Mario sedang melakukan perjalanan bisnis dengan mmebawa sang istri bersamanya. Hal itu tentu saja segera sampai ke telinga Ana dari informasi yang diberikan oleh Ian.
Tampaknya, pria itu sama sekali tidak mendapat efek jera walau sudah dikecam oleh sang ayah. Ia bahkan memerintah gadis itu untuk segera datang dan memenuhi hasrat kerinduan mereka.Namun, sebelum itu terjadi, Ai segera mengambil ancang-ancang untuk segera berlalu dari sana. Tangannya ditarik oleh Ana dan dipaksa duduk."Kamu kenapa? Cemburu, ya? Pengen ngerasain jadi aku? Kasihan ya, status istri tapi posisinya malah kayak pembantu!"Mulut gadis itu memang benar-benar tidak terkontrol. Ia bicara sesenang dan sepuas hatinya."Hentikan! Aku sama sekali tidak ingin berurusan dengan kalian, tidak ada untungnya." Ai mencoba membalas."Kenapa? Lalu, kenapa memasang wajah muram begitu? Malas dengan keberadaan kita di sini? Ya sudah, kamu boleh ke luar, tapi makan ini dulu'WANITA MANDUL!' Tulisan besar yang terpampang di dinding ruangan Ai bekerja. Ia sungguh terkejut melihat hal itu. Siapa yang telah berani dan tega melakukannya? Tersadar dan memang sudah dapat ditebak jika itu adalah ulah dari Ana.Gadis itu tampak mendekat dan segera duduk di depan saudarinya. Ia tersenyum jahat sambil memicingkan tatapannya."Jangan terlalu banyak menangis. Tidak ada yang mengharapkan tangisanmu di sini." Ucapan yang amat sangat jelas menusuk telinga dan ulu hati Ai."Hei, memangnya kamu tau dari mana kalau aku tidak bisa hamil?" tanya wanita itu dengan nada penuh kepasrahan."Ya, buktinya, sudah enam bulan kalian menikah, tidak ada tanda-tanda kamu hamil, kan?""Ka-kamu ..." Ingin sekali rasanya, Ai membantah tuduhan itu. Namun, ia juga tidak harus membuka betapa buruknya pernikahan yang sedang dia hadapi di depan banyak orang."Ai, gara-gara kamu dan wajah sedih kamu itu, di mana-mana aku terus yan
Ai tersenyum pahit melihat apa yang sedang direncanakan oleh Elvina sekarang. Sesungguhnya, ia tidak tega, namun sikap kedua lawannya yang selalu saja semakin buruk membuatnya tidak tahan.Wanita itu tampak memeluk Ai membuat keduanya saling meneteskan air mata penuh haru. Bagaimana tidak, Ai adalah teman pertama bagi Elvina, begitu juga dengan Ai."Kita harus pergi dari sini sekarang," ajak Ai kemudian."Tidak. Aku akan tetap di sini. Sebentar lagi mereka akan datang. Aku juga harus tetap memastikan dan mengganti posisi kamera setiap harinya." "Jangan setiap hari, Elvina. Niat buruk ini tidak harus terjadi sepanjang hari. Aku tidak ingin terjadi sesuatu dengan kita berdua oleh karena ulah mereka lagi," jelas Ai memberi peringatan.Elvina tampak mengangguk sambil memberi isyarat untuk membuat Ai bergerak pergi dari sana. Masih beberapa langkah Ai ke luar dari sana, ia sudah bisa mendengar suara Ana dan Ian yang segera membuatnya bersembu
"Ayo," ajak Ian yang sudah berdiri di depan kantor Ai dengan mobilnya. Penampakan yang sangat jarang di mata semua orang. Ai tidak segera setuju, ia hanya melihat pria itu dengan tatapan aneh. Sungguh rasanya sangat membingungkan."Ayo, kenapa malah bengong?""Sudah, sudah, kamu bareng Ana saja. Antar dia pulang. Aku bisa kok sama Danny." Ai mencoba menolak dengan santai sebab tidak mau bermasalah dengan pria menyebalkan ini."Heh, Raihana Hendy, yang jadi suami kamu itu siapa? Aku atau office boy itu? Sudah, sini cepat masuk," tegas Ian membuat Ai tak lagi bisa menolak.Ia semakin terpaku tatkala melihat Ana yang masuk ke mobilnya sendiri tanpa terlihat rasa masalah dan cemburu sedikit pun. Hal yang belum pernah dilihat oleh Ai."Kita berangkat.""Ke mana?" Lagi-lagi, Ai mengeluarkan pertanyaan yang sangat mengherankan bagi pria itu."Ya pulang ke rumah, memangnya maumu ke mana-mana dulu, gitu? Mau ke mana mem
Danny menatap Ian dan Ai yang turun dari mobil bersama-sama. Kebersamaan itu memang sungguh mengherankan. Sejak lama mereka menikah, ini pertama kalinya bagi semua orang. Tidak terlalu heran jika keduanya menjadi bahan tontonan sekarang.Ada rasa sedih di hati Danny sebab mungkin harapannya untuk berada dekat dengan Ai tak seluas dulu lagi. Mungkin, pekerjaannya sebagai office boy dan sopir, hanya sebatas itu saja. Tak lagi ada kesempatan untuk melindungi wanita itu apalagi memastikan bahwa Ai memang baik-baik saja."Kamu senang kalau diantar jemput?" tanya Ian yang sudah merasa sangat bangga dengan apa yang ia lakukan saat ini."Tidak terlalu. Aku sudah biasa mandiri, mungkin diantar jemput menjadi satu hal yang berbeda." Ai menjawab dengan sejujurnya."Jangan terlalu angkuh. Setidaknya berterimakasihlah karena aku telah mengantarkanmu. Kamu bisa naik mobil mewahku, kamu juga disopiri langsung oleh pria tampan sepertiku. Keren memang," sambung pria itu sambil mengibaskan anak rambutny
