Home / Young Adult / Suamiku Berandalan Sekolah / Bab 3. Tanggal Pernikahan

Share

Bab 3. Tanggal Pernikahan

last update Huling Na-update: 2024-11-07 13:30:09

Selesai makan, bukannya pulang berlanjut membahas pernikahan. Aku hanya tersenyum terpaksa karena selalu di tanya-tanya tentang Adelio. Aaaa, aku tidak kuat di sini.

Di ruang tamu, aku duduk bersebelahan dengan Adelio. Orang tua masih mencocokkan tanggal yang pas. Aku dibuat kesal karena Adelio selalu jahil kepadaku.

Adelio mengangkat kakinya mengarah ke diriku. Aku melirik tajam Adelio, bukan diturunkan Adelio mengenai Dress ku.

Kepalaku mendekat ke telinganya. "Seumur hidup, gue paling benci sama lo."

Adelio sedikit mengundurkan tubuhnya. "Dan seumur hidup lo, bakal selalu sama gue," jawabnya tersenyum manis.

Kepalaku mendidih sampai aku menggertakkan gigi karena geram. Orang tua tanpa sengaja melirik aku dan Adelio terlihat romantis.

"Aduh, belum nikah udah akrab aja," kata Bunda Delyna tersenyum lebar melihat keharmonisan kami.

Mama Cahaya mengangguk setuju. "Ini namanya menjalin hubungan bersama."

Aku dan Adelio menoleh, semua orang menatap kami dengan kondisi minim.

Aku hanya diam merutuki Adelio, dia paling menyebalkan yang aku kenal. Kenapa dunia seolah mempermainkan aku?

Selagi aku melamun, orang tua tiba-tiba berteriak senang.

"Nah, bagus harinya," seru Jean memberi dua jempol tanda kebahagiaan.

"Ranesya, Adelio hari pernikahan kalian jatuh 2 hari lagi," ucap Ayah Liam tersenyum tipis.

"Apa?" Bukan teriakanku saja, ternyata Adelio juga sama terkejutnya denganku.

Papa Guntur terkekeh, mengakui jika aku terlihat senang. Aduh aku bukan senang ya, Papa! Aku tertekan di sini.

"Kalian kalo nggak sabar gapapa, kita bakal majuin untuk besok," timpal Papa Guntur di angguki orang-orang.

"2 hari, ya itu aja jangan kecepatan," sahutku tertawa kecil sambil memukul lengan Adelio dengan kuat.

Adelio meringis melirikku tajam, ku balas senyum terpaksa. "Ihh, Adelio jangan ngelirik aku gitu entar suka," kataku ceplos sambil bergeser sedikit untuk memberi jarak kepada Adelio.

"Adelio jangan gitu tatap calonmu," bela Bunda Delyna menatap sinis Adelio.

Aku tertawa jahat dalam hati merasa senang jika Bunda Delyna membelaku, Adelio juga terlihat pasrah dimarahi.

"Ini sudah fiks 2 hari kan?" tanya Papa Guntur yang melipatkan tangan di dada.

"Udah, bentar lagi kita jadi besan," seru Bunda Delyna kegirangan menghampiri Mama Cahaya.

Mereka berdua berpelukan, aku di sana hanya terdiam pasrah. Adelio menyentil kepalaku tiba-tiba.

"Adelio?!" sungutku dengan napas memburu.

Sementara Adelio tersenyum miring, merasa senang aku marah.

"Aduh, calon suami kamu jahil sayang," kata Mama Cahaya menggodaku.

Aku yang digoda menoleh menahan emosi sebisa mungkin untuk tidak membuat kegaduhan.

"Iya dong, Ranesya kan calon istriku," sahut Adelio seketika semua orang mesem-mesem.

Aku yang muak mengalihkan pandangan. Aku mau pulang, terlintas sebuah ide di otakku.

"Woam." Aku menguap menutupi mulutku dengan tangan.

Papa Guntur yang paham jika aku mengantuk meminta izin balik. "Kami pulang dahulu ya, soalnya Ranesya keliatan ngantuk banget."

Nah, ini yang aku mau loh dari tadi. Aku bersorak gembira dalam hati.

"Yaudah, nanti kita ketemu 2 hari lagi," ucap Ayah Liam mengingatkan.

"Oke, terima kasih banyak undangannya ya," kata Papa Guntur menyalami keluarga Andres di ikuti Mama Cahaya.

"Iya nih, masakan Tante eunak betul!" puji Jean, dilirik Mama Cahaya.

"Jadi masakan Mama nggak enak nih?" sahut Mama Cahaya, orang-orang tertawa kecil kecuali aku.

"Paling the best, Ma!" Jean memberi dua jempol mencari aman.

Bunda Delyna mengalihkan perhatian kepadaku. "Hati-hati di jalan Ranesya."

