Pak Juan menatap Yoga dengan tatapan tajam, ekspresinya menunjukkan kekecewaan yang mendalam.
“Yoga, saya tidak menyangka kamu akan bersikap seperti itu di hadapan Pak CEO,” katanya dengan suara bergetar, penuh amarah. Yoga tersentak, berusaha mencari-cari pembelaan. “Tapi, Pak Juan, dia tidak mungkin—” “Dia adalah putra tunggal dari Tuan Elmer!” potong Pak Juan, suaranya semakin meninggi. “Kamu seharusnya tahu, kami semua telah berjanji untuk menjaga rahasia ini sampai dia siap untuk kembali. Sekarang, Pak Dion sudah di sini dan memegang kendali perusahaan!” Yoga masih terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. “Itu tidak mungkin. Dia hanyalah mantan ojek online yang tidak ada artinya. Bagaimana dia bisa menjadi CEO?” suaranya penuh penolakan, seolah-olah dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Dion berdiri di samping Juan, menyaksikan pertikaian itu dengan senyuman puas. Tanpa harus menjelaskan lebih lanjut, semua orang di ruangan itu sudah memahami posisinya yang baru. “Yoga, kamu seharusnya tahu betapa pentingnya menghormati atasan,” kata Juan, mencoba menenangkan suasana. “Pak Dion bukan hanya sekadar CEO, dia adalah pemimpin baru yang akan membawa perusahaan ini ke arah yang lebih baik.” Yoga menatap Dion dengan tatapan penuh kemarahan dan ketidakberdayaan. “Ini tidak adil! Kamu tidak berhak di sini! Ini semua salah!” pekiknya, berusaha mencari dukungan dari orang lain. Dion tetap tersenyum, merasakan kepuasan saat melihat Yoga terpojok. “Tidak ada yang salah, Yoga. Ini adalah bagaimana permainan ini berputar. Sekarang, apakah kamu ingin menghormati posisiku atau terus berdebat?” tanyanya dengan nada tenang. Dalam hati, Dion merasa bangga. Dia tidak perlu banyak bicara untuk menunjukkan bahwa dia kembali, dan Yoga sedang berhadapan dengan kenyataan pahit yang harus diterimanya. Dia tahu bahwa dia tidak perlu membuktikan apapun kepada Yoga, semua orang di ruangan ini sudah memahami siapa dia. Juan melangkah maju, menatap Yoga dengan penuh kemarahan. “Yoga, apa kamu tidak sadar siapa yang ada di hadapanmu? Kalau kamu tidak segera memperbaiki sikap, kamu bisa dipecat,” suaranya tajam, tegas, dan tidak bisa dibantah. “Pak Dion adalah pewaris sah dari Mahendra Group, perusahaan ini berdiri karena keluarganya!” Yoga menelan ludah, tubuhnya terasa kaku mendengar ancaman itu. Dia mencoba membalas, tapi kata-kata seolah tersangkut di tenggorokannya. “Tapi ... Pak Juan ... dia—” “Tidak ada tapi-tapian lagi, Yoga!” Juan memotong tajam. “Pak Dion bukan orang yang bisa kamu hina seperti itu. Dia bukan hanya CEO, tapi pewaris tunggal! Kamu wajib menghormatinya atau kamu bisa segera angkat kaki dari sini!” Yoga terdiam, perlahan menundukkan kepalanya. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena rasa takut, tapi juga karena kesadaran pahit bahwa pria yang baru kemarin ia hajar dan hina sekarang berdiri di hadapannya sebagai atasannya, orang yang tak bisa dia tantang lagi. Dion menatapnya dengan senyum tipis, memandang Yoga yang kini tak berkutik. “Jadi, Yoga,” Dion akhirnya angkat bicara dengan tenang. “Apa kau masih merasa bahwa aku tidak pantas berada di sini?” Yoga menggeleng pelan, tak berani menatap mata Dion. “Tidak, Pak. Saya ... saya salah paham. S-saya tidak tahu kalau