Mendengar pengakuan spontan dari Rajendra membuat Catleya tidak dapat menahan tawa. Catleya tidak menyangka masih ada pria sepolos Rajendra di muka bumi. Mana mungkin laki-laki seusia Rajendra tidak mengetahui mengenai hal-hal yang berbau dewasa, kecuali dia benar-benar seorang yang alim. Walaupun tidak pernah melakukan, paling tidak seseorang memiliki pengetahuan lewat buku, artikel maupun film. Di samping itu, Catleya juga tidak percaya bila Rajendra belum pernah berpacaran. Dengan didukung paras tampan dan kantong yang tebal, rasanya mustahil bila tak ada gadis yang berusaha untuk menarik perhatian Rajendra. Merasa ditertawakan, Rajendra menatap heran kepada Catleya. "Apa ucapan saya tadi lucu, Mbak?" Catleya tidak langsung menjawab, karena wanita itu masih berupaya mengendalikan tawanya. Beginilah resiko bila menikah dengan lelaki yang masih bocah biarpun secara fisik sudah terlihat dewasa. Sebagai pihak yang lebih tua, ia harus bisa memahami sisi kekanak-kanakan dalam diri
“Jendra….” lirih Catleya. Sengaja Catleya memanggil Rajendra dengan suara lirih untuk mengetes apakah suaminya itu sudah tidur atau belum. Tak ada sahutan yang terdengar dari lelaki itu, pertanda bahwa ia telah terbang ke alam mimpi. Ternyata Rajendra termasuk tipe orang yang mudah sekali terlelap hanya dalam hitungan menit. Berbeda dengan dirinya yang sulit memejamkan mata bila di sebelahnya ada orang lain. “Sebenarnya dia tidur atau hanya pura-pura?” gumam Catleya bermonolog.Merasa penasaran, Catleya beringsut mendekat kepada Rajendra. Dengan bertumpu pada sikunya, perempuan itu mengintip sang suami. Kedua kelopak mata pemuda itu terkatup rapat tanpa adanya pergerakan sama sekali. Catleya mencoba untuk mengamati Rajendra lebih dekat. Namun, ia malah menjadi gagal fokus saat memperhatikan bentuk wajah, alis, hidung, dan bibir suaminya. Sungguh, seorang lelaki tampan dalam kondisi apa pun tetaplah tampan, bahkan saat ia memejamkan mata. Barangkali jika Catleya bisa melukis, maka
Mendengar itu, Meliana justru memasang ekspresi prihatin sembari melipat tangannya di depan dada. "Kami datang jauh-jauh untuk memberimu ucapan selamat, Kak. Setahuku pengantin baru biasanya penuh kebahagiaan, tetapi kenapa wajahmu masam begitu? Apa kamu mengalami stress berat setelah menjadi wanita desa?” sarkasnya. Sekilas Catleya melihat Adrian menyenggol lengan Meliana agar berhenti bicara. Tindakan Adrian tidak membuat Catleya tersentuh sama sekali. Justru ia ingin menunjukkan kepada lelaki itu bahwa seorang Catleya Wiryawan bisa membela diri tanpa membutuhkan bantuan dari siapapun. “Aku tadi bangun pagi dengan wajah berseri-seri. Tetapi mood-ku langsung hancur saat ada dua lalat pengganggu yang beterbangan di rumahku. Selain bau busuk, lalat itu terus mendengung di telingaku. Aku berencana untuk menggeplaknya dengan raket listrik supaya lalat itu berhenti mengganggu kebahagiaanku,” tandas Catleya menekan setiap kalimatnya. Kini wajah Meliana memanas. Namun, perempuan itu
“Saya memang butuh bantuan dari Mbak Leya, tetapi bukan sekarang. Nanti Mbak Leya juga akan tahu kalau waktunya sudah tiba,” jawab Rajendra penuh teka-teki. Catleya terdiam. Namun, ia mencoba tak ambil pusing dan mengangguk. Mungkin, suaminya ini memang butuh waktu.***** “Jendra, apa kamu akan ke peternakan lagi?” tanya Catleya mengikuti langkah Rajendra yang berjalan menuju dapur. Jika pemuda itu sudah tidak disibukkan oleh pekerjaan, Catleya berencana akan bicara mengenai kepulangannya. Dia juga akan memesan tiket bus agar secepat mungkin bisa meninggalkan desa Purwabinangun. Catleya bertekad untuk mengurus keperluannya sendiri agar tak selalu merepotkan Rajendra. “Iya, dua jam lagi saya akan kembali ke kandang untuk mengawasi penyuntikan vaksin. Mungkin saya pulang agak malam,” kata Rajendra sembari mencuci tangannya dengan air sabun. “Ayam juga perlu divaksin?” tanya Catleya heran. Catleya memang tidak tahu-menahu cara memelihara hewan yang menjadi makanan favorit sebagi
