Share

Bab 87

Author: Sri Pulungan
last update Last Updated: 2025-05-24 09:15:33

Rafa mengangguk mantap, walau matanya tak menatap langsung ke arah Nafeeza.

“Serius. Papa nggak suka simpan makanan mahal. Katanya, ‘kalau nggak dimakan, mubazir. Kalau dimakan, takut darah tinggi.” Rafa menirukan suara ayahnya, berusaha terdengar santai.

Nafeeza mengangguk pelan, meski wajahnya belum sepenuhnya lepas dari rasa curiga. Tapi sebelum ia bisa berkata lebih jauh, mobil Rafa melambat, lalu berhenti di ujung gang kecil yang remang.

“Aku parkir di sini aja, ya. Gangnya sempit,” ujar Rafa.

Namun belum sempat Nafeeza menjawab, Rafa menegang. Tatapannya membeku menatap sesuatu di kejauhan.

Nafeeza ikut menoleh.

Sebuah mobil hitam, terparkir di sisi jalan, sedikit tersembunyi di balik bayangan pepohonan.

Nafeeza membeku.

Itu mobil yang sangat dikenalnya.

Mobil Arfan.

“Rafa…” Nafeeza bersuara lirih, nadanya gemetar. “Itu…”

“Aku tahu,” potong Rafa pelan. Tangannya menggenggam kemudi lebih erat.

Dari kejauhan, bayangan seorang pria tampak berdiri di sisi mobil, menyandarkan tubuhny
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 87

    Rafa mengangguk mantap, walau matanya tak menatap langsung ke arah Nafeeza.“Serius. Papa nggak suka simpan makanan mahal. Katanya, ‘kalau nggak dimakan, mubazir. Kalau dimakan, takut darah tinggi.” Rafa menirukan suara ayahnya, berusaha terdengar santai.Nafeeza mengangguk pelan, meski wajahnya belum sepenuhnya lepas dari rasa curiga. Tapi sebelum ia bisa berkata lebih jauh, mobil Rafa melambat, lalu berhenti di ujung gang kecil yang remang.“Aku parkir di sini aja, ya. Gangnya sempit,” ujar Rafa.Namun belum sempat Nafeeza menjawab, Rafa menegang. Tatapannya membeku menatap sesuatu di kejauhan.Nafeeza ikut menoleh.Sebuah mobil hitam, terparkir di sisi jalan, sedikit tersembunyi di balik bayangan pepohonan.Nafeeza membeku.Itu mobil yang sangat dikenalnya.Mobil Arfan.“Rafa…” Nafeeza bersuara lirih, nadanya gemetar. “Itu…”“Aku tahu,” potong Rafa pelan. Tangannya menggenggam kemudi lebih erat.Dari kejauhan, bayangan seorang pria tampak berdiri di sisi mobil, menyandarkan tubuhny

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 86

    Sore merambat perlahan menjadi senja. Cahaya keemasan menembus kisi jendela, jatuh lembut menimpa wajah Nafeeza yang tetap tenang, walau jantungnya berdegup cepat. Di sampingnya, Rafa duduk dengan sikap waspada, bersandar santai namun siap bergerak bila sesuatu yang tak diinginkan tiba-tiba terjadi.Tuan Mahendra duduk tegak, tangan terlipat di pangkuan. Ada keheningan yang tak disengaja, tapi penuh arti, seolah masing-masing dari mereka tengah menimbang langkah yang akan diambil berikutnya.“Rafa,” suara berat Mahendra akhirnya pecah, “kamu belum pernah serius mengenalkan perempuan manapun kepada kami sebelumnya. Tapi sekarang...”Matanya menatap tajam ke arah Nafeeza. “Kamu membawanya ke sini. Bukan sekadar makan siang biasa. Kamu ingin kami mengenalnya.”Rafa mengangguk perlahan.“Saya serius dengan Nafeeza, Pa.”Nafeeza menahan napas. Kata-kata itu sederhana, tapi maknanya menggelegak seperti ombak besar yang menghantam tenangnya permukaan air.Tuan Mahendra menyilangkan kaki deng

