Share

3. Di Luar Nalar

Penulis: SayaNi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-20 11:23:18

Sejak malam Nicholas melakukan kekerasan kepadanya, Ariana memutuskan untuk pergi pagi-pagi buta agar tidak bertemu suaminya. Dia bangun lebih awal dan mengurung diri di kamar, sebelum Nicholas pulang, berharap bisa menghindarinya. Sudah tiga hari Ariana tidak bertemu dengan Nicholas.

Bayangan kejadian malam itu terus menghantuinya hingga membuat penyakit asam lambungnya kambuh. Dia memutuskan untuk menemui dokter di rumah sakit. Setelah bertemu dokter, Ariana berjalan menuju loket farmasi di lantai satu untuk mengambil obat. Rasa cemas membebani pikirannya, membuatnya penasaran apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai atau belum. Di tengah perjalanan, dia menghubungi August, pengacara Nicholas, untuk mencari jawabannya.

"Pak August, ini Ariana. Apakah Nicholas sudah mengajukan gugatan cerai?" tanya Ariana dengan hati-hati setelah August menjawab panggilan teleponnya

Di ujung telepon, August menjawab dengan tenang, "Aku tidak menerima instruksi apapun mengenai perceraian."

Ariana terdengar kecewa. "Baiklah, terima kasih, Pak August."

August merasakan kekecewaan Ariana. "Nona Ariana, jika ada yang bisa kubantu, beritahu aku."

Ariana berpikir sejenak sebelum berkata, "Pak August, bisakah Bapak membuatkan surat pernyataan bahwa aku tidak akan menuntut apapun jika Nicholas menggugat cerai?"

August sedikit terkejut, tetapi segera menjawab, "Tentu saja. Aku bisa membuat surat itu."

"Terima kasih." Ariana menutup telepon. Dia yakin Nicholas akan setuju untuk mengajukan cerai jika dia menandatangani surat itu. Dia pun melanjutkan perjalanannya ke lantai satu rumah sakit.

Namun, tiba-tiba Ariana berpapasan dengan Katrina di depan lift. Katrina duduk di kursi roda, ditemani seorang wanita. Itu pertama kalinya mereka berhadapan sejak Ariana menikah dengan Nicholas. Berbeda dengan Ariana yang merasa tidak nyaman, Katrina tersenyum lembut. "Ariana? Apa kabar?" sapanya dengan ramah.

Keramahan itu membuat Ariana sedikit terkejut. "Aku baik-baik saja."

Sementara, senyum semakin lebar di wajah Katrina melihat Ariana yang jelas terlihat tidak nyaman bertemu dengannya. "Mengapa kau ada di sini?"

Ariana mencoba tersenyum, dan berbohong, "Membesuk seorang teman."

“Semoga temanmu cepat sembuh,” balas Katrina.

Ariana mengangguk. "Terima kasih," jawabnya singkat.

Mereka sudah saling mengenal sejak SMA. Nicholas, Katrina, dan Ariana adalah alumni dari sekolah yang sama. Katrina selalu merendahkan Ariana karena bisa bersekolah di SMA elit khusus kaum borjuis. Ariana, sebagai putri seorang buruh, bersekolah di sana berkat sponsor dari perusahaan milik keluarga Nicholas yang memberikan beasiswa untuk anak karyawan berprestasi.

“Apakah aku bisa meminta waktumu sebentar?” Katrina tiba-tiba bertanya serius, bersamaan dengan pintu lift yang terbuka di hadapan mereka.

Ariana memperhatikan beberapa orang keluar dari lift. Dia ingin segera menjauhi Katrina, tetapi tidak bisa menolak permintaan wanita itu.

Mereka akhirnya duduk di salah satu meja kantin rumah sakit. Untuk beberapa saat, tidak ada yang berbicara. Ariana memperhatikan Katrina yang meneguk teh dengan anggun. Di sini, Katrina adalah selingkuhan suaminya, tetapi mengapa Ariana merasa dirinya yang seperti pelakor?

Emosi dan rasa bersalah bercampur aduk di dalam diri Ariana, membuat dadanya sesak. Dulu dia adalah orang ketiga yang disisipkan Rachel ke dalam hubungan Nicholas dan Katrina, sekarang dia adalah istri sah Nicholas.

Ariana menarik napas dalam dan menatap Katrina dengan tegas. "Apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanyanya tenang.

Katrina menatapnya lembut, membuat Ariana semakin bingung. "Aku dengar kau ingin bercerai dengan Nico."

Pernyataan Katrina membuat Ariana heran. Bagaimana Katrina bisa tahu? Dia mencurigai Nicholas telah memberitahunya. Dua tahun ini, dia hidup seperti di gurun pasir bersama Nicholas, kosong dan tidak berwarna. Mengetahui bahwa Nicholas telah berbagi cerita pribadi mereka dengan Katrina membuatnya merasa semakin terasing.

