“S-saya harus membuka baju Bapak?” tanya Catleya dengan mata melotot.Kendati Catleya sedang berakting menjadi wanita agresif, tetapi ia tidak akan berbuat sejauh ini. Memang tadi pagi ia sempat mengancingkan baju sang suami, tetapi untuk membukanya dia belum pernah. Apalagi sampai menyentuh langsung kulit Rajendra dengan jemari.Otomatis ingatan Catleya kembali semasa mereka masih di desa, di mana Rajendra pernah membuka baju sehabis mereka kehujanan. Saat itu saja dia malu bukan kepalang, lalu bagaimana ia harus menghadapinya sekarang? Bohong jika pikirannya tidak akan ke mana-mana bila harus mengusap perut kotak-kotak Rajendra. Hanya saja untuk situasi yang genting seperti ini, dia harus mengesampingkan semua rasa malu. Prioritas utamanya saat ini adalah menolong Rajendra yang sedang kepayahan. “Leya, cepatlah, saya sudah tidak tahan,” pinta Rajendra ingin menggaruk lagi ruam di kulitnya.“I-iya, Pak, sebentar.”Mau tak mau Catleya menuruti perintah Rajendra untuk membuka kemeja
Nyonya Nandini sedang mengantar Meliana untuk melakukan perawatan menjelang hari pernikahannya. Setelah apa yang dialami sang putri, Nyonya Nandini memang ingin menyenangkan hati Meliana. Tentu saja dengan menggunakan uang dari hasil penjualan perhiasan yang masih tersisa.“Bagaimana kulitku, Ma? Apa kelihatan putih dan lebih berkilau?” tanya Meliana.“Iya, Sayang. Adrian pasti semakin tergila-gila padamu karena kamu akan menjadi pengantin paling cantik,” puji Nyonya Nandini secara berlebihan.“Kalau begitu, aku mau mau mencoba perawatan kolagen dan juga DNA salmon. Aku akan ke dalam lagi, Ma..”Sebelum Meliana melakukan niatnya, Nyonya Nandini terlebih dahulu menahan tangan putrinya itu. Jujur, ia tidak tega menolak keinginan Meliana, tetapi sayang persediaan uang yang dia punya sudah menipis.“Mel, lebih baik kita pulang. Lain kali saja kamu melakukan perawatan, atau kamu bisa minta kepada Adrian saat kalian berbulan madu nanti,” ujar Nyonya Nandini.“Justru aku mau melakukan sekara
Tuan Chandra dan Nyonya Tiara baru saja turun dari mobil. Hari ini mereka ada janji makan siang bersama dengan sahabat lama mereka, yaitu Danu Bestari. Dahulu mendiang istri dari Danu Bestari, yaitu Elisa Bestari, juga merupakan teman dekat Nyonya Tiara. Bisa dibilang kedua pasangan suami istri itu sangat akrab satu sama lain.“Bagaimana kabarmu, Danu? Setelah lima tahun tinggal di Canada, kamu semakin awet muda saja,” puji Tuan Chandra.“Kamu bisa saja, Chandra. Justru selama berada di sana, aku merasa cepat tua karena jarang sekali makan nasi,” canda Tuan Danu.“Kalau begitu makanlah yang banyak, mumpung kami mentraktirmu di restoran Sunda,” kekeh Tuan Chandra.Mereka bertiga lantas mengobrol banyak hal seraya memesan makanan. Selang beberapa menit kemudian, seorang gadis bertubuh tinggi semampai berjalan memasuki restoran itu. Cara jalan gadis tersebut sangat luwes, bagaikan seorang model yang sedang berlenggak-lenggok di atas catwalk. Baju, make up, dan heels, yang dia kenakan ju
Selepas Rajendra berlalu, Catleya masih saja kepikiran dengan perkataan lelaki itu, sampai-sampai ia menjatuhkan semua alat tulisnya ke lantai. Entah sudah ke berapa kali Rajendra menyinggung soal kehamilan dan punya anak. Dan Catleya merasa ucapan Rajendra memiliki makna ganda, terutama menyangkut kata “istri”.Bila dipikir lagi hanya dia sekarang yang menyandang status sebagai istri Rajendra. Meski begitu mereka berdua sepakat untuk menghindari hubungan ranjang. Apakah ini artinya Rajendra akan mencari istri baru yang bersedia melahirkan anak untuknya?‘Apa dia berniat menjadikan Maharani sebagai istri kedua? Atau jangan-jangan dia memberikan sinyal kepadaku untuk ….’Catleya langsung menggeleng-gelengkan kepala untuk mengusir pikirannya yang melantur. Entah kenapa dia malah membayangkan hal yang tidak-tidak, padahal Rajendra sudah menunggunya di bawah. Mungkin saja lelaki itu akan marah karena ia membuang-buang waktu.Benar saja, ketika Catleya baru saja masuk ke lift, Rajendra sud