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 85

    Beberapa hari kemudian, di sebuah lingkungan sederhana di pinggiran kota, sepasang suami istri lansia tampak sibuk membersihkan rumah mungil dengan pagar kayu dan halaman kecil di depannya. Mereka mengenalkan diri sebagai Pak Mahmud dan Bu May identitas baru yang mereka ciptakan.Tak ada yang tahu bahwa di balik kemeja lusuh dan sandal jepit Pak Mahmud tersembunyi nama besar Mahendra, pemilik Mahendra Corp, yang biasa tampil dalam jas mahal dan wawancara media. Tak ada pula yang menyangka bahwa Bu May, yang kini sibuk menjemur pakaian di halaman, dulunya mengenakan perhiasan berlian dan duduk di kursi undangan gala dinner.*****Di tempat lain..Cahaya matahari menembus lembut tirai jendela rumah kontrakan sederhana yang ditinggali Nafeeza dan putranya, Danis. Suara ketel air yang mendidih bersahutan dengan suara notifikasi dari ponselnya.Nafeeza segera mengusap tangannya dengan handuk kecil, lalu meraih ponsel dari meja makan. Nama Rafa muncul di layar. Ia segera menjawab, suaranya

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 84

    Malam itu begitu sunyi. Nafeeza duduk di meja kerjanya yang menghadap jendela, membiarkan angin malam menyusup lewat celah kecil yang tak sempat ditutup rapat. Hembusannya membawa aroma lembap dedaunan yang baru saja tersentuh embun.Di pangkuannya, Danis tertidur pulas, anak kecil yang selama ini menjadi jangkar hatinya, satu-satunya alasan ia tetap bertahan meski dunia kerap mengguncangnya. Nafeeza menatap wajah mungil itu, mengusap rambutnya perlahan, seolah ingin menitipkan seluruh doanya pada tiap hela napas anak itu.Di atas meja, sketchbook terbuka. Garis-garis kasar rancangan taman terapung yang tadi siang ia presentasikan mulai ia sempurnakan dengan sapuan pensil lembut. Namun pikirannya tak bisa tenang. Ia terus kembali pada satu nama.Rafa.Senyum tenangnya. Tatapan matanya yang selalu mendengarkan, bukan menghakimi. Dan yang paling membekas, kalimat terakhir yang ia ucapkan tadi siang, begitu sederhana, tapi menggetarkan seluruh harapan yang lama terkubur."Besok aku janji

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 83

    Beberapa hari kemudian…Nafeeza berdiri di depan lobi gedung Mahendra Corp. Raksasa properti itu berkantor di menara kaca 38 lantai, berdiri megah di kawasan pusat bisnis. Nafeeza mengenakan setelan monokrom elegan dengan ransel ramping di bahu, wajahnya tenang tapi matanya menyimpan ketegangan yang tak bisa disembunyikan.Ia melangkah masuk, disambut pendingin ruangan yang menusuk dan aroma kopi dari kafe di lobby. Seorang resepsionis langsung menghampirinya.“Selamat pagi. Ibu Nafeeza dari Avila Studio, ya? Kami sudah menunggu. Silakan ke lantai 30. Asisten direktur akan menyambut Anda.”Di dalam lift, Nafeeza memandangi refleksinya pada dinding logam. Ia menarik napas dalam-dalam. Dalam hati, ia bertanya-tanya, mengapa Mahendra begitu tertarik pada proyek ini? Dan… siapa sebenarnya Tuan Mahendra?**Di lantai 30, Rian sudah menunggunya. Kali ini mengenakan batik modern dengan lengan digulung rapi.“Selamat datang, Bu Nafeeza,” katanya dengan sopan. “Tuan Mahendra sedang menyelesaik

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 82

    Beberapa hari berlalu, suasana di kontrakan Nafeeza kembali hangat. Tawa riang Danis mulai kembali memenuhi halaman. Bocah itu berlari-lari bersama teman-temannya, sementara Bibi Rara, yang baru saja pulih dari rawat inap, mengawasinya dari kursi rotan dengan senyum mengembang. Nafeeza, yang selama ini hidup dalam bayang-bayang kekhawatiran, mulai merasakan ketenangan yang lama hilang. Pelan, tapi pasti, luka-luka di hatinya mulai mengering.Namun, ketenangan itu tak bertahan lama.Pagi itu, saat Nafeeza sedang merapikan jilbabnya di depan cermin sebelum berangkat kerja, suara Bibi Rara terdengar dari arah ruang depan.“Bu… ada tamu,” panggilnya pelan.“Siapa, Bi?” Nafeeza menyahut, masih menata kerudungnya.“Katanya dia… neneknya Danis.”Tangan Nafeeza membeku di udara. Matanya membelalak. Nafasnya tercekat.Ia melangkah ke ruang tamu dengan hati yang berdegup tak menentu. Dan di sana, berdiri seorang perempuan paruh baya dengan busana rapi dan tas bermerek menggantung di lengannya.

