Teresia serta Arga dibuat bingung saat bangun di pagi harinya, di apartemen tersebut tak ada lagi sosok Revo. Entah jam berapa pria itu pergi pagi tadi, namun saat Arga memeriksa ke dalam kamar dan setiap ruangan di apartemen adiknya, pria itu tak Arga temui. "Mungkin keadaannya sudah sehat, dan dia kembali bekerja" ujar Arga menebak saja. Teresia mengangguk singkat, sesungguhnya ada yang mengganjal di hatinya atas kepergian Revo yang sangat mendadak pagi ini. Sedangkan tengah malam tadi ia tak sengaja bertemu Revo, dan Revo mengatakan sesuatu tentang Arga sebelum kemudian pria itu pergi meninggalkannya. Ekspresi dan sikap Revo juga terlihat berbeda dari Revo yang biasa tersenyum dan ceria hingga mungkin Teresia pikir moodnya sedang tidak stabil karena pria itu masih dalam kondisi kurang sehat. "Kenapa melamun?" Arga menjentik pelan kening Teresia membuat kesadaran wanita itu kembali dan menatap Arga dengan tatapan kesalnya. "Ck! Aku gak enak aja, kita di sini sementara pemilik
"Pengecut! Laki-laki pengecut!" Revo meninju kaca di depannya hingga benda itu pecah tak beraturan dan membuat buku-buku jarinya berdarah karena beberapa serpihan kaca merobek kulitnya. Revo menyandarkan keningnya pada kaca di depannya. Air matanya menetes perlahan jatuh membasahi pipinya. Ia sangat membenci dirinya sendiri yang bersikap pengecut karena tak berani menemui Arga dan Teresia. Sudah sebelum subuh tadi, Revo meninggalkan apartemennya dan pergi ke kantor lebih dulu. Revo tak siap melihat Arga dan Teresia keluar dari kamar yang sama dengan senyum di bibir mereka dan bersikap sangat ceria di depannya mengabaikan bagaimana hatinya yang hancur melihat kebahagiaan kedua orang itu. Revo tak menyukainya, Revo tak menyukai rasa sakit yang bersarang di dadanya. Ia tak siap mendengar kabar bahagia dari Teresia dan Arga lebih tepatnya. "Aku tidak pernah tau mencintai itu rasanya sesakit ini!" Revo mencengkram kaos di bagian dadanya dengan erat. Sejak tadi pikirannya terus berke
Teresia selalu menolehkan kepalanya ke berbagai sisi. Ia tak sedang dikerjai Arga bukan?"Kenapa?" Arga bersuara karena sedari mereka memasuki pintu masuk taman bermain, Teresia tak berhenti menoleh dan menatap bingung pada sekelilingnya."Tempat ini gak tutup kan? Kenapa cuman ada kita berdua di sini, gak ada pengunjung lain" kebingungannya akhirnnya Teresia suarakan."Karena aku menyewa tempat ini sampai satu hari ke depan!" ujar Arga dengan nada santainya.Langkah Teresia terhenti dan ia menatap Arga degan bibir terbukanya. "Hah?! Kamu sewa tempat ini?"Arga ikut berhenti melangkah dan menata Teresia dengan senyum lebar, memamerkan kesombongan yang dimilikinya."Dengan uang aku bisa melakukan apapun" bisik Arga di depan wajah Teresia yang masih menatapnya dengan raut terkejut.Teresia mendengus dan memutar jengah bola matanya "daripada kamu membuang uangmu dengan mengkosongkan tempat ini, l
"Pagi Chef!" Teresia menyapa riang pada dua Chef rumah Ayah mertuanya yang tengah sibuk di dapur itu. "Pagi Nyonya" sapa Chef Radit dan Artur yang tak kalah semangatnya dengan Teresia, kehadiran Teresia dan sikap ceria gadis itu membuat dapur terasa lebih hidup. "Anda terlihat sedang bahagia sekali Nyonya" tebak Chef Radit dengan nada menggodanya membuat Teresia tersipu malu. "Keliatan ya?" kekeh Teresia dan mengambil bakwan udang yang baru saja matang di atas piring. "Wajah anda itu seperti buku yang terbuka Nyonya, kami bisa mudah membacanya" tambah Chef Artur dengan tawa gelinya. Teresia merona, yaa bagaimana tidak bisa menahan wajah bahagianya jika sejak semalam saat ia dan Arga pulang ke rumah, pria itu bersikap manis dengannya, meski Teresia tak tau mengapa Arga mendadak berubah menjadi lebih manis dengannya namun Teresia menyukainya. Bahkan saat tertidur pun pria itu memeluknya dan menggenggam tangannya sepanjang malam. Belum lagi pagi tadi sebelum Arga berangkat bekerja,
