Share

Kejengkelan yang haqiqi

Gea menghela napas lega setelah semua pekerjaannya selesai. Dia menggerak-gerakan tubuhnya yang terasa kaku efek bekerja seharian, matanya juga terasa pedih karena menatapa layar monitor terlalu lama.

"Jam 9," gumamnya pelan saat melirik jam tangannya.

Keadaan kantor sudah sangat sepi. Hanya segelintir orang yang masih betah berada ditempat tersebut dan itu pun dapat dihitung menggunakan jari.

Menyadari bahwa ruangan di depannya sudah kosong sejak beberapa jam yang lalu, membuat Gea segera bergegas merapihkan barang-barangnya, bersiap pulang ke rumah.

Begitu tiba di lobi, dia berpapasan dengan Dion -General Manager - yang kebetulan baru selesai lembur.

"Abis lembur juga, Mbak?" tanya Dion basa-basi.

Gea tersenyum, "Iya nih, si bos lagi perhatian makanya dikasih pekerjaan banyak," ujarnya bercanda.

"Antara perhatian atau kejam versi si bos itu beda tipis ya," sontak keduanya tertawa bersamaan. Seakan menggosipkan atasan sudah menjadi kebiasaan dikalangan pegawai.

"Mbak mau pulang kan? Bareng sama saya aja," ujar Dion menawarkan tumpangan.

"Emmm... Boleh deh, kebetulan saya dari tadi pesan taksi online gak dapet-dapet,"

Keduanya pun akhirnya berjalan menuju parkiran lalu melaju meninggalkan halaman perusahaan.

Sepanjang perjalanan hanya diiringi obrolan ringan seputar pekerjaan dan lainnya yang masih berhubungan dengan rutinitas mereka dikantor.

15 menit kemudian mobil sudah berhenti di depan sebuah rumah minimalis berlantai 2.

"Mau mampir dulu, Yon?" tanya Gea saat ia sudah membuka pintu mobil.

Dengan cepat Dion menggeleng, "Makasih, Mbak. Saya masih sayang nyawa,"

Sontak Gea tertawa mendengarnya. Sejak kapan Nata mempunyai pekerjaan sampingan menjadi malaikat maut?

Gea bergegas masuk ke dalam rumahnya setelah sebelumnya melirik pintu garasi yang tertutup rapat, menandakan suaminya memang sudah pulang.

Dan benar saja, begitu membuka pintu sosok Nata yang sedang membaca buku menjadi pemandangan yang Gea lihat pertama kali.

"Mas," panggil Gea setelah sebelumnya mengucapkan salam. Diraihnya telapak tangan sang suami kemudian dia cium singkat. "Mas udah makan?" tanyanya basa basi.

"Belum." jawab Nata singkat, padat, jelas.

Kening Gea mengkerut bingung. Kepalanya dia longokan ke arah dapur dan menemukan makanan yang sudah tersaji dimeja makan.

"Kenapa belum? Kan itu udah ada makanan,"

"Nungguin kamu," ucap Nata seraya melepaskan kaca mata yang sedari tadi dia gunakan untuk membaca, lalu diletakan di atas meja sofa beserta buku yang dia pegang.

Dengan senyum centil yang dibuat-buat, Gea menempelkan tubuhnya pada sang suami, membuat Nata mengangkat alisnya heran.

"Obat kamu abis?" tanya Nata ngeri saat melihat wanita itu mengerjap-ngerjapkan matanya.

Sontak bibir Gea mengerucut. Dipukulnya cukup keras lengan Nata yang tentunya tak menimbulkan reaksi apapun,  "Iiishhh nyebelin! Masa cantik gini disangka gila sih!"

Nata mendengus, "Cantik kok bau asem," cibirnya. Mata Gea seketika membeliak, dengan gerakan lambat dia menghirup bagian tubuh yang sensitif terhadap bau badan.

Hidungnya mengendus memastikan kebenaran dari ucapan Nata, namun dia tidak mencium aroma yang dimaksud, walaupun badannya berkeringat tapi tidak sampai menimbulkan bau tak sedap.

"Engga bau asem," gumam Gea berbisik.

