Tak ada lagi alasan Bu Tiara untuk tidak mengizinkan Yuda dan Dinar sarapan pagi bersama. Sebab, uang yang digunakan adalah uang Yuda.Dinar mengambilkan makan untuk sang suami tercinta. Yah, mungkin sekarang rasa yang ada di hatinya sudah bertukar menjadi cinta dengan semudah itu. Bahkan rambut basah Dinar menjadi saksi percintaan mereka.Juga tidak bisa disembunyikan raut bahagia Yuda pagi ini. Karena setelah penantian beberapa hari, akhirnya ia bisa mendapatkan haknya."Mau lauk agak banyakan?" tawar Dinar.Beberapa kali Yuda selalu sarapan dengan lauk dan nasi seadanya. Bahkan beberapa hari lalu Yuda hanya makan nasi dan sayur karena lauk dibagi ibu dengan sangat tidak adil.Mentang-mentang Sania lagi hamil dan dia malas makan nasi, jadi lauknya dia semua yang habiskan."Secukupnya aja," jawab Yuda.Dinar tetap mengambilkan lauk yang banyak untuk Yuda. Karena bagaimanapun Yuda yang punya hak penuh untuk makanan ini. Masa dia dapat yang sedikit.Bahkan ibu dan bapak mengambil banya
Perkara hutang masih jadi permasalahan. Dan lagi-lagi keluarga Danu berkumpul di rumah ini atas permasalahan tersebut.Yang menjengkelkan, Danu tidak hadir karena mengaku ada dinas luar kota. Di telpon juga tidak diangkat-angkat. Hanya mengirim pesan memberitahu di mana dirinya."Perkara hutang itu gak bisa Sania dong, Ma, yang disalahkan. Lagian Sania gak ikut-ikutan mempersiapkan itu.""Bener, Ibu Besan. Gak bisa Sania. Lagian kami semua gak tau kalau Danu punya hutang sebanyak itu."Bu Tiara dan Sania mengeluarkan kalimat pembelaan."Saya juga gak tau kalau itu. Kan saya gak ikut-ikutan mempersiapkan semua itu." Bu Halimah malah lepas tangan."Ya gimana, Ma? Rentenir itu bakal balik lagi ke sini nagih hutang. Sania takut karena dia bawa bodyguard banyak," rengek Sania pada Bu Halimah.Lagi-lagi, Dinar yang memilih diam malah ikut kena semprot. "Gara-gara kamu! Kenapa juga harus bikin pesta yang mewah kayak gitu kalau
Saat Sania pulang bekerja, pandangannya langsung di sambut aktivitas Dinar yang sedang memakai masker wajah dan berselancar ria di online shop.Hati Sania kian dongkol melihatnya. Saat ia pulang dalam keadaan capek, bisa-bisanya Dinar santai-santai begitu."Pemalas banget sih! Kerjaannya cuma rebahan main hp aja!" hardik Sania sambil melipat kedua tangannya di dada."Sirik bilang," balas Dinar santai.Kini ia mencopot masker di wajahnya lalu meminum jus jeruk segar.Panas-panas memang paling top minum yang manis asem dingin."Sirik? Ya kali ya Mbak. Mending capek kerja dari pada mbak cuma mengharapkan uang suami. Gak ada mandirinya banget."Dinar memutar bola matanya malas. "Suami Mbak mampu menafkahi, kenapa mbak harus kerja?" balasnya."Mau sampai kapan kamu bergantung pada suami?" Suara sahutan bukan dari Sania."Kalau suatu hari suami kamu sakit, di ambil orang atau tiba-tiba selingkuh. Ka
"Hari ini kamu sepertinya tidak fokus."Yuda mendongak. Pak Anwar duduk di depan Yuda yang sedari tadi melamun."Maaf, Pa. Ada sedikit masalah," balas Yuda lalu meraih tablet yang Papa nya berikan."Sedang ada masalah dengan Dinar?" tebak beliau.Yuda hanya membalas dengan senyum simpul. Jarinya mulai fokus pada layar tablet itu melihat semua isinya dengan mata jeli dan otak yang berfikir keras menemukan jalan solusi."Pernikahan kamu dengan Dinar memang tampak tidak bisa berjalan baik ya? Kalian juga baru kenal saat menikah," kata Pak Anwar.Yuda mengalihkan fokus dari tabletnya. "Pernikahan kami berjalan baik, Pa. Aku dan Dinar menikmati saat kami saling melengkapi dan menjalani pernikahan itu," balas Yuda."Terus? Kenapa keliatannya kamu jadi banyak pikiran? Sejak awal papa beritahu masalah utama kita, kamu sama sekali tidak ambil pusing dan mengerjakannya saja. Tapi semenjak resmi menikah, kamu jadi sering tidak foku
