MasukDi luar rumah bernuansa minimalis, terlihat dua mobil memasuki bagasi rumah dengan cepatnya. Mereka pun keluar dari mobil secara bersamaan, seperti ada hal yang mendesak yang mengharuskan mereka harus cepat sampai ke dalam. "Lah, lo juga ke sini Dev?" tanya Bima saat melihat besannya baru saja keluar dari mobil bersamaan dengannya. Sedangkan pria paruhbaya itu tersentak karena tidak menyadari keberadaan temannya itu. "Astaghfirullah lo ngagetin gue terus sih, Bim. Untung aja jantung gue masi normal," omel Devan tanpa menjawab ucapan dari Bima. Pria paruhbaya itu memang sedikit cerewet. Membuat Bima yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas sabar. "Diem lo Dev gausah ngomel kayak emak-emak, ayo masuk udah ditungguin di dalam. Gue gamau ya gara-gara lo, guetidur diluar. Kalau mau ngomel sana sama mobil lo aja." Kesabaran Bima setipis tisu sekarang. Dia benar-benar lelah akan pekerjaannya ditambah oleh ocehan besannya itu membuat kepalanya ingin meledak seketika. Suara pintu terde
"Bunda gak habis pikir sama kalian!" omel Kirana saat kedua anaknya telah tiba di ruang tamu yang ada di rumah Damian. Rencana ingin membahagiakan diri malah di buat kaget dengan tingkah kedua anaknya itu. Dia tidak habis pikir dengan apa yang terjadi di rumah ini sampai-sampai mereka pisah kamar. Padahal niat mereka menyuruh pindah rumah supaya lebih dekat malah kaya gini. "Kenapa si Kir?" tanya Rina heran dengan kelakuan Kirana yang tiba-tiba marah, setelah berpamitan padanya untuk mengikuti keduanya. "Aku gak habis pikir sama mereka Rin, masa udah nikah masih pisah kamar." Perkataan Kirana membuat Rina yang ada disana pun otomatis menatap keduanya. "Beneran kalian pisah kamar?" tanya Rina memastikan ucapan dari Kirana. Kedua pasangan suami istri itu hanya terdiam, Azura tertunduk lesu Merasa bersalah pada orangtuanya. Padahal mereka harusnya tahu banyak hal yang harus di pertimbangan setelah pernikahan dadakan itu. Mereka benar-benar kecolongan saat kedatangan kedua w
Di kediaman sepasang suami istri terdapat sebuah mobil memasuki rumah minimalis itu. Turunlah dua orang wanita paruhbaya dari dalam mobil itu. Setelahnya mobil itu bergegas meninggalkan pekarangan rumah itu. "Rin, aku udah lama banget ya gak ketemu anak-anak kanget banget aku sama si Azura," ucap salah satu dari wanita paruhbaya itu. Mereka memang sudah berencana mengunjungi kedua anaknya tanpa sepengetahuan mereka. Mereka pun sepanjang jalan tidak habis akan obrolan tentang anak-anaknya. Segala hal mereka obrolkan tanpa ada henti. "Aku mah udah beberapa kali ketemu mereka. Si Azura selalu ngebujuk Ayahnya buat bawa si mony kesini, Kir." Rina menceritakan hal konyol yang dilakukan anaknya itu pada ayahnya. Hal itu membuat Kirana menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Dia memang ada aja tingahnya gak kebayang pasti banyak alesan yang dia gunain buat bisa keruamh ayahnya." Membayangkan hal itu membuat keduanya tersenyum. Namun Kirana menghentakkan kaki seperti anak muda. "Mere
"Bi Rusti nyebelin banget deh, gue udah kaha gak punya muka sekarang di hadapan pak Damian. Mana muka gue jelek banget lagi tadi," dumel Azura sambil menatap pantulan dirinya di cermin yang ada di kamarnya. Sejak kejadian tadi Azura segera berlari menuju kamarnya karena malu akan penampilannya. Dia benar-benar tidak menyadari keberadaan pria itu di meja makan. Kalau tahu pasti Azura akan berkemas dulu sebelum keluar dari kamar. "Sialan pasti dalam hatinya pak Damian ngetawain gue tadi huaa malu banget gue." Azura jalan menuju kasurnya dan menangkupkan wajah di balik bantal. Entahlah rasanya seperti makan sop dengan banyak garam. Azura terus menggerutu di kamarnya, padahal perutnya sudah lapar karena tidak makan sejak pulang dari kampusnya. Melisa yang notabennya temennya itu malah tidak menyediakan apa-apa di rumahnya membuat Azura sungguh kelaparan sekarang. Deringan ponsel terdengar begitu nyaring, Azura terdiam di tempat. Setelahnya langsung mengambil ponsel yang ia simpan di n
"Hua, cape banget badan gue. Padahal gak habis buat kegiatan tapi kok rasanya kaya cape banget ya," ucap seorang gadis yang baru sajah meninjakkan kakinya di kamarnya. Setelah mengunjungi kediaman Melisa, mereka memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Azura diantarkan oleh Rena karena memang tidak membawa mobil, alias belum dia ambil semenjak kejadian itu terjadi. Mengingat mobil kesayanganya membuat Azura terdiam di kasur. "Si Mony gimana ya keadaannya? Gue telepon ayah aja lah. Siapa tau ada ilham bisa ngasih mobil gue." Azura segera mengambil ponselnya dari dalam tasnya untuk menghubungi sang ayah. Dia segera menghubungi Ayahnya tanpa menunggu lama sudah di angkat dari sebrang sana. Azyra mendekatkan ponselnya kearah telinganya. Namun, dia mengerutkan dahinya mendengar suara ibunya. "Hallo, Zura." Sapa orang disana dengan pelannya. Seolah memastikan Azura mejauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang ia hubungi sekarang. Tertera nama Ayahnya yang ada disana. "Hallo,
Brak"Dosen sialan! Udah syukur gue mau disuruh sama dia. Dengan seenak upil malah hukum gue padahal cuma 5 menit. Gedek gue lama-lama sama dia," ucap seorang gadis sembari melemparkan buku di atas meja. Orang-orang yang ada disana tersentak kaget mendengar gebrakan di meja itu. Fokus mereka berpusat kepada Azura yang masih dengan wajah memerah menahan amarah dengan mulut tidak mau diam. "Azura! Bisa santai gak sih kaget gue." Rena yang ada di meja itu menatap tajam ke arah Azura. Namun, dihiraukan oleh pemilik namanya. Sedangkan Azura terduduk di dekat kursi yang di duduki temannya itu. "Udah diem deh, Ren. Kalau gue gunung udah meletus kali, kesel banget gue mana hukumannya sejibun lagi." Azura menatap lesu ke arah buku yang harus ia pahami dan dijadikan proposal itu. Rena yang mendengar itu hanya bisa menghela nafasnya, sembaki menatap iba nasib sial yang selalu temannya itu. Dia mengelus pundaknya dengan pelan. Seolah menenangkan temannya itu. "Yaudah, nanti gue bantuin deh n