"Iya Tante," jawabku tersenyum menghampiri mereka untuk bersalaman.

Aku sekeluarga di antar sampai ke depan pintu, aku memberi jari tengah diam-diam ke arah Adelio.

"Berandalan sialan." Aku berucap tanpa suara ke Adelio, sementara Adelio menatap tajam kepadaku.

***

Pulang dari rumah Andres, aku bukannya tidur. Aku marah-marah tidak jelas depan keluargaku, kami sekarang berada di ruang santai.

"Ihh, kenapa sih harus 2 hari lagi Pa? Aku masih kecil, bisa nggak lulus sekolah aja," protesku berkacak pinggang di hadapan orang-orang.

"Nggak bisa sayang, ini sudah sudah diputuskan oleh Papa sama Om Liam, kamu harus nerima apapun keputusan ini," ucap Papa Guntur memberi tahu baik-baik.

Aku berteriak seperti orang gila, tidak menyangka akan terjadi kepadaku.

"Tidakkk, kenapa harus aku sih?!" teriakku menghentakkan kaki kesal.

Jean berseru, spontan aku diam. "Kamu yang di mau mereka, Ranesya."

"Sayang, keluarga Andres baik-baik kok, Mama bakal sering hubungi kamu," ucap Mama Cahaya memberi pengertian.

Aku yang tidak mengerti, geram dengan semua yang aku rasakan seperti campur aduk.

"Kalian nggak akan ngerti aku!" Aku berteriak pergi meninggalkan mereka.

Semua orang hanya bisa menatapku menaiki tangga dalam diam. Jujur saja, siapa yang siap menikah dalam waktu dekat? Aku tidak kuat Tuhan!

Aku menghempaskan pintu, naik ke atas ranjang. Aku menangis sekuat mungkin melampiaskan amarahku.

"Adelioo?! Gue benci banget sama lo!" teriakku memukul-mukul guling menganggap itu adalah Adelio.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 172. Akhir yang Bahagia

    Akhirnya tidak ada gangguan ketiga manusia itu, malam ini kami rencananya ingin makan bakso di tempat langganan. Di mana waktu itu ada banci, semoga sekarang nggak ada. Takutnya Adelio risih dengannya. "Baksonya satu Mang!" seru Adelio dengan mengangkat tangannya berbentuk V. Mamang bakso itu hanya mengangguk, aku sangat senang berada di sini. Walaupun capek siang tadi, kan malamnya bisa berduaan kembali. Dalam suasana malam yang dingin dengan bintang bertaburan. "Baksonya enak?" tanya Adelio mendongak menatapku. Aku mengangguk dengan senyum manis. "Enak banget! Juaranya bakso ini mah.""Iya atuh Neng! Palinh enak bakso saya pastinya," sahut Mamang bakso itu dengan senang. Aku dan Adelio hanya terkekeh kecil, tapi memang seenak itu. Apalagi aku jarang ke sini, jadinya sangat rindu ya. "Kalo gitu gratisin kita dong, kan udah dipuji," goda Adelio ke Mamang bakso. Seketika gelengan Mamang bakso terlihat, aku hanya terkekeh. Orang jualan kok minta gratisan dasar Adelio. "Nggak u

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 171. Telinga Memerah

    Perjalanan kali ini tidak ada halangan sama sekali dari tiga orang gila itu, bahkan ini di bandara dijemput oleh keluarga kami. Aku merasa senang, mereka semua berada sini termasuk Jean. Walau hanya beberapa hari, setidaknya lebih baik cepat pulang daripada semua akan terbongkar seiring waktu. "Kalian ini!" kesal Jean menabok Adelio. Sementara hidungku ditariknya, ihh kenapa dia ini. Sok jadi Kakak pula yang jahil idih. "Sakit dodol," balas Adelio menatap sinis Jean hanya terkekeh. "Elah men gitu doang mah nggak sakit," kata Jean cengengesan. Pada akhirnya, Adelio membalasnya lebih kuat. Di mana kami menertawakan Jean terkena getahnya. "Gue pelan loh, lo balasnya kayak mau bunuh gue," kesal Jean menjauhi Adelio memilih mendekati Mama Cahaya. "Makanya, lo jadi Abang tuh waras dikit. Gue baru pulang nyari perkara lo," sahutku menatapnya sinis. Tidak merasa bersalah, Jean hanya tersenyum lebar. Dih apaan banget nih orang, untung gue sabar ya. Sementara Bunda Delyna memberi kode