Ketika mendengar suara mobil, Teresia tak tahan untuk tak melihat ke jendela namun saat yang datang dan keluar dari mobil bukan orang yang ditunggunya, bahunya lemas seketika. Ini sudah hampir jam makan malam, namun Arga belum juga kembali ke rumah. Pria itu juga tidak mengirimkan dia pesan apapun. Sementara Ayah mertuanya juga sedang tidak di rumah sejak kemarin karena pria itu berkata ingin memeriksa anak perusahaannya yang berada di kota lain, Ayah Romi mengajak Tenzo untuk ikut serta bersamanya hingga kini di rumah Teresia sangat kesepian. Suara mesin mobil kembali terdengar dari luar rumah, hingga Teresia kembali mengintip dari jendela siapa yang datang. Berharap bahwa itu adalah mobil Arga, namun bukan pria itu yang keluar dari mobil jenis SUV berwarna hitam itu terparkir di depan rumah mertuanya dan sosok yang keluar dari dalam mobil membuat kedua mata Teresia terbuka lebar. "Revo?!" Teresia bangkit dari sofa ruang tamu untuk menghampiri adik iparnya yang datang. Sejak ia
Hari ini begitu terasa sangat panjang, Arga yang harus menyelesaikan pekerjaannya lebih lama dari hari biasanya pun sudah tak betah untuk ingin segera pulang ke rumah."Punggungku terasa seperti akan patah!" Arga melonggarkan otot-otot tubuhnya, duduk selama berjam-jam untuk menyelesaikan pekerjaan serta menandatangani surat-surat yang masuk sungguh membuatnya lelah.Baiklah, hari ini sudah selesai, Arga akan pulang dan memeluk Teresia, tempatnya untuk membuang semua penat yang ada di pundaknya.Bibirnya menyunggingkan senyum hangat hanya dengan memikirkan wanita itu.Di kantornya hanya tinggal tersisa beberapa pegawainya saja, karena sebagian besar karyawannya sudah pulang lebih dulu.
'Plak!'Teresia berhasil melayangkan tamparannya pada pipi Revo.Napasnya memburu hebat.Revo sendiri yang baru saja mendapat tamparan dari Teresia mendadak terpaku. Pria itu tau hal ini lah yang akan didapatinya."Lo tuh sadar gak sih sama apa yang barusan lo omongin?!" geram Teresia kemudian mengalihkan pandangannya dari Revo, ia tak bisa menatap Revo dengan pandangan sama lagi setelah pria itu dengan jelas mengungkapkan perasaan padanya."Sangat sadar! Mungkin setelah ini kamu akan membenciku, aku sudah memikirkan resikonya. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang ada di hatiku selama ini!" jujur Revo, sua
Jam sudah menunjukan pukul sebelas malam, dan kehadiran Arga pun tak Teresia jumpai.Melihat kembali ke dalam ponselnya di mana banyak panggilan yang ia lakukan untuk menelepon Arga pun tak suaminya itu angkat."Apa yang sedang Arga lakukan?!" kesal Teresia menekan rasa khawatirnya karena tak mendapat kabar apa-apa dari Arga.Teresia pun memutuskan untuk tidur di kamar, berharap saat ia bangun nanti pria itu sudah pulang.Sedangkan Arga di tempat lain, tengah dibawa Fredy ke dalam kamar hotel di clubnya dalam keadaan setengah sadar.Sedari tadi Arga menangis dan meracau mengatakan betapa sakit hatinya karena mendengar perasaan yang Revo punya pada Teresia sedangkan dirinya sendiri belum bisa mengungkapkan perasaannya sendiri."Kalau gitu pulanglah dan katakan perasaanmu padanya!" geram Fredy karena merasa direpotkan akan kehadiran Arga di club miliknya."Tidak, tidak, aku takut melihat h