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 81

    Beberapa hari telah berlalu sejak Aurel resmi ditahan. Berita tentang keterlibatannya dalam percobaan pembunuhan terhadap Nafeeza mengguncang jagat maya dan media nasional. Publik tak percaya. Aurel, putri pengusaha sukses dan tunangan CEO Veranza Corp, berubah dari “gadis emas” menjadi headline memalukan.Namun bagi Arfan, badai ini bukan kejutan. Ia telah lama mencium kejanggalan. Dan kini, setelah semuanya terang, ia hanya ingin menatap masa depan bersama putranya… dan Nafeeza.Pagi itu, cuaca mendung menggelayuti langit Jakarta. Arfan baru saja tiba di kantornya ketika sekretarisnya memberitahu bahwa ada dua tamu penting menunggu di ruang pertemuan utama.“Pak Irwan dan nyonya Marisa… orang tua Nona Aurel,” katanya pelan.Arfan mengangguk, meski hatinya sempat mengeras.Ruang pertemuan itu senyap saat Arfan melangkah masuk. Di ujung meja duduk sepasang suami istri paruh baya, berpakaian rapi, wajah mereka penuh beban. Marisa menatap Arfan dengan mata berkaca. Sementara pak Irwan t

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 80

    Langkah Arfan menggema saat ia memasuki gudang kosong. Beberapa anak buahnya berdiri tegak di sisi kanan dan kiri, menciptakan jalur lurus menuju kursi di tengah ruangan. Di sana, Randy duduk terikat, wajahnya lebam, bibir pecah, dan pelipisnya masih meneteskan darah kering.Arfan berdiri di hadapan Randy, menatapnya dalam-dalam. Hening mencekam menyelimuti udara. Hanya suara langkah tikus di sudut gudang dan desah nafas Randy yang terdengar.“Aku mempercayaimu, Randy,” suara Arfan berat dan dingin. “Lebih dari siapapun.”Randy mengangkat wajahnya perlahan, darah mengalir dari ujung bibirnya. “Tuan… aku… aku minta maaf.”“Maaf?” Arfan tersenyum miris, lalu menendang kursi di depan Randy hingga terlempar. “Sudah bertahun-tahun kau di sisiku. Kau kupercayai lebih dari keluargaku sendiri. Dan kau, kau malah mengkhianatiku.”Randy terisak, tubuhnya gemetar. “Aku… dipaksa. Aurel… dia mengancamku. Keluargaku… Ibuku yang sakit, adikku… semua dalam cengkeramannya. Dia ancam akan menghancurkan

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 79

    Hening kembali menyelimuti ruangan begitu langkah kaki Arfan menghilang di balik pintu yang kini tertutup rapat. Nafeeza berdiri diam, seperti baru saja melawan badai. Namun kali ini, ia tidak roboh. Tidak hancur. Ia berdiri tegak, meski hatinya masih bergetar.Rafa mendekat perlahan, matanya mengamati Nafeeza dengan seksama. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya, suaranya lirih, seolah tak ingin membangunkan Danis.Nafeeza menarik napas panjang, menatap pintu itu sesaat sebelum menggeleng pelan. “Aku baik… Aku hanya belum pernah merasakan lega seperti ini sebelumnya.” Ia tersenyum tipis, namun senyum itu datang dari tempat yang tulus, dari luka yang perlahan sembuh.Rafa mengangguk. Ia tahu, luka seperti ini tak bisa disembuhkan hanya dengan kata-kata. Tapi kehadiran… kadang cukup. Ia duduk disisi tempat tidur, diam di dekat Nafeeza, seperti jangkar yang menahan kapal agar tak terombang-ambing kembali.“Terima kasih, Rafa.” Nafeeza menoleh padanya, kali ini dengan tatapan yang lebih dalam. “

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status