Ai tampak sangat terkejut, ketika Ian datang ke kantornya kemudian memberikan buket bunga dengang kotak hadiah ulang tahun di tangannya. Wanita itu tentu saja kaget. Ia tidak sedang berulangtahun sekarang."Untuk Tante Ica," terang pria itu membuat Ai tidak jadi mengidap penyakit jantung."Oh! Astaga! Aku baru ingat ternyata Tante Ica ulang tahun hari ini," balas Ai yang tertawa canggung kemudian menerima hadiah itu dengan senang hati. "Kenapa kamu tidak ikut saja?""Aku sedang ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan malam ini. Aku nitip, ya? Acaranya jam enam nanti. Kalau aku ikut, tidak akan ada waktu sepertinya.""Jam enam? Kenapa aku tidak tau? Bagaimana ini ... ck! Aku bahkan belum sempat mencarikan hadiah untuk kado," cemas wanita itu sekarang."Makanya jangan terlalu kaku. Sesekali baca pesan di grup, jadi kamu juga tau apa yang sebenarnya tengah terjadi. Otak kamu juga terupdate akan berita saat ini."Wanita itu mengangguk setuju sekarang. Entah mengapa, perasaannya sangat
"Mas?" panggil Rainy dengan nada sendu sebab suaminya melintas begitu saja ketika ia masih membereskan semua sampah di rumah itu."Mas Mario?" panggilnya lagi. Kali ini, wanita itu segera terisak dan terduduk jongkok dengan keadaan lemas.Mario yang mendengar namanya dipanggil pun segera menoleh dan berhenti sesaat."Ada apa memanggilku?""Apa Mas masih sangat marah padaku? Aku sudah minta maaf atas perbuatan salahku itu. Aku tau, aku salah dan terlalu jahat pada Ai. Tapi itu semua hanya niat untuk pendekatan, Mas. Dibalik itu semua, suatu hari nanti, aku akan dekat dengannya dan tau apa yang dia butuhkan sebenarnya."Penjelasan panjang lebar itu sejenak membuat Mario merasa iba."Dari semua yang telah terjadi, apa yang sangat kamu sesali? Hukuman karena menyamakanmu dengan pembantu?""Tidak, Mas. Aku hanya tidak suka ketika dianggap tidak dianggap ada. Padahal kan, sudah jelas, jika aku adalah istrimu." Rainy semakin terisak sekarang.Mario kemudian mengajaknya untuk bangkit. Ia membe
"Papa ... kalian ngapain ke sini?" Pertanyaan yang sebenarnya lebih tepat ditujukan untuk dirinya sendiri.Ai hanya diam. Ia menatap Mario, menyerahkan situasi saat itu apda sang ayah mertua."Kenapa nih, kamu yang ngapain di sini? Ada kerjaan apa lagi di sini sih, Ian. Papa tuh sudah capek ya ngomongin sama kamu. Jaga nama baik keluarga kita. Kalau perbuatan baik kamu tidak ingin diekspos, setidaknya perbuatan jahatmu juga!"Pria itu tampak sangat kecewa."Papa, dengarkan aku dulu," pinta Ian sekarang."Tidak menerima alasan. Sekarang juga kamu ikut pulang. Segera!" perintah Mario tegas kemudian masuk ke dalam mobil. Ia mengemudi.Sementara Ai, ia masih memeriksa ke arah sekitar. Ia sungguh ingin melihat dengan mata kepalanya sendiri akan keberadaan Ana di sana. Namun, sejak tadi ia mencari masih tetap tidak ada hasil."Ai, kenapa bisa datang ke sini?" tanya Ian berbisik.Pria itu menarik istrinya menjauh sambil memberi ancaman dengan mencengkeram lengannya. Tentu saja, ia ingin menda
"Iya, aku sudah tau semuanya. Kalian ingin liburan, kan? Pergilah," ujar Ana.Belum sempat Ai mengucapkan sepatah kata untuk memberikan penjelasan, gadis itu malah sudah menyiapkan jawabannya."Kita makan bersama sekarang!" titah gadis itu kemudian memperhatikan Danny yang tengah bekerja. "Yuk, kita makan di luar. Bawa bosmu," perintahnya."Siap, Bu," jawab Danny yang merasa sangat curiga sekarang.Selama dalam perjalanan, kedua orang itu benar-benar diam dalam sepi. Tidak ada percakapan di antara mereka.Di sebuah kafe, tampak jika Ian sudah lebih dulu tiba di sana. Ia bahkan sudah membuat pesanan yang sama untuk semua orang dan hanya Ai yang sangat tidak menyukainya."Aku tidak ingin makan makanan berminyak seperti ini di pagi hari, aku pesan yang lain, ya?" tawarnya."Hallah, manja sekali. Memangnya kamu siapa sampai berniat buang-buang makanan seperti ini? Kamu lupa kamu siapa? Pekerjaan kamu juga ada karena ayahku, jadi tidak usah berlebihan!" seru Ana yang segera memberi perintah