Share

6. Sebuah permintaan

Penulis: Muninggar88
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-08 20:26:00

Aku masuk ke dalam kamar menyusul suami yang katanya ingin segera membersihkan badannya.

Baru saja aku melangkah ke dalam kamar dengan pintu yang sengaja tidak tertutup dengan sempurna.

"Iya sayang, Mas juga sudah tidak sabar untuk kita hidup bersama."

Seketika langkah kaki yang membawa diri ini terhenti dengan sendirinya. Dada ini berdentum hebat hingga cairan bening tak terasa mengembun di sudut mata.

"Iya, sayang, pokoknya kamu harus sabar dulu. Mas akan secepatnya mengambil keputusan untuk hidup kita berdua. Iya, Mas akan janji. Jangan merajuk begitu, nanti cantiknya malah tambah berkali lipat loh."

Astaga apa ini. Apa telingaku tidak salah mendengar. Apa benar ucapan Mas Irwan barusan adalah sebuah rayuan yang sudah jelas ia utarakan untuk perempuan lain. Jujur saja hatiku sangat panas mendengar kata-katanya tadi. Pada istri yang sudah membersamainya sekian tahun. Mau menerima kondisinya seperti apapun dan juga telah menemaninya dari nol dari titik terendah, tidak pernah ia berkata manis atau sekadar memuji dan berterimakasih kepadaku.

Perempuan seperti apa yang sudah membuat suamiku mencoba untuk memutar haluan. Sehebat apakah ia sehingga mampu menggeser kedudukan ku yang jelas-jelas sudah bertahan lama dengan Mas Irwan sedari ia berada di titik paling rendah dalam hidup yang pernah kami jalani bersama.

"Bunda, kenapa?" tanya putra kecilku karena aku yang tiba-tiba menghentikan langkah ketika sudah berada di depan pintu masuk kamar yang kami tempati selama tinggal di rumah ini.

Sambil mencoba menetralkan perasaan di dalam sini. "Alif janji sama bunda, ya. Kalau nanti ayah belum menyapa Alif dulu, Alif tidak boleh menganggu ayah. Kasihan ayahnya baru saja pulang pasti capek." Susah payah aku menenangkan hati ini juga putra kami. Aku tidak mau jika kejadian tadi kembali terulang. Sikap Mas Irwan yang menolak putranya sendiri dan juga sikap acuhnya sudah cukup mengoyak hati ini. Semoga hal yang serupa tidak terjadi dan dirasakan oleh putraku ini.

Aku bersumpah jika suamiku sendiri, ayah kandung dari anak-anakku dengan sengaja dan tega melukai hati keduanya. Sampai kapan pun tidak akan pernah aku lupakan dan maafkan.

Aku menghapus jejak air mataku sebelum akhirnya aku kembali melanjutkan langkah ini untuk masuk ke dalam kamar kami.

Sepertinya Mas Irwan juga belum menyadari keberadaan ku dan juga putranya. Dia juga tidak sadar jika telinga ini tengah menangkap deretan kalimat yang seharusnya itu tidak pernah terucap pada mulut pria yang sudah beristri kecuali pria tersebut, entahlah. Aku harus segera mendapatkan bukti yang kuat membuatku bisa menyimpulkan jika Mas Irwan benar adanya telah bermain hati dengan perempuan lain.

"Mas, Aku mau bicara sama kamu," ucapku menyapa dulu dan mencoba untuk membuka percakapan dengan dirinya. Pria berkulit sawo matang itu baru saja keluar dari kamar mandi dan menatapku sekilas. Mata ini mengikuti gerak tubuhnya. Aku masih menunggu mulutnya itu bersuara.

Setelah beberapa menit aku menunggu suamiku itu. Akhirnya ia datang untuk mendekat ke arahku. Aku sengaja menunggunya di dekat jendela kamar ini. Aku berusaha menjauh dari ranjang tempat kedua anak kami sedang terbuai dalam mimpi indah mereka. Bukan tanpa alasan kami semua masih sering tidur satu kamar seringnya Mas Irwan tidur di kamar yang berbeda semenjak kehadiran Latifah putri kedua kami. Alasan ibu mertuaku itu adalah agar tidak boros tempat dan juga listrik tentunya karena anak-anakku juga masih berusia balita. Padahal di rumah ini masih ada dua kamar yang masih kosong. Ya, begitulah memang sifat dan juga kelakuan dari ibu mertuaku itu. Sadar atau tidak sadar harusnya ia menyadari jika seluruh kebutuhan di rumah ini aku jugalah yang ikut menanggungnya.

"Rum, Aku mau ngomong sama kamu," ucap suamiku ketika jarak di antara kami hanya sebatas satu jengkal.

Mas Irwan seperti ingin menyampaikan sesuatu hal yang penting. Itu tebakan dari isi kepalaku. Dia nampak sedikit gugup namun berusaha tetap bisa untuk menguasai dirinya sendiri. Beberapa kali aku menangkap dirinya yang berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya dan kemudian dia buang secara perlahan.

"Mau bicara apa kamu, Mas? Sepertinya penting?" tebak ku yang sok tahu ini.

