"Gimana, Yah? Mbak Elly cantik, kan, pakai baju ini?"

"Cantik sekali anak Ayah," kata Ayah dengan mata berkaca-kaca saat aku mencoba memakai baju pengantin di hadapannya.

Saat ini aku bersama Ayah, ibu, serta Delia sedang berada di kamar.

"Ayah nangis?" tanyaku saat melihat sudut matanya mengembun yang lekas diusapnya dengan segera.

Lelaki yang sangat kusayangi tersenyum. "Ayah menangis karena bahagia, tetapi Ayah juga sedih. Sebentar lagi kamu akan pergi meninggalkan kami. Pasti nanti akan selalu merindukanmu."

Kuhela napas perlahan. Kugenggam erat tangan yang kulitnya sudah mulai berkeriput itu. "El, tidak pergi, Yah. Selamanya El akan tetap menjadi anak Ayah dan Ibu."

"Setelah menikah kamu pasti akan ikut suamimu karena sejak saat itu dia berhak membawanya ke mana pun ia pergi, tetapi tidak apa. Ayah hanya bisa berdoa semoga kamu bahagia hidup bersama Rizal," kata Ayah dengan suara parau.

Lekas aku memeluknya yang diikuti oleh ibu dan juga Delia.

Ayah mengurai pelukan dan berkata. "Tidurlah. Sudah malam. Besok harus bekerja, kan?"

Aku mengangguk. Iya, aku masih tetap bekerja seperti biasa dan besok aku akan mengurus berkas-berkas untuk persyaratan pernikahan termasuk imunisasi sebelum nikah sebagai persyaratan pernikahan.

***

Aku baru saja selesai sarapan bersama Ayah, ibu, serta Delia saat ponselku berbunyi. Ada pesan masuk dari Rizal yang memberitahukan akan menjemputku agar bisa berangkat bareng.

Tidak lama kemudian, dia datang dengan sepeda motor. Setelah meminta izin pada Ayah dan ibu, aku segera naik dengan memboncengnya.

"Tunggu, Nak," kata Ayah saat Rizal bersiap menstarter motornya.

Lelaki yang entah kenapa terlihat semakin tampan dan gagah di mataku itu mematikan kembali motornya lalu menatap Ayah. "Iya, Yah, ada apa?" tanyanya sopan.

"Kali ini Ayah izinkan kalian berangkat bareng, tetapi besok nggak usah, ya. Selama kalian belum sah menjadi suami istri sebaiknya tidak sering bepergian dulu, takutnya menjadi fitnah," kata Ayah lembut.

"Baik, Yah. Maaf," kata Rizal sopan.

"Ya udah. Silakan kalian berangkat. Nanti dimarahin sama boss kalau telat," kelakar Ayah.

"Baik, Yah." Aku dan Rizal berkata bersamaan.

"Tapi, saya rasa boss tidak akan marah pada calon pengantin seperti kita. Iya, nggak?" Rizal melirikku sambil tersenyum.

Aku membalas senyumannya. "Yang namanya boss tidak peduli calon pengantin atau bukan. Pokoknya siapa yang telat pasti kena marah. Paling parah kalau nanti potong gaji. Udah, yuk, kita berangkat!"

"Potong gaji? Itu tidak akan terjadi," kata Rizal seraya menstarter motor, tetapi baru saja motor mulai berjalan, Tiba-tiba terdengar teriakan.

"Tunggu, Zal!" Mia melambaikan tangan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Ending

    Tangan Andra gemetar saat menanda tangani berkas persetujuan bahwa istrinya harus dilakukan tindakan operasi caesar saat akan melahirkan. Lelaki itu sebenarnya keberatan Mia dioperasi karena dia tahu biayanya lebih mahal dibandingkan dengan lahiran normal. Namun, demi keselamatan istri dan calon anaknya dia tetap tanda tangan juga. Perkara uang, bisa dipikir nanti. Dia memang sudah punya tabungan, tetapi hanya cukup untuk digunakan jika Mia lahiran normal sedangkan dia tidak berani minta pada mertuanya meski dia tahu orang tua Mia punya banyak uang. Dia tahu, mertuanya terutama sang ibu tidak menyukainya sebagai menantu karena dia hanya anak pembantu. Andra takut ibu istrinya itu tidak mau membantunya. Dan yang paling membuatnya takut adalah mertuanya mau memberi bantuan asalkan dia mau berpisah dengan Mia. Tidak. Apa pun alasannya, Andra tidak mau berpisah dengan Mia terlebih setelah adanya buah hati di antara mereka. Setelah menunggu hampir satu jam lamanya, akhirnya operasi ca

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Terbongkar

    "Akhirnya kamu ketemu jodohnya juga, Vin. Ibu bilang juga apa? Lelaki tampan dan sukses seperti kamu pasti akan mendapat jodoh wanita yang cantik dan sukses juga," kata Irma seraya mengusap pucuk kepala anak lelakinya itu. Besok adalah hari pernikahan Alvin dengan seorang wanita pilihan neneknya yang masih ada hubungan kekerabatan dengan keluarga mereka. "Ibu senang kamu mau menikah dengan pilihan Nenek yang sudah pasti jelas asal usulnya. Jelas bibit bebet dan bobotnya. Cantiknya sungguhan dan kekayaannya juga bukan bohongan." Irma sengaja meninggikan suaranya agar orang-orang yang sedang berada di dapur itu mendengar ucapannya termasuk Lasmi. Di dapur sedang banyak orang yang sedang membantu memasak untuk acara esok hari. Lasmi yang sedang mengulek cabai di dapur untuk membuat sambal goreng hanya melengos mendengar ucapan Irma. Kakak iparnyanya itu sedang memuji anaknya, tetapi terdengar menyebalkan baginya. Bagaimana tidak? Lasmi merasa seolah sang kakak ipar sedang menyindir

