Share

Apa itu Bercinta?

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2025-07-02 16:27:06

Esme tak sanggup berkata apa pun. Seluruh tubuhnya menegang, ingin menjauh tetapi tak mampu. Kehangatan Reinan begitu dekat, begitu nyata, seolah menyelimuti hatinya yang sangat rapuh.

“P-parfum ini buatan Mama,” suaranya keluar lirih, terbata. “Mama membuat banyak parfum dengan aroma unik. Kalau kamu mau, aku bisa membuatkan.”

Reinan menatapnya, alisnya berkerut dalam, seperti mencoba menangkap sesuatu di ingatan. Namun, beberapa detik kemudian, pelukan itu terlepas. Reinan membalikkan badan tanpa penjelasan, merebahkan kepala di bantal, lalu memejamkan mata.

“Aku suka aromanya… Tapi sekarang aku ngantuk,” gumamnya, lantas menarik selimut hingga ke dagu.

Esme menghela napas panjang, menatap punggung itu dengan dada berdebar tak karuan. Kehangatan yang baru saja menelannya kini terganti dengan jarak yang membingungkan.

Perlahan, ia menghela napas, meraba dadanya yang terasa sesak. Tatapan Reinan tadi, suaranya yang dalam, pelukan yang terlalu erat—semuanya membuat hatinya gamang. Reinan tampak polos, tetapi dalam sekejap ia bisa berubah, seolah ada sisi lain yang belum ia kenali.

Esme mencoba meyakinkan diri, mungkin Reinan bersikap begitu hanya karena terbiasa dengan wangi parfum. Bukankah keluarga Gunadi memang memiliki bisnis besar di bidang itu?

Selama beberapa saat, tatapan Esme jatuh pada Reinan yang sudah terlelap. Wajahnya teduh seperti anak kecil yang lelah bermain. Tanpa sadar, seulas senyum tipis muncul di bibir Esme.

Ia berusaha memejamkan mata juga, tetapi kantuk tak kunjung datang. Jam seperti ini biasanya ia sibuk melayani pelanggan di restoran, bukan berbaring di ranjang megah milik orang asing.

Tak ingin membuat Reinan terbangun, Esme meraih ponsel dan mulai membuka media sosial. Foto-foto gaun pesta memenuhi layar : potongan asimetris, detail lipit di bagian dada, warna-warna bold yang memukau.

Seketika, kerinduan menyesak di dadanya. Betapa ia ingin mendesain gaun seperti itu, mengejar mimpi kecil yang selama ini terkubur oleh keterbatasan yang tak pernah ia pilih.

Lamunannya buyar saat sebuah notifikasi muncul. Grup obrolan dengan Sela dan Seli menyala di layar. 

Esme menahan senyum. Sela dan Seli adalah sahabatnya sejak kecil. Hanya mereka berdua yang bersedia menjadi teman dari seorang gadis tuli seperti dirinya.

Sela, si kembar gemuk yang tak pernah kehabisan kata, langsung mengetik:

[Esme, apa kamu jadi menikah dengan Reinan Gunadi?]

Seli, si kembar tinggi yang lebih pendiam, segera menimpali:

[Kamu baik-baik saja? Jangan sampai pria gila itu menyakitimu. Kami khawatir.]

Esme menelan ludah, jari-jarinya bergerak pelan.

[Iya, aku sudah menikah. Tapi, Reinan nggak gila. Dia hanya polos, seperti anak kecil. Suka bermain.]

Sela langsung mengetik:

[Apa dia jelek? Rambut acak-acakan? Nggak pernah mandi? Biasanya orang dengan gangguan mental seperti itu.] 

Esme terkikik pelan, meski masih ada rasa getir yang menusuk di hatinya.

[Justru dia sangat tampan. Mirip aktor favorit kalian.]

Sekejap kemudian, deretan emotikon terkejut memenuhi layar.

[Hah? Kamu serius?] 

Sela pun menulis:

[Kalau begitu, kirim fotonya sekarang. Atau kami akan datang ke rumahmu untuk mencari tahu!]

