Share

Suamiku Bukan Tukang Parkir Biasa
Suamiku Bukan Tukang Parkir Biasa
Penulis: KN_Author

BAB 1

"Aku hamil anak Mas Danu!"

Seruan itu tiba-tiba menghentikan perbincangan anggota besar keluarga.

Keluarga yang terlibat dalam acara pernikahan Dinar dan Danu seketika terkejut dengan penuturan adik mempelai h apa-apa.

"Aku harus nikah sama mas Danu, Mbak," ujarnya berkata dalam linangan air mata.

Danu yang tiba-tiba datang membuat orang-orang makin memfokuskan tatapan pada mereka. Bak sudah tau apa permasalahan mereka, Danu mendekat dengan ekspresi marah.

"Sudah kubilang jangan bicara!" bentaknya pada Sania tak peduli keluarga besar di sana.

"Mas?" panggil Dinar menatap calon suaminya itu mencari kejujuran dari matanya.

"Mas Danu! Aku hamil," jerit Sania lagi pada lelaki yang kini terlihat pucat.

Danu memalingkan wajah acuh pada Sania. Ia menghadap Dinar dengan tatapan memohon.

"Ini semua gak sepenuhnya salahku, Dinar. Pernikahan kita akan tetap berlanjut," ucap Danu berusaha mempertahankan pernikahan mereka.

"Gak bisa! Aku hamil, Mas! Kamu yang hamilin aku!" jerit Sania lagi makin histeris.

Aktifitas yang tadinya hangat, kini berubah menjadi tegang. Keluarga besar yang hadir, nampak kebingungan sekaligus terkejut dengan pengakuan Sania.

"Mbak Dinar! Aku dihamili calon suami, Mbak!"

"Gak Dinar! Ini semua karena dia yang menyerahkan tubuhnya. Aku..., aku dijebak olehnya," bantah Danu berusaha berkilah kalau ini tak sepenuhnya salahnya.

Dua argumen yang mendesak Dinar untuk memilih satu kepercayaan. Namun secara sadar otaknya menganalisa.

"Jadi benar kamu meniduri Sania?" tanya Dinar dengan suara serak.

Tatapan Dinar yang selalu teduh pada Danu, kini menatapnya murka.

"Aku tidak sepenuhnya sadar saat itu, Sayang," ucap Danu sambil meraih tangan calon istrinya itu memohon.

"Bohong! Mas Danu bahkan melakukan itu berulang kali! Mas masih gak ngaku?!" teriak Sania tanpa rasa malu.

Dengan suara bergetar, Dinar menghadap Sania. "Jadi kamu benar-benar menggoda Danu, Sania?" tanya Dinar mencoba mencari kejelasan.

Walau hatinya sakit bahkan alam bawah sadarnya masih harus mencerna keadaan yang ia terima saat ini.

"Aku cinta sama mas Danu, Mbak! Kami melakukannya suka sama suka," ungkap Sania tanpa rasa bersalah.

"Teganya kamu sama Mbak, Sania!" desis Dinar

Tiba-tiba suara lantang terdengar. "Danu dan Sania akan menikah!"

"Mama?" Lirih Danu.

"Kami memutuskan Danu dan Sania akan menikah. Kamu harus mundur, Dinar."

"Maksud, Mama?" Dinar menatap tak percaya dengan ucapan calon mertuanya itu.

"Kalau Sania sudah hamil anak Danu, maka dia akan menikah dengan Danu. Itu jalan keluar terbaik," ujar Halimah, mama dari Danu.

Beliau berjalan mendekati Sania dan merangkulnya.

"Kamu yang akan menjadi menantu mama. Kamu tenang ya?" ucapnya dengan nada tenang.

Ia kemudian menatap Dinar yang masih syok dengan keputusan tiba-tiba ini.

"Ini Yuda. Dia putra sulung suami saya yang tinggal di Bali. Pekerjaannya tukang parkir. Ya terima ajalah ya, Dinar. Gimana juga ini demi menjaga nama baik keluarga."

