Aku menutupi telingaku dengan bantal, suara ketukan pintu berkali-kali menganggu tidurku.
“Berisik!” teriakku menghela napas berat. Suara pintu terdengar kembali, Mama Cahaya berteriak, “Sayang, bangun mau sekolah. Nanti kamu telat.” Mataku yang tadi terpejam langsung melotot melirik jam di nakas masih 06.20, astaga Mama! Aku kira sudah 07.40 pasti aku akan dihukum Ibu Aini jika telat. “Iya Ma!” seruku dengan langkah malas-malasan ke kamar mandi. Sekitar 20 menit, aku keluar dengan seragam sekolah. Aku mengambil kaca melihat mataku yang bengkak. “Jelek banget lagi,” kataku khawatir, takut jika penggemarku melihat kecantikan bidadari ini pudar. Aku memberi bedak biar tidak terlalu kentara, jika malam tadi aku menangis. Setelah selesai, aku mengambil tas keluar dari kamar dengan bahagia. Melupakan kejadian malam tadi sesaat. Namun, saat sampai di meja makan mataku melotot tidak percaya. Apa-apaan ini kenapa ketemu dia lagi? Adelio?! “Lo ngapain ke rumah gue!” sesalku menatap Adelio yang asik makan roti tawar isi coklat kesukaanku. Mana itu tempat duduk favoritku di samping Papa, keluargaku melihat perilakuku ke Adelio terheran. “Pergi nggak lo!” usirku menarik lengan Adelio, namun Adelio masih tidak bergerak sama sekali. “Ranesya, nggak boleh kayak gitu ke Adelio, dia mau jemput kamu,” tegur Papa Guntur, aku mendengar itu melirik tajam ke Adelio. “Gue jenguk karena suruhan Bunda, atau lo mau gue aduin ke Ayah?” ancam Adelio tersenyum manis. Aku ingin berteriak rasanya. Mama Cahaya memijit pelipisnya karena tingkahku dan Adelio. “Sayang, udah lebih baik kamu sama Adelio aja ya. Nanti Kakak Jean dibelakang kalian.” “Nggak mau?! Kenapa harus sama dia?” tunjukku ke Adelio memakan roti dengan lahap. Arghhh! Menyebalkan sekali hari ini seperti Adelio! “Karena dia calon suamimu,” jawab Jean tersenyum menggoda ke arahku. Wajahku sudah memerah menahan emosi, aku memilih tidak menjawab perkataan Jean. Aku duduk disamping Adelio, bahkan Mama Cahaya lebih perhatian ke Adelio. “Kamu mau nambah, Adelio?” tanya Mama Cahaya tersenyum lembut. Sebuah air putih diberikan ke Adelio, aku melahap roti tawar itu kurang minat. Sekali-kali aku meremasnya tanpa mereka sadari. “Nggak Tante,” balas Adelio menerima pemberian Mama Cahaya. Aku yang sudah tidak tahan menaruh rotinya, dan menggebrak meja. “Aku kenyang,” ucapku bergegas pergi, tanpa bersalaman dengan kedua orang tuaku. Aku tidak peduli lagi! Aku muak, aku menoleh kebelakang melihat Adelio mengejarku. “Tunggu!” teriaknya menarik tanganku. “Nggak usah sentuh gue!” Aku meronta-ronta minta dilepaskan, namun Adelio tidak mau mendengar teriakanku. Sampai dekat motornya aku ditarik untuk naik, terpaksa karena tidak mungkin aku membuang waktu. Bagaimana jika telat? “Diem! Nurut aja jadi cewek!” perintahnya, aku terdiam karena dibentak Adelio. *** “Pak! Jangan ditutup dulu!” teriakku turun dari motor, namun terlambat Pak Aldo menutup pagarnya. Pak Aldo adalah seorang satpam yang sudah lama bekerja di sekolahku. Aku memelas di depannya. “Bukain dong, Pak! Ini telat 15 menit doang loh,” ucapku memohon, sementara Adelio masa bodo. Aku tidak heran karena dia memang hobinya membolos, berbanding terbalik denganku. “Nggak bisa, Mbak,” tolak Pak Aldo walau merasa kasihan, Pak Aldo tidak mau melanggar peraturan. “Gue telat gara-gara lo Adelio Andres,” tukasku menatap sinis Adelio yang hanya tersenyum miring. “Kenapa lo salahin gue? Nggak ingat tadi lo narik rambut gue di jalan, gila aja lo! Mau nyari mati emang!” balas Adelio emosi karena merasa tidak bersalah. Aku juga tidak peduli Adelio! Aku hanya kesal, kenapa harus telat! Bagaimana nasibku menjadi anak baik-baik, turun menjadi