Esme menghela napas panjang. Dua sahabatnya itu tak akan tenang sebelum melihat sendiri wajah Reinan. Terpaksa, ia mengangkat ponsel, dan mengarahkan kamera ke arah Reinan yang terlelap di ranjang.

Tepat saat jari Esme menekan tombol potret, Reinan menggeliat pelan.

Jantung Esme serasa berhenti berdetak. Ia menahan napas, takut pria itu terbangun. Untungnya, Reinan hanya membalikkan badan dan kembali terlelap, napasnya teratur.

Tanpa membuang waktu, Esme mengirim foto itu ke Sela dan Seli. Dan, selang beberapa detik, ponselnya dibanjiri oleh pesan yang bertubi-tubi.

Seli:

[Kalau pria gilanya setampan ini, aku juga rela jadi istrinya!]

Sela menambahkan :

[Esme, kalau dia kekanak-kanakan, kamu yang harus mendidiknya jadi pria sejati!]

Esme menutup wajah dengan satu tangan. Jemarinya mengetik balasan seadanya:

[Bagaimana caranya?]

Seli mengetik:

[Tunggu sebentar. Kami akan mengirim panduan rahasia.]

Esme menelan ludah, matanya tak berani menatap layar. Ia tahu kedua sahabatnya itu tak pernah setengah-setengah kalau sudah berurusan dengan masalah cinta.

Beberapa detik kemudian, notifikasi baru berdatangan. Tiga tautan artikel muncul bersamaan.

Esme menatap judul-judulnya dengan mata membulat:

"7 Cara Merayu Pasangan Agar Makin Lengket."*

"Panduan Malam Pertama: Dari Persiapan Mental hingga Sentuhan Romantis."*

"Langkah-Langkah Menggoda Suami.’

Pipinya merona hebat. Tanpa pikir panjang, Esme langsung menghapus tautan-tautan itu, seolah sedang menyingkirkan sesuatu yang tak seharusnya ia lihat.

Dengan tangan gemetar, ia mengetik:

[Aku mau tidur dulu.]

Seli membalas :

[Baik. Tidurlah biar tenagamu cukup untuk malam pertama. Besok, jangan lupa kerja. Tante Yola marah karena kamu absen mendadak dari restoran.]

Esme menghela napas, menaruh ponsel di nakas. Ia melepas alat bantu dengar, lalu perlahan membaringkan tubuh di sisi ranjang.

Untuk sesaat, ia hanya menatap langit-langit. Ada debar aneh yang tak bisa ia usir, seakan seluruh kenyataan belum benar-benar ia terima. Dalam kelelahan, matanya pun terpejam.

Entah berapa lama ia terlelap, sampai sebuah hembusan hangat menyapu pipinya.

Ketika Esme membuka mata, pandangannya langsung bertemu wajah Reinan yang kini menunduk sangat dekat.

Lelaki itu sudah terjaga, kepalanya miring, bertumpu dengan satu siku. Reinan meniup rambut Esme dengan ringan, seperti anak kecil meniup kelopak bunga.

Esme sontak bangkit, duduk setengah panik. “R-reinan? Kamu sudah bangun?”

Reinan tidak menjawab langsung. Ia hanya menunjuk ke telinga Esme dan berkata dengan polos.

“Kamu nggak bangun-bangun, padahal ponselmu bunyi terus. Jadi, aku tiup-tiup saja.”

Buru-buru, Esme meraih alat bantu dengar dan memakainya.

“Maaf, aku nggak dengar,” gumamnya canggung. 

Jantungnya kembali berdegup kencang saat mengecek ponsel. Puluhan pesan baru dari Sela dan Seli memenuhi layar, disertai satu video yang tampaknya terunduh otomatis.

Tanpa sengaja, jari Esme malah menekan ikon putar. Alhasil, suara narator terdengar jelas di keheningan kamar:

[Variasi posisi bercinta sangat penting, untuk menciptakan kedekatan emosional antara suami dan istri.]

“Astaga!” 

Esme hampir menjatuhkan ponsel. Dengan gerakan gugup, ia menekan tombol berhenti dan mematikan layar. Wajahnya memerah semerah delima, panasnya menjalar sampai ke telinga.

Namun, yang membuatnya lebih gugup bukan hanya isi video—melainkan tatapan Reinan yang penuh rasa ingin tahu.