****

Semua berjalan dengan sangat cepat. Bahkan Dinar tidak di berikan kesempatan untuk menolak ataupun membantah aturan keluarga. Walau ada beberapa dari keluarganya, terlihat masih keberatan dengan keputusan sepihak itu.

Pernikahan yang di susun untuk dirinya dan Danu, kini berubah menjadi pernikahan adiknya.

Gaun, pelaminan, dan semua perlengkapan yang dipilih dan dipersiapkan untuk dirinya, di gunakan oleh Sania.

Bahkan gaun impian Dinar, dikenakan oleh sang adik.

Tak ada kata yang bisa mengutarakan rasa yang saat ini menerkam hati Dinar selain sakit. Bahkan ia tak berdaya untuk hanya sekedar menentang atau bahkan memaki Sania yang merebut posisinya.

"Senangnya melihat kamu yang mendampingi Danu."

"Makasih ya, Mama. Udah kasih keadilan untuk Sania."

Obrolan dari luar terdengar jelas oleh Dinar. Bak sengaja di nyaringkan agar ia mendengar itu dengan jelas.

Dinar yang memilih mengurung diri di kamar tersenyum miris mendengar percakapan dari ruang tamu itu.

Keadilan untuk Sania?

Apa hanya tentang keadaan untuk Sania?

Apa hanya Sania yang di anggap terzolimi di sini?

"Sama-sama, Sayang. Memang yang paling tepat untuk Danu itu hanya kamu."

Lagi-lagi percakapan itu terdengar.

Dinar hanya mampu meringis mendengarnya.

Jadi selama ini Bu Halimah tak menginginkan ia menjadi menantunya? Melihat betapa bahagianya beliau dengan kenyataan bahwa Sania lah yang kini menjadi istri Danu.

Percakapan di luar sana terus berlanjut. Bahkan tak ada satupun orang yang mempedulikan dirinya. Seolah pernikahan ini di susun memang untuk Sania.

Bahkan tidak ada yang mengungkit kejadian ini. Di mana pernikahannya di rampas oleh Sania.

Semua orang menganggap seolah itu adalah hal yang benar dan adil untuk Sania.

Tak ada yang mempedulikan keadilan untuk dirinya.

Tiba-tiba pintu terbuka. "Dinar. Ada yang harus kami bicarakan dengan kamu." Ibu masuk dengan senyuman samar menatap Dinar yang duduk di pojok kamar.

"Ayo keluar, Nak," ajak beliau.

Dinar menatap ibunya beberapa saat. Tak adakah rasa ingin membela atau merengkuh dirinya? Ia sedang terluka setelah melambung tinggi dengan harapan akan menjadi pengantin. Namun di hempaskan dengan dzolimnya oleh keadaan.

Bukan!

Bukan dengan keadaan. Tapi dengan keputusan sepihak!

Namun rasanya tak kuat untuk membantah. Bahkan Dinar tidak bisa mengucapkan satu katapun. Ia hanya berdiri dan mengikuti langkah sang ibu ke ruang tamu.

"Nak. Kami ingin kamu tidak mempermasalahkan pernikahan ini ya?" kata mantan calon papa mertuanya yang kini duduk bersama keluarga besar.

Entah kemana Danu dan Sania yang tadi terdengar heboh bercerita.

"Benar, Dinar. Ini sudah takdir!" ketus Bu Halimah.

"Takdir?" Dinar mengulang kata yang di ucapkan Bu Halimah dengan mudahnya.

"Iyalah. Takdirnya bagus sih menurut saya. Danu harus nikah sama yang calon PNS kayak Sania itu loh."

"Ibu!" Pak Anwar menegur.

Beliau kembali menatap Dinar. "Maafkan kami, Dinar. Tapi kami harus menjaga kehormatan keluarga besar kedua belah pihak," tutur beliau lagi.

