Tampaknya kemarahan wanita itu belum juga mereda. Sejak pagi, belum ada sapaan di antara mereka. Hal itu membuat Ian merasa tidak enakan. Besok seharusnya mereka sudah bisa pulang sebab jadwal yang mereka rencanakan sudah terselesaikan dengan baik.Pria itu kemudian ke luar tanpa memberi tahu istrinya. Ia meninggalkan Ai yang kembali mengurung diri di kamar mandi sambil mendapat siraman air shower. Tubuhnya mulai menggigil sekarang. Ia tak ingin lagi mendapat perhatian dari pria itu sehingga ia memilih untuk ke luar sendiri.Tangisannya kembali terdengar. Ia masih tak terima jika diperlakukan Ian sesuka hatinya. Memang benar jika mereka adalah suami istri, namun hubungan mereka tidak pernah sedekat itu untuk sebebasnya melakukan apapun.Entah telah terkena penyakit apa, wanita itu mulai takut disentuh oleh pria sekarang. Ia bahkan mulai kepikiran dengan kepulangannya nanti. Ia takut jika Ana akan tau apa ayng telah terjadi di antara mereka, mungkinkah dirinya akan disiksa kembali?Sesa
Danny tampak keheranan dengan Elvina yang selalu menghilang akhir-akhir ini. Jejaknya juga tidak terlihat membuat rasa penasarannya semakin meningkat.Rald yang baru saja kembali dari kampus barunya segera ia panggil ke sana untuk menggantikan dirinya. "Bang, apa kuliah itu enak?""Ada enak dan tidak enaknya, Rald. Santai saja, semua pasti berlalu, kok." Menjawab dengan santai sambil terus mencari kunci mobil yang sebenarnya ada di tangan Rald sejak tadi."Enaknya apa, Bang?""Punya teman dan relasi yang lebih luas, pengalaman-pengalaman yang lebih menyenangkan dibanding masa sekolah di SMA. Nanti juga kamu tau sendiri.""Oh begitu. Kalau tidak enaknya?""Rald." Mengembuskan napas dengan kencang untuk membuang rasa kesalnya. "Kamu akan tau itu nanti. Jalani saja dulu. Kalau ada hambatan baru tanyakan padaku dan orang dewasa lainnya."Rald seketika tertawa menyaksikan raut wajah pria itu. Dengan segera, ia berlagak telah menemukan kunci itu lalu memberikannya pada Danny."Bang, kamu ma
Semua orang menyambut kepulangan Ana sekarang. Hampir seluruh kerabat diundang untuk menyambut kedatangan gadis itu.Ai memberikan satu set pakaian untuk suaminya. Namun, pria itu malah sudah menyiapkan pakaiannya sendiri."Loh, Mas beli sendiri bajunya?""Iya, semuanya. Tadi iseng pergi ke mall, soalnya kan tidak ada kabar dari kamu. Ya sudah, ngeliat ada yang bagus, langsung deh aku belikan."Ai manggut-manggut. Ia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. "Mas, mau pakai sepatu yang mana?""Aku juga sekalian belikan sepatu tadi. Biar matching dengan pakaiannya."Lagi, Ai hanya bisa mengangguk tanda setuju. Ia tidak begitu mempermasalahkan hal itu lagi dan mulai mengurus dirinya sendiri sekarang.Beberapa detik setelahnya, Ian menyemprotkan parfume yang baunya tidak biasa. Hidung Ai tentu saja sensitif. Ia segera meninggalkan aktivitasnya kemudian mendekat pada pria itu."Mas, kok masih dipakai parfumenya? Kan, sudah lama tidak dipakai, aku juga sudah bilang kalau hidungku sensitif de
Danny amat sangat mengkhawatirkan keadaan Elvina yang kian hari semakin aneh dan berbeda. Kali ini, wanita itu malah hanya tiduran tanpa mau bicara dengan siapapun.Merasa lelah, ia pun memanfaatkan keberadaan karyawan satu-satunya."Berapa pesanan yang dibuat hari ini? Dia mau tau itu, Elvina. Bangun dan jelaskan sendiri padanya sekarang. Segeralah!" Pria itu benar-benar berusaha membangunkan Elvina dari malas-malasannya."Astaga! Kalian semua benar-benar mengganggu. Apa tidak boleh nanti saja?" balas wanita itu yang kini telah bangun. "Lagian, tadi malam juga sudah aku jelaskan padanya."Danny tertawa kecil. Ia benar-benar senang dengan amarah yang dirasakan oleh wanita itu. Bagaimana tidak, ia bahkan tengah menipunya sekarang."Oh iya, dia bahkan sedang kuliah. Kenapa aku tidak terpikir?" Elvina segera menjatuhkan dirinya kembali di sofa untuk tidur. Ia tidak lagi peduli dengan cara Danny mengganggunya."Cepatlah! Bangun dan makan dulu. Setelah itu baru bisa lanjut tidur. Nanti Ai