Aku membenarkan posisiku sebelum siap untuk mendengarkan apa yang akan dikeluarkan oleh mulut suamiku ini.

"Rum, Maaf, Mas harus menyampaikan ini. Mungkin ini memang yang terbaik untuk kita ..." Ucapannya terjeda. Kenapa perasaanku juga mulai was-was dan ada debaran yang syarat akan kegelisahan yang tiba-tiba menghampiri diri ini.

"Rum, Mas mau kita pisah. Mas rasa, kita sudah tidak ada kecocokan lagi." Apa aku tidak salah dengar. Kenapa cahaya bulan yang begitu bersinar malam ini justru mendatangkan petir yang tiba-tiba saja menyambar.

"Maksud kamu apa, Mas? Apa yang tidak cocok maksud kamu?" Tanpa sadar air mata ini menetes tanpa menunggu komando terlebih dahulu. Aku sangat membenci kebodohanku dan juga kenapa aku harus menunjukkan air mata ini di hadapannya seolah aku telah menunjukkan ketidak berdayaan ku padanya.

"Apa karena sudah ada perempuan lain?" Sambung ku karena ia belum juga kembali untuk bersuara.

"Bukan begitu?"

"Bukan begitu bagaimana, Mas? Apa belum cukup pengorbananku selama ini untuk kamu jug keluargamu ini? Apa semua yang sudah aku lakukan tidak pernah ada nilainya dan nampak di matamu?

Jawab, Mas!" Paksa ku ingin agar dia menjelaskan alasan yang tepat kenapa tiba-tiba ia meminta agar kami bisa berpisah.

"Kamu diam, itu tandanya memang sudah ada perempuan lain yang berhasil mengantikan posisiku. Apa dia jauh lebih hebat dari aku, Mas? Aku yang sudah bersusah paya membiayai pendidikanmu hingga kamu bisa memperoleh kedudukan mu yang sekarang. Apa belum juga cukup aku berkorban untuk menunda memiliki anak hanya demi mendukung kariermu dan untuk membuat keluargamu bangga atas kamu.

"Rum, dengarkan aku."

"Apa lagi yang ingin kamu perdengarkan kepadaku, Mas?

Belum cukup permintaanmu ini melukai perasaanku dan pastinya juga anak-anak kita." Aku meninggalkan pria yang sudah aku temani dari posisinya belum seperti ini. Bahkan perjuanganku ini seolah sia-sia karena aku tidak mendapatkan apa-apa selain luka. Justru perempuan lain yang entah siapa dan bagaimana dia yang tiba-tiba justru datang merenggut dan menikmati hasil yang selama ini aku perjuangkan tanpa mengenal lelah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Lebih Memilih Pelakor   43. Ekstra part 3

    Seiring waktu terus bergulir semua keadaan pun mulai berbalik. Irwan sudah berusaha untuk menerima nasib dan keadaannya yang sekarang. Pria itu sudah mulai menerima apa yang ada di depannya saat ini karena yang sudah jauh pasti akan sangat sulit untuk bisa dijangkau kembali.Semua mulai berdamai dengan keadaan.Setelah beberapa tahun berlalu. Irwan akhirnya memutuskan untuk kembali bersatu dengan Adelia. Keduanya meresmikan hubungan secara negara dan juga agama.Ratna yang sudah lama pergi dan menghilang akhirnya kembali ditemukan meski dengan kondisi yang sangat memperihatinkan. Berbagai cara sudah diupayakan oleh Bu Nur untuk memulihkan kembali kondisi putrinya itu hingga ia sendiri tidak memperhatikan kondisi kesehatannya di usianya yang sudah lanjut itu.Setelah Ratna mulai sedikit membaik. Takdir berkehendak lain. Bu Nur harus pergi meninggalkan anak cucunya untuk menghadap Ilahi. Kesedihan tentu saja datang menyelimuti keluarga yang baru saja merasakan sedikit pulih dari keadaan

  • Suamiku Lebih Memilih Pelakor   41. Ekstra part 2

    Adel yang terlihat panik segera membersihkan tumpahan yang ada di pakaian Irwan juga pakaian yang ia kenakan dengan menggunakan tisu yang sengaja sudah ia bawa dari rumah.Adel melihat ke sekeliling area itu dan tidak ada yang membuatnya curiga.Adel kembali melihat ke arah Irwan yang masih duduk di atas kursi rodanya. Nampak kedua tangan Irwan mengepal setelah melihat aka yang ada di depan matanya. Tidak bisa dibohongi bagaimana perasaan Irwan yang melihat orang yang pernah ada di dalam hidupnya berjalan dan bersanding dengan pria lain dengan pancaran penuh dengan kebahagiaan.Akhirnya luluh juga embun yang tadi menjadi kabut di mata Irwan. Sakit yang teramat kembali hadir usai luka yang sebelumnya belum mengering sempurna."Mas kamu baik-baik saja? Apa kamu kita pulang saja?"Irwan terdiam. Pria tersebut masih sibuk dengan kegundahan hatinya. Irwan ternyata masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Rumana kini telah menjadi milik orang lain.Andai saja dulu ia tidak tergoda dengan r