"Penurut." puji Nata setengah meledek, karena setelahnya pria itu tertawa kecil sambil berlalu menuju meja makan.

"Sialan!" tanpa dapat dicegah, umpatan meluncur bebas dari mulut Gea.

"Mas denger loh, Yang!" seru Nata tiba-tiba dari arah dapur, membuat Gea segera menutup mulutnya yang dengan lancang mengeluarkan kata mutiara.

Bibir Gea terus menggerutu sembari melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai atas, namun kali ini dia tidak bersuara hanya gerakan mulutnya yang tidak berhenti. Bisa diceramahi habis-habisan kalo ketahuan mengumpati suami sendiri.

Heran, punya suami kok ga ada manis-manisnya. Kalah sama Le mineral. Batinnya mengomel.

***

"Mas!"

Gea tiba-tiba berteriak nyaring, membuat Nata yang sedang memeriksa beberapa dokumen menjadi sedikit terganggu akibat dahsyatnya intonasi suara yang dikeluarkan oleh sang istri.

Mencoba bersikap acuh, Nata berpura-pura tak mendengar apapun dan fokus pada kegiatannya.

Namun, sepertinya Gea mengetahui akal bulus suaminya tersebut. Terbukti dengan kehadirannya setelah beberapa menit mengeluarkan auman mengerikan.

"Mas, kamu aku panggilin dari tadi kok gak nyaut-nyaut sih!" Gea berkata kesal seraya menghampiri sang suami yang masih duduk anteng di meja kerjanya.

"Kenapa?" tanya Nata tak minat.

Sambil memberengutkan wajah, Gea melangkah berdiri tepat di samping sang suami.

Merasa kesal karena pria itu masih saja membaca kertas di tangannya daripada membujuk dirinya yang tengah merajuk.

"Bahan dapur habis," ucapnya mengadu.

"Beli,"

Mendengar jawaban Nata yang begitu singkat, membuat Gea semakin dibuat geram.

"Udah malem. Pasar gak ada yang buka, aku juga gak bisa bawa mobil,"

Sambil membuka lembar dokumen, Nata kembali menjawab apa adanya, "Yaudah belinya besok,"

"Ihhhh... Aku kan mau masak, gimana sihh,"

Menghela napas lelah, Nata kemudian menutup berkas yang dia pegang. Lalu memusatkan seluruh perhatiannya kepada sang istri yang saat ini tengah mengerucutkan bibir.

"Terus maunya gimana?"

"Anter ke supermarket,"

Setelah mengambil napas sejenak, tanpa berkata lagi, Nata langsung beranjak berdiri kemudian mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja.

"Ayo!"

Gea mengulum senyum kecil saat sang suami berjalan lebih dulu keluar dari ruang kerja.

Hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit dan kini mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Keduanya sudah berjalan mengelilingi Supermarket untuk mencari bahan dapur yang diperlukan. Dengan patuh, Nata selalu mengikuti kemanapun sang istri pergi sambil mendorong troli yang perlahan mulai terisi penuh.

Tepat ketika Gea berdiri di depan rak bagian coklat, Nata tanpa aba-aba menarik tangan sang istri menjauh dari area tersebut.

Layangan protes langsung dikeluarkan oleh Gea karena pria itu terus menggandengnya menuju meja kasir.

"Mas, aku kan belum selesai belanja?"

Melirik isi troli, Nata bertanya singkat yang membuat Gea semakin cemberut, "Belum selesai belanja atau belum sempet beli coklat?"

Baiklah, sepertinya kali ini dia gagal membohongi suaminya untuk menambah koleksi cemilan coklatnya yang tinggal sedikit.

"Satu, ya, Mas. Di rumah mau habis," ucapnya mencoba merayu.

Namun, Nata rupanya sudah kebal dengan metode yang dipilih sang istri, "Habisin dulu yang ada. Lagipula, pabrik coklat gak akan bangkrut kalau kamu absen beli sehari,"

Tak ingin berdebat di tempat umum, Gea memilih untuk diam saja setelah berdecak malas yang langsung mendapat pelototan tajam dari sang suami.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status