“Apa itu ... bercinta?" tanya Reinan, matanya berkedip dua kali. 

Esme menelan ludah. Tangannya gemetar, sementara otaknya berputar cepat. 

Apa yang bisa ia jelaskan pada pria sepolos anak kecil, sementara wajah dan sosoknya menyerupai tokoh utama dalam drama romansa?

"Kalau bercinta itu seru, aku mau mencobanya, Esme," imbuh Reinan, terlihat antusias.

Risca Amelia

Kalau kalian jadi Esme, jawaban apa yang akan kalian berikan? Yuk, komen dan berikan like serta gems setelah baca ya. Jangan lupa, simpan novel ini di pustaka kalian.

| 1
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Idola Para Wanita

    Setelah bayangan Nelson lenyap di ambang pintu paviliun, Reinan memalingkan wajah pada Esme dengan sorot bersiteguh. Ia menggenggam telapak tangan kanan sang istri, seolah ingin menegaskan sesuatu. “Janji padaku,” bisiknya lirih, “kamu nggak akan bekerja di perusahaan. Kalau kamu bosan di rumah, lebih baik bekerja saja di restoran. Aku akan ikut. Di perusahaan itu… hanya membuat kepala pusing.”Esme menunduk, merasakan hatinya tersentuh oleh kejujuran Reinan yang selalu meyakinkan. “Aku nggak akan bekerja di sana, Rein. Jangan khawatir.”Seakan lega, Reinan menarik napas panjang, kemudian menoleh pada Kailash yang berdiri tegak di dekat pintu. “Paman, bawakan tasku yang ada lego dan buku gambar. Aku mau membawanya.”Kailash mengangguk patuh. “Baik, Tuan Muda.”Tak lama berselang, mereka berjalan bersama menuju mobil yang sudah menanti. Esme menggenggam tas bekal, sementara Kailash menyodorkan tas besar berisi mainan kepada sopir.Namun, Esme mengerutkan dahi saat menyadari pria itu

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Tawaran Berbahaya

    Walau Esme masih terhipnotis oleh penampilan Reinan yang memukau, ia berhasil menarik diri dari pusaran kekaguman. Gadis itu segera tersadar kala Reinan menoleh, menatapnya dengan binar polos.“Apa kamu suka bajuku hari ini? Dan model rambutku? Aku tampan, kan?”Nada suara Reinan terdengar ringan, tetapi ada kesungguhan yang menyusup di balik senyum cerianya. “I-iya, kamu tampan,” jawab Esme sedikit gugup.Mendengar pujian dari sang istri, Reinan tampak puas. “Ini idenya Paman Kailash. Katanya, aku harus pakai baju yang rapi saat bertemu dengan temanmu.”Setelah berkata demikian, Reinan menunduk dan menatap layar ponselnya, pura-pura sibuk bermain game. Namun, Esme tahu betul, suaminya itu masih saja menyimpan cemburu pada Fabian.Tanpa sadar, senyum merekah di bibir Esme. Entah mengapa, sisi manja sang suami justru membuat Esme merasa hangat.Ia duduk bersisian dengan Reinan, dan melayani semua keperluan suaminya itu dengan sabar.Mereka menikmati pagi dalam kebersamaan yang sederha

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Penampilan Menawan

    Wina meneliti liontin emas berbentuk kunci itu sekali lagi. Matanya menyapu setiap detail ukiran halus berbentuk huruf G. Ada sesuatu yang ganjil, yang menusuk rasa ingin tahunya lebih dalam daripada sekadar godaan menjual benda tersebut.Bagaimana mungkin Esme, gadis tuli yang harus jungkir balik membiayai pengobatan ibunya yang renta, bisa memiliki barang semahal ini? Mungkinkah dia mencuri dari rumah orang kaya? Atau menemukannya tercecer di jalanan? Entahlah. Namun di mata Wina, segala kemungkinan itu tetap merujuk pada satu hal: Esme tak pantas memilikinya.Dengan gerakan pelan, Wina menempelkan liontin itu di lekuk lehernya, walau belum berkalung rantai. Dari pantulan cermin, kilau emas murni yang menempel di kulitnya tampak memancarkan aura elegan. Seolah menegaskan dirinya memang dilahirkan untuk hal-hal indah.Mungkin lebih bijak memastikan nilainya sebelum gegabah menjual. Setidaknya, ia akan tahu seberapa besar kemewahan yang pernah tersembunyi di tangan Esme.Tanpa membua

