"Kenapa balik lagi om," tanya Rania yang melihat Rafi kembali memasuki mobilnya dan mulai melajukan mobilnya tanpa menjawab pertanyaan dari Rania.
"Saya antar kamu pulang, dimana alamat rumah kamu," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan dari Rania. "Om mau antar saya pulang?" kata Rania yang tidak menyangka. "Iya," jawab Rafi singkat. "Terus bagaimana dengan acara keluarga om?" tanya Rania penasaran yang tiba-tiba ingin mengantar Rania pulang. "Saya tidak jadi ikut, saya pikir kalau saya menolong kamu tidak boleh tanggung- tanggung," kata Rafi kembali. "Tanggung bagaimana om?" bingung Rania. "Loh mas, kok tidak jadi ikut acara dirumah, emangnya tidak dimarahin ibu sama bapak?" kata Pak Diman saat mobil Rafi melewati depan pos satpam. "Iya pak, saya tidak jadi ikut, terimakasih sarannya ya," kata Rafi yang membuat Satpam itu berfikir sejenak dan tidak lama tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Rafi. "Ayo pak, saya pamit duluan ya," kata Rafi yang tersenyum pada pak Diman. "Monggo mas, hati-hati ya jangan sampai lecet anak gadis orang," canda satpam itu yang diangguki dan senyum dari Rafi, pak Diman buru buru membuka gerbang untuk membiarkan mobil Rafi keluar. "Om," kata Rania. "Hem," cuek Rafi. "Om, belum jawab pertanyaan saya," ragu Rania saat melihat sikap dingin Rafi "Pertanyaan yang mana," dingin Rafi. "Kenapa om mau mengantar saya, dan bagaimana dengan acara om, saya tidak apa-apa tidak usah diantar sebentar lagi teman saya datang kok," alasan Rania untuk menolak tawaran Rafi. "Saya tidak mau gara-gara saya, om harus batal dengan acara om," jelas Rania yang merasa tidak enak dengan Rafi. "Memangnya kamu sudah menghubungi teman kamu," balik tanya Rafi melirik ke arah dimana Rania berada. Rania tidak berani menjawab karena memang dia tadi sudah berusaha menghubungi Sinta tapi belum ada jawaban. "Belum ada jawaban kan dari temanmu itu," tebak Rafi yang ternyata benar. Rania masih membisu yang tidak bisa menjawab tebakan Rafi. "Sudahlah, tidak baik jika wanita pulang sendiri, lagian saya juga berterima kasih sama kamu yang sudah bisa menjadi alasan untuk saya tidak mengikuti acara itu," Rafi menghela nafas berat yang tidak luput dari pantauan mata Rania. "Maksud om?" tanya Rania yang tidak mengerti. "Sudahlah, tidak usah kamu pikirkan, oh ya kamu sudah makan?" tanya Rafi yang kini kepalanya menoleh ke belakang kearah Rania. "Tidak usah om, saya nanti makan dirumah saja," tolak Rania . "Memangnya kamu tidak lapar, habis lari kejar kejaran sama penculik itu, pasti tenaga kamu juga sudah habis," kini kepala Rafi sudah berbalik ke arah depan kembali untuk fokus menyetir, tapi dia masih menunggu jawaban dari Rania. "Tidak om, saya belum lapar kok," Rania masih berusaha untuk menolak tawaran Rafi. Krucuk krucuk, ternyata perut Rania tidak bisa berbohong jika dia sedang lapar, Rafi yang mendengarnya tersenyum berbeda dengan Rania yang menunduk dan memegang perut karena malu. Rafi segera melajukan mobilnya ke arah sebuah warung makan soto Semarang yang tidak jauh dari mereka kini. Diapun memarkirkan mobilnya dan cepat keluar dan membukakan pintu mobil untuk Rania, Rania yang diperlakukan demikian merasa malu sekaligus tidak enak karena dia melihat beberapa mata melihat mereka. "Terimakasih om," kata Rania terpaksa keluar. Rafi menutup pintu mobil dan mengajak Rania untuk masuk warung makan itu dan mereka duduk ditempat yang bisa untuk lesehan. "Kamu mau pesan apa," tawar Rafi yang membuka buku menu yang sudah ada dimeja mereka, sebelum pelayan warung itu datang untu mencatatnya. "Terserah om saja," balas Rania yang pasrah. "Baiklah," balas Rafi singkat yang memanggil pelayan untuk menghampiri mereka, beberapa detik datang pelayan untuk mencatat pesanan mereka. "Soto Semarang 2, nasi putih 2, sate telur puyuh 4 tusuk, sama teh anget 2," pesan Rafi yang langsung dicatat pelayang warung itu dan segera meninggalkan mereka berdua untuk menyiapkan pesanan. Beberapa saat