Dalam beberapa detik, Catleya mengerjap-ngerjapkan mata lantas mencubit tangannya sendiri di bawah meja. Ketika merasakan kulitnya tertarik, barulah Catleya yakin bahwa ia tidak bermimpi di siang bolong. Ternyata dewi fortuna sedang berpihak kepadanya hingga Rajendra tiba-tiba mendapat pekerjaan di kota! Meski senang bukan kepalang, Catleya lantas berpikir keras. Bila Rajendra turut serta pindah ke Jakarta, artinya mereka akan tinggal serumah lagi. Bukannya dia benci kepada Rajendra, tetapi Catleya tidak ingin terbawa perasaan jika serumah terus dengan sang suami. Pasalnya dengan jurang perbedaan usia yang cukup jauh, tidak mungkin bagi mereka untuk menjalani pernikahan sungguhan. Di samping itu, Rajendra nampaknya lebih tertarik mengurusi ayam dibandingkan memikirkan masalah cinta...? “Apa kamu akan bekerja di perusahaan peternakan juga? Lalu bagaimana dengan usahamu sendiri di desa ini?” tanya Catleya penasaran. “Pekerjaan saya tidak ada hubungannya dengan ayam, Mbak. Soal pe
Bukannya ikut bersemangat, Catleya justru menguap lebar. Kedua kelopak matanya mendadak terasa berat dan minta untuk dipejamkan dengan segera. Mungkin ini merupakan efek samping dari perutnya yang sudah kekenyangan. Atau bisa jadi dia terlalu bosan mendengarkan informasi yang disampaikan oleh Ineke.“Ley, kamu masih mendengarkan aku?” tanya Ineke merasa diabaikan.“Sorry, aku tiba-tiba ngantuk banget, Ke,” jawab Catleya sambil menguap untuk kedua kalinya.“Ish, bisa-bisanya menguap di saat aku bicara serius denganmu. Aku sumpahin kamu nanti jatuh cinta dengan CEO baru kita,” sembur Ineke.“Itu tidak mungkin terjadi, karena kami beda alam,” jawab Catleya sekenanya. Mana mungkin dia bisa jatuh cinta sedangkan melihat rupa CEO saja belum pernah. Seandainya suatu hari mereka tak sengaja berpapasan di lobi atau lift, paling hanya dianggap angin lalu saja. Mustahil ada adegan jatuh terpeleset atau tabrak-menabrak yang berujung cinta, seperti dalam serial drama. Itu semua hanyalah imajinasi
Mengetahui ada lelaki lain yang menelepon istrinya, entah mengapa Rajendra merasa tidak suka. Pemuda itu pun meraih ponsel Catleya dan bermaksud untuk menerima panggilan tersebut. Namun selang beberapa detik, Rajendra mengurungkan niatnya. Bisa jadi Catleya akan marah bila ranah pribadinya diusik oleh orang lain. Akhirnya, Rajendra mencoba lagi untuk membangunkan Catleya. Kali ini, dia menggoyangkan lengan Catleya lebih kencang dari sebelumnya, tetapi wanita itu masih tak bergeming. Catleya malah mencebikkan bibirnya, seolah kesal karena ada yang berani mengganggu tidurnya. Merasa gemas sendiri, Rajendra pun berpikir untuk membangunkan istrinya itu dengan cara yang sedikit ekstrem. Sementara Catleya yang masih tidur nyenyak memimpikan seorang pria mendatanginya. Wajah pria itu tidak jelas seperti terhalang oleh bayang-bayang hitam. Lambat laun pria itu semakin mendekat hingga bibir mereka berdua hampir menempel. Bukannya menolak, Catleya justru tidak berkutik sama sekali. Dia su
Catleya hanya termangu saat Rajendra menyinggung soal konsep pernikahan. Memang idealnya pernikahan itu adalah sekali untuk selamanya, tetapi pada kasus mereka hal ini tidak bisa diterapkan. Mana mungkin mereka terikat seumur hidup sementara tak ada perasaan yang mendasarinya. Jika dipaksakan sekali pun, hasilnya malah akan menyakiti mereka berdua.“Aku setuju dengan pemikiranmu, Jendra, tetapi kasus kita berbeda. Kita menikah demi meraih tujuan masing-masing, bukan untuk bersama selamanya. Kamu masih muda dan punya banyak kesempatan untuk mengenal gadis lain yang sebaya denganmu. Saat kamu bekerja di Jakarta nanti, kamu bisa….”“Tapi saya tidak mau melakukan perselingkuhan. Saya akan menghargai status saya sebagai suami dan saya berharap Mbak Leya juga melakukan hal yang sama. Pernikahan kita tidak dibatasi dengan waktu,” potong Rajendra.Setelah berkata demikian, Rajendra pergi begitu saja dari hadapan Catleya dengan ekspresi kesal. Membuat Catleya semakin bingung ada apa dengan sua