  • Suamiku Lebih Memilih Pelakor   40. ekstra part

    Waktu begitu cepat berlalu ....Dengan pertimbangan yang matang-matang Bu Nur memutuskan untuk mencari keberadaan Adel. Bukan tanpa alasan melainkan untuk bisa membantunya merawat Irwan.Dengan susah payah akhirnya Bu Nur menemukan Adel dengan kondisi yang cukup miris. Adel yang hanya sebatang kara harus hidup terkatung-katung di jajanan. Miris. Sangat berbanding terbalik dengan Adel yang sebelumnya. Kulit mulus karena rajin perawatan salon, telah berubah menjadi kulit kusam dan lebih gelap karena paparan sinar matahari dan juga debu di jalanan.Bu Nur menemukan Adel saat kondisinya memperihatinkan usai kecelakaan yang dialami oleh mantan menantunya akibat terserempet oleh mobil."Mas, kamu makan dulu." Adel menghampiri Irwan di kamarnya. Pria yang dulu dengan penampilan perlentenya itu kini sudah berubah menjadi pria dengan kulit yang membungkus tulangnya.Dengan telaten Adel merawat pria yang dulu pernah me-ratukannya. Daripada hidup di jalanan lebih baik ia tinggal kembali bersama

  • Suamiku Lebih Memilih Pelakor   39. End

    Karena diterpa emosi yang bertubi-tubi membuat Irwan tidak bisa berpikir dengan jernih. Tanpa pikir panjang dan mempedulikan siapapun. Irwan langsung mengusir Adel beserta dengan putrinya---Angel.Sudahlah pusing karena sakit hatinya ditinggal Rumana menikah. Terlebih yang menjadi suami baru mantan istrinya itu adalah mantan kakak iparnya. Irwan merasakan sakit hatinya yang begitu dalam.Sudah beberapa hari usai kejadian yang tidak terduga dan datangnya bersamaan. Irwan menjadi sosok yang tiba-tiba pendiam. Irwan memilih berdiam diri di dalam kamarnya. Pandangan matanya kosong. Berhari-hari Irwan bahkan tidak mau memasukkan satu apapun ke dalam lambungnya. Mantan suami Rumana itu juga nampak sering uring-uringan tanpa sebab. Kejadian tersebut berlangsung berhari-hari yang tentu saja membuat Bu Nur yang usianya tidak lagi muda menjadi kerepotan. Untung saja masih ada tetangga mereka yang bersimpati hingga ada dari mereka yang menyarankan agar Bu Nur segera membawa putranya itu untuk b

  • Suamiku Lebih Memilih Pelakor   38. Memuai apa yang ditanam

    "Sah.""Sah.""Alhamdulillah ....""Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jama'a bainakumaa fii khoir."Di dalam ruang tamu rumah Rumana prosesi ijab kabul telah usai dan berjalan dengan lancar.Usai akad selesai, kedua mempelai dipertemukan di depan seorang penghulu dan tentunya disaksikan oleh para saksi dan tentu oleh wali.Semua tamu undangan dipersilahkan untuk menyicipi suguhan yang telah disediakan oleh tuan rumah."Rum, kamu cantik sekali," puji Hendra pada perempuan yang kini telah halal baginya. Rumana yang mendapatkan pujian dari suaminya itu sontak pipinya bersemu merah. Meski sebelumnya mereka telah saling mengenal lama. Namun kondisi dan situasi yang berbeda yang membuat keduanya sama-sama saling salah tingkah."Rum, Mas Hendra sudah ditunggu para tamu di depan," seru Nia dari balik pintu kamar Rumana. Sementara kedua anak Rumana asyik dengan teman baru mereka karena banyak tamu di rumah mereka yang membuat anak-anak kecil tersebut merasa senang karena rumah yang biasa

  • Suamiku Lebih Memilih Pelakor   37. Hari bahagia Rumana

    Di rumah Rumana. Di sana mulai banyak berdatangan tamu terkhusus keluarga dan juga tetangga dekat rumahnya. Toko yang ada di dekat rumahnya sengaja tutup untuk hari ini begitupun dengan toko onlinenya semua kegiatan transaksi sengaja diliburkan oleh Rumana atas saran dan juga nasihat dari Ibunya. Acara di rumah tersebut sudah di mulai sejak pagi tadi yakni berupa acara pengajian dan dilanjutkan sore hari yakni acara lamaran Rumana dari Hendra."Mbak Rumana cantik banget. Pangling banget loh. Gak kelihatan kalau sudah ada dua anaknya," celetuk salah satu pegawai Rumana yang memang datang untuk bantu-bantu acara di rumah tersebut."Bisa saja kamu ini, Lin.""Benar kata Lina, Rum. Kamu memang cantik banget hari ini," ucap Nia membenarkan apa yang diucapkan oleh salah satu pegawai yang bekerja di tempat Rumana."Pasti Mas Hendra pangling.""Kamu bisa saja, Nia." Rumana sengaja mengundang Nia dan juga keluarganya untuk datang ke rumahnya agar bisa menyaksikan acara penting di dalam hidupny

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status