Anda—” Dion tertawa kecil, tetapi nada bicaranya tetap tenang. “Salah paham? Bukankah kamu begitu yakin kemarin? Menghina dan bahkan memukulku. Sekarang apa yang ingin kamu katakan?” Juan menatap Yoga tajam. “Kalau tidak ada yang ingin disampaikan dengan hormat, Yoga, maka saya rasa kita tidak butuh kamu di kantor ini lebih lama lagi.” Yoga, yang merasa posisinya semakin terancam, cepat-cepat menggeleng. “Tidak, Pak Juan, tolong ... saya tidak bermaksud. Saya tadi tidak tahu siapa Pak Dion sebenarnya.” Dion mendekat, berdiri tepat di depan Yoga yang masih menunduk. “Sekarang kamu tahu, dan aku harap kamu mengingatnya baik-baik. Aku akan memantau pekerjaanmu. Jika kamu ingin bertahan di perusahaan ini, maka jangan pernah tunjukkan kesombonganmu di hadapanku!" Yoga menegakkan tubuhnya, masih dengan wajah penuh rasa bersalah. “Ya, Pak. Saya akan bekerja dengan baik. Saya tidak akan mengulangi kesalahan ini.” Juan mengangguk singkat, lalu memandang Dion sejenak sebelum kembali ke Yoga. “Kamu beruntung, Pak Dion masih memberi kesempatan. Tapi ini peringatan terakhir, Yoga. Mulai sekarang, sikapmu harus sesuai dengan posisinya.” Yoga hanya mengangguk diam, merasa semua keberanian dan kesombongannya runtuh seketika. Kini, pria yang ia hina dan remehkan menjadi atasan yang harus ia hormati, sebuah kenyataan pahit yang harus ia telan. Dion dan Juan melangkah lebih dulu menuju ruang meeting, meninggalkan Yoga yang berjalan di belakang dengan langkah berat. Perasaan malu bercampur tak nyaman menggumpal di dadanya, membuat setiap langkah terasa seperti beban. Saat mereka tiba di ruang meeting, semua manajer dari berbagai divisi sudah berkumpul. Suasana ruang meeting penuh dengan bisikan-bisikan kecil, mereka tahu akan ada pertemuan besar. Dion berjalan tenang menuju meja utama, lalu berdiri di depan layar presentasi. Juan duduk di sampingnya, memberikan isyarat kepada seluruh ruangan agar diam dan siap mendengarkan. “Selamat pagi semuanya,” Dion memulai dengan suara tegas namun tenang. “Saya Dion Mahendra, dan mulai hari ini saya akan mengambil alih posisi CEO Mahendra Group, menggantikan posisi ayah saya, Pak Elmer.” Sejenak ruangan terasa hening. Beberapa manajer tampak saling pandang, kaget dengan pengumuman yang baru saja disampaikan. Mereka mengenal nama Dion, tapi kebanyakan dari mereka tidak pernah melihat sosoknya secara langsung, terutama dalam posisi penting seperti ini. “Sebagian dari kalian mungkin belum mengenal saya, tapi saya di sini bukan untuk bicara soal masa lalu. Saya di sini untuk memastikan perusahaan ini terus tumbuh dan berkembang. Saya harap, kita semua bisa bekerja sama untuk mencapai visi yang lebih besar ke depan." Dion melanjutkan, suaranya tegas dan penuh keyakinan. Yoga, yang berdiri di belakang, merasa semakin kecil dan terpojok di sudut ruangan. Dia mencuri pandang ke arah Dion, tapi segera mengalihkan pandangannya, takut jika tatapannya akan bertemu dengan mata pria yang baru saja ia hina kemarin. Dion melanjutkan perkenalannya dengan memperinci rencana ke depan untuk perusahaan. “Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Pak Juan atas dedikasinya selama ini. Dengan dukungannya, kita bisa melakukan evaluasi besar-besaran di seluruh divisi dan cabang perusahaan. Saya berharap, semua