mereka hanya diam tanpa obrolan yang membuat suasana menjadi canggung sampai tiba- tiba ponsel Rania berbunyi. kring kring "Halo, Ran ada apa ya tadi Lo telpon gue," suara dari seberang telepon. "Iya Sin, tadi gue mau minta tolong sama lo, untuk jemput gue," jawab Rania pelan yang sedikit menjauhkan dari Rafi, Rafi hanya menatap heran Rania. "Emang Lo dimana sekarang?" tanya Sinta. "Gue ada di," kata Rania yang melihat sekelilingnya. "Maaf om, ini ada dimana ya?" tanya Rania akhirnya pada Rafi yang kini masih menatap dingin Rania. Rafi langsung merebut telepon Rania dan langsung mematikannya. "loh kok om, matiin," protes Rania. "Saya sudah bilang, saya yang akan antar kamu, jadi kamu tidak perlu meminta jemput teman kamu lagi," tegas Rafi yang membuat Rania menelan ludahnya pelan. Rania tidak berani menjawabnya karena hawa yang membuat dia merinding saat berhadapan lelaki yang ada dihadapannya. kring kring kring Ponsel Rania berbunyi kembali, Rania menatap Rafi dan segera mematikan ponselnya dan dia mulai mengetik untuk mengirim pesan pada Sinta. [Sin, sorry gue tidak jadi minta jemput Lo, maaf sudah ganggu Lo] ketik Rania. [oke, tidak apa-apa Ran, tapi Lo ada dimana sekarang] balas Sinta yang masih penasaran. tapi tidak Rania balas dan tepat makanan pesanan mereka datang. "Silahkan," kata pelayan itu mempersilahkan. "Ayo makan," kata Rafi yang melihat Rania masih terdiam. "Saya tidak mungkin meracuni kamu," lanjut Rafi yang tahu kegelisahan Rania. "Om, kenapa bersikeras untuk mengantar saya, om tidak ada maksud lain kan?" Ragu Rania. "Makan dulu selagi hangat," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan. "Tenang habis ini saya akan menjelaskan alasan saya, tapi kamu harus makan dulu, saya tidak mau kamu pingsan dijalan nanti dikira saya yang menculik kamu," lanjut Rafi. Rania mulai memakan makanan yang dipesan mereka, ternyata Karen perut dia merasa lapar sekali tanpa sadar dia makan dengan lahap, Rafi yang memperhatikannya tersenyum. ""Masuklah, maaf jika tempat ini kecil, tidak begitu luas," Rafi mempersilahkan Rania untuk masuk ke apartemennya. "Tidak apa apa om, tempat saya malah lebih kecil dari ini," kata Rania mengedarkan pandangannya melihat apartemen yang menurutnya Rapi dan bersih dengan aroma maskulin yang cocok dengan penampilan Rafi. "Ini kamarmu Ran, silahkan rapikan sendiri tidak apa apa kan, karena ini memang biasanya sering dipakai keponakan saya saat berkunjung kesini dan mungkin di lemari pakaian ada beberapa pakaian keponakan saya, kamu boleh menyingkirkannya," jelas Rafi saat membuka salah satu pintu ruangan dan mempersilahkan pada Rania. "Tidak perlu om, saya bisa pakai space yang masih kosong," kata Rania yang tidak enak karena dia menumpang ditempat Rafi. "Baiklah, terserah kamu saja," "Kamar saya ada didepan, kalau ada apa apa ketuk saja kamar saya, saya masuk dulu," kata Rafi yang menunjuk kamarnya tepat didepan kamar Rania dam berjalan meninggalkan Rania sendiri. Setelah keperg
Saat Rafi menunggu Rania packing, dia melihat sekitar ruangan tamu apartemen Rania dan dia menemukan bingkai foto yang cukup besar terpampang di atas layar tv, Rafi berjalan mendekat ke arah bingkai foto itu untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya tidak salah. "Apa aku tidak salah lihat," lirih Rafi penasaran. "Apa hubungan Rania dengan mereka," lanjut Rafi kembali, dia memandang lurus bingkai foto itu, saat tiba-tiba Rania memanggil Rafi tapi tidak dia hiraukan. "Om, saya sudah selesai," kata Rania saat keluar kamarnya dan menggeret koper yang tidak besar, Rania heran melihat Rafi yang diam dan memandang serius bingkai foto keluarganya. "Ada yang salah dengan fotonya om," kata Rania yang kini sudah berada di belakang Rafi yang membuat Rafi terperanjat kaget. "Ehh, Rania sudah selesai packingnya," kata Rafi tergagap seperti seorang yang ketahuan mencuri sesuatu. "Kenapa Om, ada yang salah dengan fotonya, sepertinya Om kenal dengan orang yang ada di foto itu," penasaran