"Kami juga sudah mewanti-wanti keluarga yang mengetahui akan hal ini agar tidak menyebarkan beritanya."

"Kamu tidak akan bicara apapun di luar sanakan, Dinar? Itu bisa mengganggu karir Sania dan Danu untuk menjadi PNS nantinya," kata ibunya nampak cemas.

Hanya itu rupanya kecemasan yang melintas di benaknya. Tak ada rasa cemas tentang perasaan Dinar dan kemungkinan kejiwaannya terguncang.

Dinar menatap sang ibu yang telah berucap barusan. "Apa cuma itu yang ibu pikirkan?" tanya Dinar untuk kali ini tak mampu lagi diam.

Sedari tadi yang dibicarakan adalah kehormatan dan karir. Tak ada yang mengkhawatirkan tentang perasaannya.

"Itu yang paling penting! Orang yang gak berpendidikan kayak kamu mah gak ngerti!" hardik Bu Halimah.

Dinar mengepalkan kedua tangannya merasakan sakit yang tiba-tiba menjalari aliran darahnya.

"Dinar. Bapak tidak bisa mengatakan apa-apa selain mendukung hal ini. Bagaimanapun, ini menyangkut kehormatan dan masa depan Sania dan Danu."

Dinar menatap bapaknya yang juga tidak membela dirinya.

"Lagian sih ini kita punya rencana kalau ada yang nanya kenapa mempelai perempuannya ganti itu gara-gara kamu yang batalin." Bu Halimah mengendus.

"Bilang aja gitu kalau kamu gak mau nikah sama Danu dan udah kepincut sama Yuda nih. Anak sulung suami saya," jelasnya sambil menunjuk lelaki yang duduk di sampingnya.

Cukup! Ini sudah sangat keterlaluan.

Kenapa semua harus selalu di atur oleh Bu Halimah?

"Enggak!" teriak Dinar. "Tega anda! Setelah menghancurkan perasaan saya! Anda juga ingin mengkambing hitamkan saya!"

Dinar menatap Bu Halimah dengan mata menyala-nyala.

"Dinar. Ibu pikir juga gitu. Ini demi kebaikan karir Sania. Dia satu-satunya harapan ibu untuk masa tua nanti."

"Memangnya Dinar tidak bisa di harapkan? Dinar juga kerja sebelum ini!"

Benar-benar! Apa itu saja yang ada di kepala ibunya! Sejak dulu selalu mengatakan hanya Sania yang bisa menjamin masa tuanya. Hanya karena Sania bisa bekerja di instansi pemerintahan.

Betapa kejam mereka ingin memperlakukannya. Ia tidak akan pernah melakukan itu! Tidak akan pernah!

Setelah ia di sakiti, mereka ingin ia juga di lihat sebagai perempuan yang jahat! Bahkan mereka ingin melimpahkan kesalahan pada dirinya!

"Pokoknya ibu mau kamu nurut! Kalau nggak, kamu bisa cari tempat tinggal lain!" ancam Bu Tiara.

"Ibu kelewatan! Setelah kalian merenggut hari bahagia Dinar, kalian mau mengkambing hitamkan Dinar. Lalu mau mengusir juga?!"

Dinar terbakar amarah.

"Dinar. Tenang dulu. Toh kamu tidak akan tinggal di sini. Kamu akan ikut dengan Yuda ke Bali. Jadi tidak akan dengar apa yang orang-orang bicarakan," bujuk Bapak dengan tenang.

Dinar terperangah dengan ucapan bapaknya barusan. "Kalian semua lebih hina daripada binatang!"

Bersambung....

follow i* @kn_author19

Komen (9)
goodnovel comment avatar
M. Kenzie Widjaya
bagus sekali
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
bagus Dinar bela harga diri mu Dinar buat mereka menyesal Krn menghina mu
goodnovel comment avatar
Tempe
oh, apahal mcm celaka je mak ngn ayah si dinar ni? mak ayah kandung ke ni?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status