manajer yang hadir di sini bisa memberikan kontribusi terbaik untuk perkembangan Mahendra Group.” Juan mengangguk, memberikan isyarat untuk menegaskan ucapan Dion. “Saya yakin, dengan Pak Dion sebagai CEO, Mahendra Group akan mengalami kemajuan yang signifikan." Setelah beberapa saat, Dion kembali memandang seluruh ruangan. “Baik, sekarang kita bisa mulai membahas rencana strategis kita ke depan. Saya ingin mendengar langsung dari setiap divisi, terutama terkait target yang sudah ditetapkan dan apa yang perlu kita perbaiki.” Meeting berlanjut dengan suasana yang lebih serius. Satu per satu manajer mulai melaporkan kinerja divisinya, sementara Yoga tetap duduk di belakang, merasa sangat tidak nyaman. Setiap kali Dion berbicara, perasaan malu dan ketidakpercayaan dirinya semakin dalam. Bagaimana bisa pria yang ia remehkan sekarang memegang kendali penuh atas perusahaan tempatnya bekerja? "S14l! Apa Rania tahu asal-usul Dion yang sebenarnya?!" batinnya, geram.Beberapa hari berlalu, matahari sudah tinggi ketika Dion memutuskan untuk menyembunyikan semua pembaruan dari Adrian pagi ini. File bernama Final Weapon itu belum dirilis sepenuhnya, hanya bocoran kecil yang langsung diturunkan lewat jalur hukum. Tapi satu hal yang membuat Dion resah adalah, folder tambahan yang ditemukan Adrian, bertuliskan 'LYRAxJEREMY_SECRET.'“Jangan kasih tahu Clara dulu,” ujar Dion kepada Adrian lewat sambungan terenkripsi. “Aku harus pastikan isinya valid.”Namun takdir tak pernah mau diajak kompromi. Hari itu, Clara diam-diam membuka laptop Dion yang tertinggal di meja kerja. Rasa gelisah tak membiarkannya tinggal diam. Dan begitu ia melihat folder yang sama, jantungnya langsung mencelos."Skandal Lyra dan Lucas – Eksklusif dari Rania X? File apa ini judulnya kayak gini?!" gumamnya.Dengan tangan gemetar, Clara mengklik file itu. Video muncul, editan kasar, dengan rekaman lama yang dimanipulasi sedemikian rupa. Terlihat sosok perempuan mirip Lyra, sang Mama
Beberapa Jam Setelahnya | Markas Cyber AdrianLayar-layar berkedip. Satu notifikasi darurat muncul di server utama Adrian.[ALERT: NEW MASSIVE UPLOAD DETECTED - FROM UNREGISTERED SOURCE]Adrian mengetik cepat, matanya membelalak. "Shit. Dia udah nyebarin. Final Weapon udah rilis!"Dion yang baru saja sampai lagi di ruangan itu langsung menoleh. “Apaan maksudnya?”Adrian menampilkan tampilan layar“Gila. Ini ... deepfake. Tapi bukan cuma itu. Mereka gabungin footage lama Clara, yang dulu pernah curhat via Zoom ke sahabatnya waktu dia ditinggal pacar pertamanya terus diganti background, ganti angle, ganti lighting. Dibik
Malam Harinya | Markas Tim Cyber AdrianGedung itu tampak seperti kantor pengacakan data biasa dari luar. Tidak ada plang nama. Tidak ada papan perusahaan. Hanya sebuah gedung berlantai tiga dengan warna abu-abu pudar di pinggiran kota. Tapi di dalamnya, layar-layar monitor menyala terang dengan tampilan kode, grafik jaringan, dan puluhan jendela sistem.Pria berkacamata, rambut cepak acak-acakan, dan hoodie hitam itu menyambut Dion dengan cepat.“Kamu telat tiga puluh dua menit. Udah aku dekripsi setengah. Tapi ini ... gila, sih, Bro.”Dion duduk di kursi putar dengan cemas. “Langsung aja, jangan bertele-tele. Tunjukin!”Adrian membuka folder khusus, dan menekan enter. Sebuah jendela video muncul. Gambar pertama menampilkan Clara sedang bicara dengan seorang pria di restoran, mengenakan blouse biru laut dan riasan tipis.Dion langsung mengerutkan dahi. “Itu ... bulan lalu kayaknya. Dia ketemu klien.”“Lihat ini,” kata Adrian, lalu maju timeline-nya.Tiba-tiba audio dipotong dan dig