"Maaf kalian cari siapa ya?" tanya Rafi kepada kedua pemuda didepannya kini. "Kami petugas kebersihan apartemen disini," jawab Raska yang bertemu tatap dengan Rafi. "Maaf mas, saya penghuni baru disini dan kebetulan apartemen saya lagi berantakan, karena masih banyak barang yang belum saya susun jadi untuk saat ini biar saya sendiri saja yang membersihkan tempat saya," jelas Rafi. "Maaf pak, bukannya penghuni apartemen ini seorang wanita muda ya pak," tanya Raska heran, apakah dia salah masuk gedung apartemen atau ini hanya akalan lelaki ini saja untuk mengusirnya, tapi Raska cek kembali alamat yang ada di ponselnya benar ini apartemen Rania yang dikasih tahu oleh seseorang padanya, atau jangan-jangan orang itu membohongi Raska. 'Sial apa gue sudah dibohongi,' batin Raska yang meremas ponselnya karena kesal. "Kenapa mas?" tanya Rafi yang melihat gerak gerik Raska didepannya. "Ehh, maaf Pak apa memang benar ini apartemen bapak bukan punya seorang wanita muda?" tanya Raska kembali
Kini Rania telah sampai di depan gedung apartemennya dan dia hendak turun dari mobil tapi tangan Rafi menahannya. "Tunggu," tahan Rafi yang berhasil membuat Rania menoleh padanya. "Iya om," jawab Rania. "Berikan ponselmu," perintah Rafi. "Buat apa om," tanya Rania. "Aku tidak mau kamu akan kabur dan membatalkan perjanjian kita," jelas Rafi. Rania mengambil ponselnya dan memberikannya pada Rafi, Rafi langsung memencet nomernya dan menelpon ke ponselnya. "Baik, jadi mulai hari ini perjanjian kita mulai dan besok siap-siap jika sewaktu-waktu saya menghubungimu," kata Rafi mengembalikan kembali ponsel Rania. "Iya om," balas Rania yang langsung turun dari mobil Rafi. Rania berjalan ke arah lobby utama gedung itu, Rafi tak kunjung pergi dia memperhatikan Rania sampai gadis itu masuk ke lobby itu, Rafi melajukan mobilnya untuk meninggalkan apartemen Rania. "Loh mobil itu seperti tidak asing," lirih Rafi saat melihat mobil yang pernah menculik Rania. Seketika Rafi memuta
"Terimakasih om, makanannya," kata Rania setelah dia menyelesaikan makannya. "Semuanya tidak gratis," celetuk Rafi menatap Rania. "Baik om, semuanya berapa, biar saya transfer karena saya tidak punya uang cash," kata Rania yang langsung mengambil ponselnya. "Bukan pakai uang," kata Rafi yang membuat Rania bingung. "Maksudnya om?" bingung Rania menatap Rafi yang kini duduk dihadapannya dengan bersedekap. "Bukannya om, meminta saya membayar makanan ini kan?" lanjut Rania yang masih belum mengerti. "Ah, saya tahu, saya juga akan membayar jasa om yang sudah membantu saya lolos dari penculik itu." Rania melanjutkan mengetik tombol di ponselnya. "Sudahlah, kita bicarakan didalam mobil nanti, sekarang sebaiknya simpan ponselmu, saya akan ke kasir untuk membayar dulu," kata Rafi yang akhirnya berdiri dari duduknya dan meninggalkan Rania sendiri dalam keadaan bingung. "Maksudnya apaan sih itu om-om, kalau tidak mau aku bayar ya sudah tidak usah bilang, semuanya tidak gratis, saya juga
"Kenapa balik lagi om," tanya Rania yang melihat Rafi kembali memasuki mobilnya dan mulai melajukan mobilnya tanpa menjawab pertanyaan dari Rania. "Saya antar kamu pulang, dimana alamat rumah kamu," kata Rafi yang tidak menjawab pertanyaan dari Rania. "Om mau antar saya pulang?" kata Rania yang tidak menyangka. "Iya," jawab Rafi singkat. "Terus bagaimana dengan acara keluarga om?" tanya Rania penasaran yang tiba-tiba ingin mengantar Rania pulang. "Saya tidak jadi ikut, saya pikir kalau saya menolong kamu tidak boleh tanggung- tanggung," kata Rafi kembali. "Tanggung bagaimana om?" bingung Rania. "Loh mas, kok tidak jadi ikut acara dirumah, emangnya tidak dimarahin ibu sama bapak?" kata Pak Diman saat mobil Rafi melewati depan pos satpam. "Iya pak, saya tidak jadi ikut, terimakasih sarannya ya," kata Rafi yang membuat Satpam itu berfikir sejenak dan tidak lama tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Rafi. "Ayo pak, saya pamit duluan ya," kata Rafi yang tersenyum pada