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Kecewa

    "Minum dulu, Bu." Mia membantu Lasmi duduk setelah beberapa saat yang lalu siuman dari pingsan. Wanita itu tidak sadarkan diri setelah mengetahui fakta yang sebenarnya kalau besannya hanya seorang pembantu di rumah mewah itu. Ucapan Venny kembali terngiang di kepalanya. Ternyata keponakannya itu tidak bohong. Mau ditaruh di mana mukanya nanti saat bertemu gadis yang sudah pernah memberi tahu siapa Andra yang sebenarnya, tetapi dia malah tidak percaya. Segelas teh yang masih mengepulkan asap diangsurkan Mia pada sang ibu.Lasmi enggan menerima minuman itu dan membiarkannya tetap berada di tangan Mia. Kenyataan bahwa anak gadisnya hanya bersuamikan seorang anak pembantu membuatnya tidak berselera meski hanya minum saja. Geri mengambil alih minuman itu dari tangan Mia lalu memberikan pada sang istri. "Minum dulu agar tubuhmu sedikit bertenaga. Kulihat wajahmu begitu pucat." Akhirnya Lasmi mau minum. Dia menatap Mia seraya menyeruput sedikit demi sedikit minuman manis itu. Rasa hang

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Ingat Mantan

    "Kenapa, Mas? Kok kayak lagi banyak pikiran gitu?" tanya Elly saat berada di meja makan dan melihat suaminya seperti tidak selera makan. "Ah, enggak. Aku nggak apa-apa, kok." Lelaki bermata teduh itu hanya membolak-balik makanan di hadapannya. Nasi di piringnya belum berkurang separuhnya padahal punya Elly sudah mulai habis. Elly menghela napas perlahan. Dia berdiri lalu mengambil piring milik Rizal. "Masakanku nggak enak, ya? Aku ganti aja, ya? Mau minta dimasakin apa? Atau mau pesan online aja." Rizal tersenyum. Diambilnya kembali piring miliknya dari tangan sang istri. "Nggak usah. Makanan ini enak. Rasanya pas di lidah. Apalagi ini juga makanan favorit aku." Lelaki itu mengambil sebiji udang goreng tepung lalu mencocolnya dengan saus dan menggigitnya. "Tetapi kenapa kayak nggak enak gitu? Tuh, lihat makanan aku sudah hampir habis sedangkan kamu masih banyak." Elly menunjuk piring Rizal. "Kalau memang ada masalah, cerita sama aku, Mas. Apa mungkin ada masalah di toko?" Lel

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Kenyataan

    Andra mengumpat dalam hati. 'Siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa dia bisa tahu aku? Si@l. Kenapa orang-orang sepertinya tidak suka melihat aku bahagia sedikit saja.'"Katakan padaku, Mas. Kalau yang dibilang Venny itu tidak benar." Mia mengulangi pertanyaannya.Andra mendongak. Ditatapnya Mia yang terlihat sangat cantik sempurna di matanya. "Iya, Mia, aku__Tangan Mia terulur. Jarinya mendarat di bibir Andra. "Ssstt. Aku percaya seratus persen sama kamu karena aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri. Sepupuku itu memang begitu, dia paling nggak suka melihat aku bahagia. Dari dulu kami memang nggak pernah akur. Selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Namun, sekarang akulah pemenangnya. Dia pasti iri." Mia berkata sambil melirik Venny yang duduk diapit Alvin dan ibunya. Venny melotot. Dia tidak terima dengan ucapan Mia. "Eh, siapa bilang aku iri? Yang kukatakan ini be__Venny tidak melanjutkan ucapannya karena mulutnya dibekap oleh Alvin lalu mengajaknya berdiri dan menarik

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Setelah Sah

    "Kalau bukan Rizal yang memberi tahu pada Mia, lalu siapa? Rizal nggak mungkin berani bersumpah atas nama Tuhan.Mungkinkah ada seseorang yang tahu siapa aku sebenarnya dan orang itu kenal dengan Mia?" Andra berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Sebuah kamar berada dekat dapur yang luasnya tentu saja tidak seluas punya sang majikan. Iya, dia memang diperbolehkan pinjam barang termasuk pakaian milik Ferdi, tetapi untuk fasilitas kamar tidur tetap menempati kamar pembantu dan sama sekali tidak diperkenankan tidur di kamar majikan. Pikiran Andra gelisah. Sesekali ia mengacak rambutnya karena frustrasi. Lelaki bertubuh tinggi itu berjalan menuju jendela. Tatapan matanya tertuju pada pohon-pohon di samping rumah yang rimbun Berharap hatinya tenang jika pandangannya teralihkan. Alih-alih tenang, lelaki itu justru semakin gelisah. Lalu ia berjalan kembali menuju ranjang dan menjatuhkan bobotnya di sana dengan kasar. "Aduh, aku jadi takut Mia membatalkan pernikahan ini jika tahu siap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status