"Mas Yuda kok makan sendiri?"Yuda mendongak saat suara sapaan masuk ke telinganya. Saat pandangannya melihat sosok yang berjalan mendekat kearahnya, ia kembali menatap pada makanannya."Iya. Soalnya yang lain udah pada tidur," balas Yuda.Makanan sederhana, sayur tumis sisa makan malam anggota rumah dan nasi putih."Mas Yuda pulangnya larut banget sih. Jadi udah pada tidur. Dinar juga udah tidur ya?"Yuda mengangguk saja sebagai balasan."Mau tambah lauk gak? Atau mau Sania masakin telor ya?"Sambil mengunyah makanan, Yuda menatap Sania. "Kamu mau buatkan makanan untuk tukang parkir seperti saya?" tanyanya tanpa ekspresi yang jelas.Menyembunyikan ekspresi kaget dengan respon Yuda, Sania tersenyum dan duduk di hadapannya."Emangnya kenapa? Buat Sania mas Yuda tuh baik. Kasian malam-malam gini mau makan, tapi istrinya malah ninggalin tidur," tuturnya lembut.Yuda tertawa pelan dengan penuturan
Dinar memasak sampai kewalahan karena begitu banyaknya daftar masakan yang harus ia masak. Sementara sang ibu, justru di ruang tamu sana sibuk berbincang dengan tamu jauh mereka.Ialah adik dan sepupu-sepupu ibunya yang tinggal di luar kota. Mereka mampir karena awalnya tidak sempat ingin menghadiri acara pernikahan."Gila sih ini. Masa di suruh masak sendirian," gerutu Dinar seorang diri sambil tangannya bergerak kesana kemari di dapur."Capek jadi ibu rumah tangga, Nar?" Dinar menoleh saat sebuah pertanyaan ditujukan padanya."Tante Ayana? Gak juga kok. Ini mah biasa," balas Dinar setengah berbohong."Lah ya makanya nikah sama yang pegawai negri biar bisa punya pembantu," celetuk beliau sambil berdiri di dekat Dinar. Tapi tidak ada niat untuk membantu.Gak salah sih ibunya dan Tante Ayana ini adik kakak. Mereka punya perangai yang sama."Udah bagus bakal nikah sama Danu, eh malah milih tukang parkir
"Kamu kok sedih begitu?" Yuda yang baru kembali dengan motor bututnya, di sambut Dinar yang melemparkan senyuman tipis.Dari sorot mata gadis itu, dapat Yuda lihat sakit terpendam."Gak apa-apa, Mas. Dinar baik," balasnya."Kayak banyak orang," kata Yuda saat suara riuh orang-orang yang berbincang di dalam terdengar sampai keluar."Iya itu. Keluarga ibu dari luar kota," jelas Dinar singkat. "Masuk yuk mas. Dinar udah masak loh," ajak Dinar.Yuda hanya mengangguk dan mengikuti langkah Dinar yang lebih dulu melewatinya. Saat melintas di ruang tamu, mata Yuda langsung menangkap banyaknya orang yang duduk di sofa. Bahkan ada anak-anak juga yang bermain kesana kemari dalam ruangan itu. Bekas makanan, bahkan kulit kacang berserakan di mana-mana. Sisa bungkus snack yang berhamburan plus isinya yang hanya tersisa berupa serpihan itu dibiarkan mengotori lantai."Ini suami kamu, Dinar?" tanya salah satu sepupu ibu Tiara
Saat keluar, ruang tamu sudah kosong. Memang katanya mereka semua mau jalan-jalan bersama makan-makan setelah barusan Danu pulang.Dan tentu saja mereka tidak mengajak Yuda dan Dinar."Maaf ya? Gara-gara saya kamu di jauhi sama keluarga," kata Yuda jadi tidak enak.Malam ini harusnya mereka makan malam dengan keluarga besar. Tapi sayangnya pupus karena mereka semua tidak mau mengajak Dinar dan Yuda.Katanya, nanti gak sanggup bayar makanan, dan malah nambah-nambahin beban."Dinar malah lebih suka kayak gini. Keluarga ibu itu hampir semuanya parasit, Mas. Nanti mereka minta bayarin Mas lagi."Dinar bersyukur. Ia tidak mau Yuda di manfaatkan. Liat saja, ia bertaruh mereka akan saling menyodorkan uang tagihan nanti saat makan malam di restoran."Jangan souzon, Sayang.""Gak souzon. Ih, mas gak tau aja. Tante Ayana mah gayanya aja kaya raya. Dia selalu nyuruh orang buat bayarin makanan. Bagus malahan, Mas, kita gak