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 170. Pulang

    Malamnya aku merenung, apa besok pulang saja? Daripada mereka bertiga mengira melakukan hal lebih dari ini. Bagaimanapun, Zara dan Gracia mengetahui. Jika kami memesan satu ruang, walau satu kamar aku pasti sedikit menjauh tidurnya dari Adelio. "Setuju nggak, kalo kita pulang aja besok?" tanyaku ke Adelio yang sedang makan dengan tenang. Yap, setelah seharian mengobrol dan tidur. Kami tidak kemana-mana lagi, karena mengetahui ketiga manusia itu akan merusuh. Adelio mendongak dan tatapan kami bertemu. "Gue ngikut aja," balas Adelio tersenyum. Aku menghela napas panjang mengingat beberapa hari ini bukannya bahagia. Tapi banyak hal yang tidak diduga aku rasakan, belum lagi Ghifari bisa-bisanya menghampiriku ke Bali. "Yaudah, gue mau besok pulang. Nggak betah di sini," balasku kembali memakan udang goreng tepung. Enak banget asli, kayak masakan Mamaku hehe. Jadi rindu mereka apalagi Jean huhu. Setelah selesai makan, kami ke ruang santai untuk menonton televisi. Sebenarnya sangat

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 169. Berdua denganmu

    Pada akhirnya kami berada di pantai, menikmati hari berdua. Namun, itu tidak berjalan semestinya. Karena gangguan dari ketiga gila itu masih berlanjut, inipun aku ditarik Ghifari untuk pergi berdua."Gue bakal ngajak lo ke tempat yang indah di sini," paksa Ghifari dengan wajah memelas. Aku melirik Adelio yang kini dipegang dua orang sekaligus, siapa lagi kalo Zara dan Gracia. Mereka ini, astaga! Aku dan Adelio ingin berlibur saja susah, pasti ada masalah datang. "Lepasin nggak! Gue nggak mau Ghifari," kataku mengamuk di depan banyak orang melintas. "Ini lagi kalian berdua, apa nggak sadar? Gue tuh mau berdua sama Ranesya," ucap Adelio terdengar dingin. Aku menatap Adelio menarik paksa tangannya sampai jeratan dari dua manusia itu terlepas. Adelio mendekatiku berusaha melepaskan aku dari Ghifari yang tidak mau mengalah. "Seharusnya lo jangan deketin Ranesya, dia bakal jadi milik gue." Ghifari berkata percaya diri. Aku tertawa karena menyadari, jika Ghifari terlalu berlebihan.

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 168. Couple Pink Strawberry

    Aku menguak sangat lebar merasakan kehangatan luar biasa, saat aku membuka mata terdapat Adelio terlelap. Aku tersenyum lembut mengelus pipinya, mataku melotot karena menyadari kami tidur bersama. "Eh? Kok bisa sih," gumamku memperhatikan sekitar. Menyadari jika kami berada di kamarku, kejadian malam tadi hanya dikejar Adelio dan saling bercanda. Oh ya! Tidak sengaja tertidur berdua. Huh, syukurlah kukira kami melakukan hal berlebihan. "Duh, jangan bangun ya," kataku melepaskan diri dari Adelio perlahan. Aku berdiri menatap wajah Adelio yang begitu menawan, apa tidak salah Tuhan memberikan Adelio kepadaku?Bahkan, banyak dari cewek-cewek mengejarnya. Walaupun tingkah nakalnya membuat guru kesal, tapi dia adalah suami terbaik untukku. "Masak apa ya?" gumamku menuju dapur. Apa aku masak nasi goreng saja ya? Pasti enak banget, tapikan nggak ada peralatannya. Huh! Yasudahlah, aku memilih menonton tv di mana suara teleponku begitu nyaring di kamar. "Ganggu banget, ini jam 7 loh,"

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 167. Salah Bicara

    Khusus hari ini, aku tidak ingin keluar karena takut bermasalah lagi dengan kedua makhluk gila itu. Membayangkan saja kejadian kemarin membuatku naik darah, huh! Apa aku buang saja ke lubang buaya sehingga tidak ingin merebut Adelio. "Lo kenapa sih remas remote itu kuat banget?" tanya Adelio menatapku bingung. Aku menggigit bibir bawah, saat melihatnya. Ya gimana lagi, aku masih sangat kesal tau!"Gapapa kok," jawabku seadanya dengan senyuman kecil. Kami berada di ruang santai menonton sebuah film romantis, adegannya begitu manis membuatku melayang. Tapi sesaat membayangkan tadi, moodku hancur seketika. Untungnya Adelio menyuapiku seperti sekarang. "Suka nggak?" tanya Adelio memberikanmu sebuah susu kotak. Aww, pagi-pagi sekali Adelio membawakan beberapa makanan entah dari mana. Aku yang baru bangun melihat Adelio tersenyum saat aku membuka mata, romantis bukan? "Ngelamun lagi?" kata Adelio membuatku tersadar. Aku hanya tersenyum kecil, memakan beberapa cemilan di atas meja.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status