KEESOKAN PAGINYA.Masih dengan wajah penuh kemarahan, Dion mengacak rambutnya sekali lagi. Ia meneguk air putih dari botol yang ada di meja, mencoba menenangkan diri meski dadanya terus naik turun. Sekuat tenaga ia menahan untuk tidak membanting sesuatu lagi.Ponselnya kembali bergetar. Kali ini dari Clara."Cla—""Aku udah tenang," sahut cepat Clara, suaranya masih terdengar dingin. "Dan aku nggak sebodoh netizen yang langsung percaya video tiga menit dan siluet buram. Tapi Mas Dion, ini udah kelewatan. Gimana bisa kamu nggak sadar dia nyiapin semua ini?""Dia licik, Cla. Aku pun baru tahu. Aku bahkan nggak ingat ada momen itu difilmkan. Waktu itu ... aku benar-benar buta, aku percaya sama dia sepenuhnya. Sekarang aku ngerti, ternyata dari awal dia pelan-pelan nyusun bom waktu buat ngancurin semuanya."Clara menghela napas panjang. “Mas, aku tahu kamu dulu punya masa lalu, dan aku juga tahu kamu pernah sangat mencintai dia. Tapi sekarang? Dia udah mainin nama aku, harga diri aku, bah
KEESOKAN HARINYA Dikediamannya, Rania menyeduh kopi sambil mengaktifkan notifikasi akun Instagram HotFeed.ID. Begitu layar menyala, senyumnya langsung melebar. Video dan artikel yang ia rekam bersama Lisa sudah naik sejak pukul enam pagi tadi. Dalam waktu kurang dari dua jam, unggahan itu sudah disukai lebih dari 240 ribu orang dan komentar membanjiri kolom postingan."Aku nggak nyangka secepat ini viralnya," gumamnya sambil meneguk kopi.Ia menggulir layar, menikmati tiap komentar seolah sedang menyaksikan pentas drama yang ia ciptakan sendiri.[@HotFeed.ID"AKU MASIH DICINTAI, TAPI DIBOHONGI"Eksklusif: Istri Pertama CEO Inisial D.E, Buka Suara, Menangis Ceritakan Kisah Cinta Rahasia di Balik Layar.Dalam video berdurasi 3 menit ini, R*, mantan istri sah dari D.E, menangis sambil menceritakan bahwa pria yang kini tengah dekat dengan pewaris brand fashion ternama, C.J., masih kerap datang ke rumahnya, tidur bersama, bahkan menjanjikan akan memperbaiki hubungan.“Aku pikir kami akan
[Mas Dion, aku jatuh di kamar mandi. Kepalaku kebentur. Aku sendiri di rumah. Tolong datang ke sini, Mas, aku nggak kuat berdiri.]Dion mengerjap. Pesan itu terpampang jelas. Tangannya sempat ingin membalas, tapi ia urung. Dahi Dion berkerut menahan kesalDion menurunkan ponselnya perlahan, tetapi panggilan dari Rania menyala terang di layar.Rania – Calling…Ia mendesah pelan, mencoba mengabaikan. Suara dari podium masih ramai. Pak Togar tengah menjelaskan strategi ekspansi digital di kawasan perumahan baru yang dirancang terintegrasi dengan konsep smart city."Drama apalagi ini?" batinnya. Mata Dion kembali memandangi ruangan rapat yang tengah serius mendengarkan presentasi keuangan.Ia menaruh ponsel di atas meja. Namun belum lima menit, ponsel itu kembali bergetar.Rania – Calling…Dion menekan tombol Reject.Lima menit kemudian, ponselnya kembali bergetar. Matanya melirik sekilas, lantas membuang pandangan saat nama mantan istrinya lagi yang muncul di layar.Rania – Calling…Ia