Sepulang dari kantor, Ibrahim bergegas pergi ke sebuah hotel. Ia sudah memiliki janji temu dengan dua orang wanita yang akan berperan penting dalam rencana besarnya nanti. Ibrahim yakin langkah pertamanya untuk mengguncang perusahaan Chandra Kirana akan mendulang sukses. Lelaki paruh baya itu pun duduk sembari memesan kopi hitam favoritnya. Tak berselang lama, Johan, anak buah kepercayaan Ibrahim datang bersama dengan dua orang wanita. Yang satu kira-kira berumur empat puluhan akhir, dan satunya berumur dua puluhan. Johan langsung mengarahkan mereka ke meja tempat Ibrahim berada.“Selamat malam, Pak Ibra, ini Ibu Nela dan Lita yang akan menjadi talent kita,” ucap Johan memperkenalkan mereka kepada Ibrahim.Tanpa berjabat tangan, Ibrahim mempersilakan kedua wanita tersebut duduk berhadapan dengannya. Sebelum percakapan dimulai, Johan terlebih dahulu memperlihatkan konten video yang pernah dibuat oleh ibu dan anak itu. Ibrahim menyaksikannya dengan seksama untuk menilai seberapa bagus
Khawatir terjadi sesuatu pada Rajendra, Catleya bergegas menerobos masuk. Ia pun membuka pintu dan langsung menghampiri sang suami yang sedang berendam di bathtub. Catleya tak lagi memikirkan rasa malu, karena yang ada di pikirannya hanyalah kondisi kesehatan Rajendra. “Bapak kenapa? Apa Bapak demam, gatal-gatal, atau pusing?” cecar Catleya. Saking paniknya, perempuan itu menangkup pipi Rajendra, lalu menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk melakukan pemeriksaan. Karena tak menemukan tanda-tanda yang berbahaya, Catleya lantas memajukan wajahnya untuk mengamati kulit Rajendra. Jangan sampai ada gejala alergi yang terluput dari pandangan matanya. Hanya saja tanpa ia sadari, Rajendra yang semula diam justru ikut bereaksi. Tangan Rajendra yang basah mendadak terulur untuk menyentuh pipi Catleya, hingga wanita itu berjengit kaget. “A-apa yang Bapak lakukan?” tanya Catleya gugup.“Memeriksa apakah kamu sehat. Sejak kemarin tingkahmu sangat aneh, dan sekarang wajahmu kelihatan p
“Kenapa Bapak tidak bertanya kepada Pak Haikal, Pak Johan, atau Bu Olive? Mungkin mereka tahu nomer ponsel atau alamat tempat tinggal Sarah yang baru. Bapak juga bisa mengecek ke media sosial,” tanya Catleya. Ia merasa lega karena tugasnya mengoleskan salep akhirnya selesai.“Kalau saya bertanya kepada mereka, artinya ini bukan misi rahasia. Saya juga sudah mengecek ke media sosial, tetapi tidak ada keterangan maupun berita yang jelas mengenai Sarah. Dia bukan model atau artis yang populer seperti Maharani,” jawab Rajendra sambil mengenakan baju.Catleya jadi bingung sendiri mendengar kenyataan ini. Jika tidak bisa menelusuri lewat media sosial, lalu ia harus mencari informasi ke mana lagi? Mungkinkah ia harus menyewa seorang detektif untuk mencari jejak Sarah?“Jangan berpikir untuk melibatkan orang lain, karena misi ini harus kamu sendiri yang melakukan. Waktumu untuk menemukan Sarah adalah dua minggu,” kata Rajendra seolah bisa menebak arah pemikiran Catleya.“Dua minggu? Bagaiman
Meski menggerutu di dalam hati, Catleya tetap menjalankan perintah tak masuk akal dari Rajendra. Anggap saja ini sebuah kesempatan baginya untuk berjalan-jalan ke pantai daripada merasa suntuk sendirian. Lagi pula pekerjaannya juga tidak banyak di kantor.Sebelum pergi, Catleya mengirim email kepada seluruh manajer untuk mengingatkan meeting hari ini. Kemudian, ia memesan ojek motor untuk membawanya pulang ke apartemen. Sungguh, Rajendra membuatnya harus bolak-balik seperti setrika. Ia yakin di sekitar lokasi ada apotek yang menjual obat serupa, hanya saja Rajendra memang gemar mempermainkan dirinya.Setibanya di apartemen, Catleya mengambil obat alergi milik Rajendra lantas memesan taksi yang akan mengantarnya ke Ancol. Di tengah jalan, ia terjebak kemacetan yang cukup panjang. Daripada bosan menunggu di dalam taksi, Catleya mencoba mengecek media sosial milik Maharani. Ia yakin wanita itu sudah memposting kegiatannya di lokasi syuting kepada para follower.Benar saja. Begitu membuka