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Petunjuk yang Dirampas

    Sepasang mata Reinan bagaikan cermin yang memantulkan kebimbangan di hati Esme. Alis pria itu merapat, pertanda ia masih menanti jawaban yang tak kunjung keluar.Dalam hati, Esme membatin dengan getir. Jika Reinan tahu betapa kelam masa lalunya, apakah dia masih akan menatapnya seperti itu? Apakah mata yang indah tersebut akan berubah menjadi kecewa?Sambil menahan gejolak di dada, Esme akhirnya membuka suara, “Kak Fabian adalah dokter yang menangani Mama di rumah sakit.”Reinan mendengus kecil, lalu tangannya terulur menggaruk kepalanya yang jelas tak gatal sama sekali. “Kalau dokter, kenapa panggilnya ‘Kak’, bukan ‘Pak Dokter’?” tanyanya, dengan nada datar yang membuat Esme justru semakin merasa bersalah.“Karena aku dan Kak Fabian sudah saling mengenal sejak lama. Dulu rumah kami bertetangga. Dia adalah teman masa kecilku,” jelas Esme hati-hati, takut Reinan semakin salah paham.Reinan tampak diam sejenak, seakan mencerna penjelasan itu. Namun, tatapan matanya tak juga melembut. S

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Teman Laki-laki Lain

    Di tengah taman yang diselimuti kabut putih, Esme melihat ibunya sedang berdiri. Wajah lembut itu memandangnya penuh kerinduan. Bibirnya yang pucat bergetar memanggil tanpa suara.Tangan sang ibu terulur pelan, membawa setangkai mawar putih yang menjadi penawar duka. Namun, saat Esme hendak mendekat, ibunya melangkah mundur. Seorang pria dengan wajah samar menarik lengan ibunya dari belakang. Menyeret sosok rapuh itu menjauh ke dalam gelap yang pekat. Esme berlari, ingin meraih tangan yang selama ini selalu mendekapnya penuh kasih sayang. Akan tetapi, sepasang lengan lain mencengkeram tubuhnya dari belakang. Erat. Tak terelakkan. Ketakutan langsung membekukan nadi Esme kala pria asing itu merengkuh pinggangnya. Dengan suara bariton yang serak, ia berbisik. “Akhirnya, aku menemukanmu… Kamu sudah pernah menjadi milikku, dan mulai sekarang, aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi.”Tubuh Esme menggigil hebat, seakan seluruh raganya hendak runtuh. Ia meronta dengan panik, berusaha me

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Istri yang Dicampakkan

    Dengan kedua pipi merona, Esme menatap Reinan penuh ragu.“Kamu benar-benar mau dicium…seperti pangeran kodok?” tanya Esme memastikan. Suaranya hampir tenggelam oleh rasa malu. Dalam hati, ia tak bisa menepis keraguan yang tumbuh. Pengalaman sebelumnya membuat Esme waspada—Reinan sering mempermainkan perasaannya dengan tingkah polos yang tak tertebak. Siapa yang bisa menjamin malam ini sang suami tidak akan menggodanya lagi? Mungkin, saat ia sudah bersiap menuruti permintaan itu, Reinan akan tergelak dan membatalkan hanya untuk menggoda.Namun, kali ini Reinan mengembungkan pipinya dengan sungguh-sungguh. Matanya mengerjap, bagai anak kecil yang bersikeras mendapatkan hadiah. “Aku mau dicium,” jawabnya tegas bercampur manja. “Kalau nggak, aku nggak mau ikut kamu. Titik.”Esme menggigit bibir bawah, mencoba meredakan debar jantungnya. Perlahan, ia merunduk lalu mendekatkan ke arah Reinan. Jemari Esme yang gemetar menumpu di dada Reinan untuk menahan canggung. Saat jarak mereka han

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status