nakal karena Adelio. “Gue nggak mau tau! Lo harus bujuk Pak Aldo, gue nggak mau di cap anak berandalan kayak lo?!” sungutku menggebrak pagar tidak peduli lagi rasa sakit yang aku rasakan. “Pak, bukain ya? Nanti saya beliin rokok,” bujuk Adelio mengeluarkan uang berwarna merah, hampir mau diambil tiba-tiba saja Ibu Aini datang. “Kalian mau ngapain!” teriak Ibu Aini mengagetkan aku yang menghadap belakang. Ibu Aini melotot ke arah Adelio. “Ini apa-apaan Adelio! Kamu mau sogok Pak Aldo karena ingin masuk?” tanya Ibu Aini menyelisik Adelio, aku hanya tersenyum jahat karena mengakui menyukai Adelio dimarahi. “Kamu juga Ranesya! Kamu ini sudah menjadi kebanggaan sekolah, kenapa bisa telat?!” bentak Ibu Aini ke arahku dengan bengis. “Maaf Bu,” balasku menunduk takut. Aku melirik Adelio terlihat biasa saja, aku yakin dia sudah kebal dengan hal ini. “Sekarang kalian berdua bersihkan seluruh wc di sekolah!” perintah Ibu Aini sambil mengode Pak Aldo membuka gerbang. “Tapi Bu, aku baru pertama kali,” ucapku menolak secara halus. “Sekarang Ranesya!” Ibu Aini menatap sinis, dan pergi meninggalkan aku dan Adelio. Aku menoleh ke arah Adelio. “Lo sih!” Sambil berjalan, aku mendorong tubuh Adelio menggunakan bahu. Adelio mengangkat satu alisnya ikut mendorongku. “Salah lo!” “Lo Adelio!” teriakku berlari menuju wc siswa siswi, di ikuti Adelio menggeleng kepala dengan tingkahku.Akhirnya tidak ada gangguan ketiga manusia itu, malam ini kami rencananya ingin makan bakso di tempat langganan. Di mana waktu itu ada banci, semoga sekarang nggak ada. Takutnya Adelio risih dengannya. "Baksonya satu Mang!" seru Adelio dengan mengangkat tangannya berbentuk V. Mamang bakso itu hanya mengangguk, aku sangat senang berada di sini. Walaupun capek siang tadi, kan malamnya bisa berduaan kembali. Dalam suasana malam yang dingin dengan bintang bertaburan. "Baksonya enak?" tanya Adelio mendongak menatapku. Aku mengangguk dengan senyum manis. "Enak banget! Juaranya bakso ini mah.""Iya atuh Neng! Palinh enak bakso saya pastinya," sahut Mamang bakso itu dengan senang. Aku dan Adelio hanya terkekeh kecil, tapi memang seenak itu. Apalagi aku jarang ke sini, jadinya sangat rindu ya. "Kalo gitu gratisin kita dong, kan udah dipuji," goda Adelio ke Mamang bakso. Seketika gelengan Mamang bakso terlihat, aku hanya terkekeh. Orang jualan kok minta gratisan dasar Adelio. "Nggak u
Perjalanan kali ini tidak ada halangan sama sekali dari tiga orang gila itu, bahkan ini di bandara dijemput oleh keluarga kami. Aku merasa senang, mereka semua berada sini termasuk Jean. Walau hanya beberapa hari, setidaknya lebih baik cepat pulang daripada semua akan terbongkar seiring waktu. "Kalian ini!" kesal Jean menabok Adelio. Sementara hidungku ditariknya, ihh kenapa dia ini. Sok jadi Kakak pula yang jahil idih. "Sakit dodol," balas Adelio menatap sinis Jean hanya terkekeh. "Elah men gitu doang mah nggak sakit," kata Jean cengengesan. Pada akhirnya, Adelio membalasnya lebih kuat. Di mana kami menertawakan Jean terkena getahnya. "Gue pelan loh, lo balasnya kayak mau bunuh gue," kesal Jean menjauhi Adelio memilih mendekati Mama Cahaya. "Makanya, lo jadi Abang tuh waras dikit. Gue baru pulang nyari perkara lo," sahutku menatapnya sinis. Tidak merasa bersalah, Jean hanya tersenyum lebar. Dih apaan banget nih orang, untung gue sabar ya. Sementara Bunda Delyna memberi kode