"Woi, Bang. Tolong bantuin aku ngerjain ini, dong. Ada tugas praktek, nih." Rald yang memang selalu menjadi pengganggu di kala ketenangan Danny.Pria itukemudian tersenyum tanda setuju. Elvina juga datang untuk meminta bantuan. Mereka harus mengantarkan pesanan kepala pelanggan mereka.Danny juga menurut, namun sebelum itu ia memerintahkan Rald untuk segera pulang. Ia tidak mau jika sampai lelaki itu berduaan dengan Tiffany. Ia juga tahu jika di antara keduanya saling ada ketertarikan walau sama-sama belum menyadari."Iya, Bang, iya. Aku akan pulang sekarang. Tapi sebelum itu, Abang juga harus berikan aku beberapa lembar uang. Mamah dan Papah lagi di luar kota, aku mau beli makan malam.""Rald, biasakanlah untuk masak sendiri. Belajar mandiri mulai sekarang. Kamu tidak harus selalu mengandalkan orang lain dalam kehidupanmu. Kamu juga tidak boleh terlalu manja!""Lah, memangnya siapa yang manja, Bang?""Itu tuh, kemauan kamu yang sangat tidak jelas. Memangnya apa enaknya makanan di luar
Mengingat perlakuan manis sang suami berhasil membuat Ai tersentuh dan tak lagi terlalu mencurigainya. Ia tak ingin menuntut banyak hal untuk sekarang. Mungkin, Ana dan Ian butuh waktu untuk benar-benar saling melepaskan.Bunga pemberian Ian ia foto dan jadikan wallpaper sekarang. Senyuman di wajahnya tak kunjung hilang. Cokelat yang ia dapatkan juga ia nikmati sekarang. "Tumben kamu makan cokelat pagi-pagi begini," tanya Rainy iseng sebab dirinya harus mengantarkan sang menantu ke kantor.Ya, itu adalah perintah dari Mario yang terlalu mengkhawatirkan Ai. Pria itu benar-benar telah menganggap Ai seperti putrinya. Sehingga untuk saat ini, tatkala Ian sibuk dengan urusannya, mereka berdua yang akan mengantar dan menjemput wanita itu bekerja."Aku dapat dari Mas Ian, Ma."Rainy terdiam menatap sang menantu. Ia tidak terlalu bahagia untuk hal itu, namun tetap memasang senyum seperti yang diharapkan oleh wanita itu."Kamu tidak boleh percaya begitu saja ya, Ai. Apapun keadaannya, kamu har
Elvina tertegun melihat penampilan Danny yang cukup rapi. Baru kali ini, ia melihat pria itu lengkap dengan dasinya."Biasanya juga pakai jas, kemejanya tidak dikancing," ledek wanita itu segera mengambilkan air dingin untuk pria itu."Astaga! Aku tuh capek seharian, jangan diejekin lagi," balas Danny yang keringatnya bahkan mengucur sangat deras sekarang.Terdiam selama beberapa saat, Danny tidak begitu memperhatikan jika sejak tadi, Elvina sudah datang, bahkan pesanannya juga sudah ada di depannya. Hal itu cukup membuat wanita itu tercengang sebab tidak biasanya."Hei, bengong mulu. Kenapa hari ini, ada acara apa? Tumben juga rapi.""Huft!" Menghela napas panjang sambil dengan tangan yang mulai bergerak untuk mengacaukan penampilannya.Tiffany segera mendekat dengan kamera ponselnya. "KIta selfie dulu, selfie, Bang."Rald yang baru tiba segera mendekat lalu ikut berfoto bersama. Kedua pria itu tampak tidak bersemangat setelahnya. Wajahnya benar-benar murung dan kusam."Muka kalian tu
Rainy yang memang baru saja kembali dari acara pertemuan teman-teman sosialitanya memutuskan untuk sekalian menjemput Ai di kantornya. Namun, melihat kemacetan yang begitu parah, ia pun memutuskan untuk membiarkan wanita itu menyeberang ke arahnya sebab gedung itu berada di seberang jalan.Dari kejauhan, tampak jika Ai melambaikan tangannya yang juga segera dibalas oleh Rainy. Keduanya masih berbincang melalui sambungan telepon."Jangan tergesa-gesa, Nak. Santai saja. Atau, kamu tunggu di sana saja, deh. Mama ragu dengan kamu, takut kenapa-kenapa loh.""Tidak apa-apa, Ma. Aku bisa sendiri, kok. Tenang saja, tunggu aku ya, Ma." Wanita itu menjawab dengan santai di seberang sana.Sampai akhirnya, lampu merah menyala, semua orang hendak menyeberang. Ai segera melajukan langkahnya sebagai orang pertama. Anehnya, tidak satu pun ikut bersamanya. Hal itu membuatnya mencoba memperhatikan ke belakang yang memerintahkan dirinya untuk segera menyingkir. Tidak begitu fokus, ia akhirnya sadar den