Malamnya aku merenung, apa besok pulang saja? Daripada mereka bertiga mengira melakukan hal lebih dari ini. Bagaimanapun, Zara dan Gracia mengetahui. Jika kami memesan satu ruang, walau satu kamar aku pasti sedikit menjauh tidurnya dari Adelio. "Setuju nggak, kalo kita pulang aja besok?" tanyaku ke Adelio yang sedang makan dengan tenang. Yap, setelah seharian mengobrol dan tidur. Kami tidak kemana-mana lagi, karena mengetahui ketiga manusia itu akan merusuh. Adelio mendongak dan tatapan kami bertemu. "Gue ngikut aja," balas Adelio tersenyum. Aku menghela napas panjang mengingat beberapa hari ini bukannya bahagia. Tapi banyak hal yang tidak diduga aku rasakan, belum lagi Ghifari bisa-bisanya menghampiriku ke Bali. "Yaudah, gue mau besok pulang. Nggak betah di sini," balasku kembali memakan udang goreng tepung. Enak banget asli, kayak masakan Mamaku hehe. Jadi rindu mereka apalagi Jean huhu. Setelah selesai makan, kami ke ruang santai untuk menonton televisi. Sebenarnya sangat
Pada akhirnya kami berada di pantai, menikmati hari berdua. Namun, itu tidak berjalan semestinya. Karena gangguan dari ketiga gila itu masih berlanjut, inipun aku ditarik Ghifari untuk pergi berdua."Gue bakal ngajak lo ke tempat yang indah di sini," paksa Ghifari dengan wajah memelas. Aku melirik Adelio yang kini dipegang dua orang sekaligus, siapa lagi kalo Zara dan Gracia. Mereka ini, astaga! Aku dan Adelio ingin berlibur saja susah, pasti ada masalah datang. "Lepasin nggak! Gue nggak mau Ghifari," kataku mengamuk di depan banyak orang melintas. "Ini lagi kalian berdua, apa nggak sadar? Gue tuh mau berdua sama Ranesya," ucap Adelio terdengar dingin. Aku menatap Adelio menarik paksa tangannya sampai jeratan dari dua manusia itu terlepas. Adelio mendekatiku berusaha melepaskan aku dari Ghifari yang tidak mau mengalah. "Seharusnya lo jangan deketin Ranesya, dia bakal jadi milik gue." Ghifari berkata percaya diri. Aku tertawa karena menyadari, jika Ghifari terlalu berlebihan.
Aku menguak sangat lebar merasakan kehangatan luar biasa, saat aku membuka mata terdapat Adelio terlelap. Aku tersenyum lembut mengelus pipinya, mataku melotot karena menyadari kami tidur bersama. "Eh? Kok bisa sih," gumamku memperhatikan sekitar. Menyadari jika kami berada di kamarku, kejadian malam tadi hanya dikejar Adelio dan saling bercanda. Oh ya! Tidak sengaja tertidur berdua. Huh, syukurlah kukira kami melakukan hal berlebihan. "Duh, jangan bangun ya," kataku melepaskan diri dari Adelio perlahan. Aku berdiri menatap wajah Adelio yang begitu menawan, apa tidak salah Tuhan memberikan Adelio kepadaku?Bahkan, banyak dari cewek-cewek mengejarnya. Walaupun tingkah nakalnya membuat guru kesal, tapi dia adalah suami terbaik untukku. "Masak apa ya?" gumamku menuju dapur. Apa aku masak nasi goreng saja ya? Pasti enak banget, tapikan nggak ada peralatannya. Huh! Yasudahlah, aku memilih menonton tv di mana suara teleponku begitu nyaring di kamar. "Ganggu banget, ini jam 7 loh,"
Khusus hari ini, aku tidak ingin keluar karena takut bermasalah lagi dengan kedua makhluk gila itu. Membayangkan saja kejadian kemarin membuatku naik darah, huh! Apa aku buang saja ke lubang buaya sehingga tidak ingin merebut Adelio. "Lo kenapa sih remas remote itu kuat banget?" tanya Adelio menatapku bingung. Aku menggigit bibir bawah, saat melihatnya. Ya gimana lagi, aku masih sangat kesal tau!"Gapapa kok," jawabku seadanya dengan senyuman kecil. Kami berada di ruang santai menonton sebuah film romantis, adegannya begitu manis membuatku melayang. Tapi sesaat membayangkan tadi, moodku hancur seketika. Untungnya Adelio menyuapiku seperti sekarang. "Suka nggak?" tanya Adelio memberikanmu sebuah susu kotak. Aww, pagi-pagi sekali Adelio membawakan beberapa makanan entah dari mana. Aku yang baru bangun melihat Adelio tersenyum saat aku membuka mata, romantis bukan? "Ngelamun lagi?" kata Adelio membuatku tersadar. Aku hanya tersenyum kecil, memakan beberapa cemilan di atas meja.