"Apakah itu karena aku?" Katrina bertanya dengan percaya diri, nada suaranya lembut namun penuh cemoohan.

Ariana tersenyum untuk menutupi kemarahannya. "Benar, aku ingin bercerai. Tetapi suamiku tidak ingin berpisah. Tidak bisakah kau membantuku membujuknya?"

Katrina mengangguk, menatap Ariana dengan empati. "Aku tidak bisa membantumu karena aku tidak ingin kalian berpisah. Percayalah, aku selalu ingin bersahabat denganmu, Ariana."

Apakah waktu bisa mengubah seseorang? Ariana ragu. Dia hampir terhipnotis oleh suara manis Katrina, tanpa kilatan masa lalu Katrina yang pernah merundungnya di SMA terlintas di benaknya. Ariana tidak mengerti apa yang membuat Nicholas, yang dulu terkenal dingin, jatuh cinta pada Katrina. Apakah benar Katrina telah berubah menjadi wanita berhati lembut setelah lulus SMA?

Apakah kebakaran yang terjadi 10 tahun lalu saat acara kelulusan SMA mereka, telah mengubah Katrina dan Nicholas? Ariana meremas lengannya ngilu mengingat kejadian yang mengerikan itu.

Ariana melirik jam tangannya, dia sengaja ingin memperlihakan pada Katrina bahwa dia tengah diburu oleh waktu. “Senang bertemu denganmu di sini Katrina. Tetapi aku harus pergi karena ada janji dengan seseorang,” ucap Ariana sembari berdiri, mengabaikan pernyataan manis Katrina tentang persahabatan.

Melihat Ariana yang hendak pergi, Katrina lekas menjalankan kursi rodanya. “Oh, apakah aku menyita banyak waktumu? Maafkan aku,” ucapnya bernada tulus.

“Tidak apa-apa, bye Katrina.”

“Tunggu, Ariana. Sepertinya ponselku tidak ada padaku. Bisakah kau mengantarku ke pakiran? Sepupuku menungguku di sana,” pinta Katrina dengan wajah manisnya yang memelas. “Kursi rodaku kehabisan baterai,” imbuhnya.

Ariana mengamati Katrina sejenak. Apakah dia orang yang kejam karena meninggalkan orang yang memiliki keterbatasan seperti Katrina?

"Baiklah," kata Ariana sambil mendekati Katrina dan mulai mendorong kursi rodanya.

Mereka tiba di parkiran yang ditunjukkan oleh Katrina. Saat hendak menyebrang, Katrina menghentikan tangan Ariana. "Terima kasih, sampai di sini saja. Aku bisa sendiri. Mobilku ada di sana," kata Katrina sembari menunjuk mobil hitam yang terparkir di seberang mereka.

"Apakah kau yakin?" tanya Ariana sambil melihat sekeliling area parkiran yang luas dan sepi. Setelah yakin Katrina akan baik-baik saja, dia berbalik menuju gedung rumah sakit. Dia belum mengambil obatnya.

Tiba-tiba, Ariana mendengar deru mesin mobil yang tidak lazim dari kejauhan. Mobil itu tampak menuju ke arah Katrina. Sontak, jiwa kemanusiaan Ariana terpanggil untuk menolong Katrina.

Namun, di luar nalar, di detik-detik terakhir, mobil tersebut malah menargetkan Ariana untuk ditabrak.

"Akh!!"

BRAK!!!

Kecelakaan itu pun tidak bisa dihindari oleh Ariana. Sementara itu, Katrina tersenyum sesaat sebelum menjatuhkan dirinya bersama kursi rodanya ke aspal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
Mita Mita
AA pura pura itu supaya Karina di salah kn
goodnovel comment avatar
Ria Rawis
licik katrina
goodnovel comment avatar
Zhunia Angel
yg namanha pelakor itu memang kejam ya ngga punya hati
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   135. An Open Chapter

    “Tidak,” jawab Ariana mantap, memotong keheningan. Nicholas menghela napas panjang. "Aku memang berengsek, kan? Setelah apa yang keluargaku lakukan pada ayahmu... aku masih tetap ingin kau bersamaku. Aku tahu itu egois," katanya sembari mengulurkan tangannya, jari-jarinya mengusap lembut rambut Ariana seperti untuk terakhir kalinya. “Aku bahkan terus mencari cara bagaimana memaksamu kembali padaku,” bisiknya, matanya kelam penuh penyesalan. Ariana merasakan kesedihan yang mendalam di balik kata-kata itu. Matanya mulai berkaca-kaca. “Nick…,” dia berusaha menahan dirinya. Seberapa pun dia mencintai pria itu, tetapi rasa sakit dari kebohongan Nicholas masih terlalu sulit untuk diabaikan. Kebohongan yang menghapus semua kebaikan pria itu, setiap momen kehangatan meraka saat bersama terasa seperti kepalsuan. “Maaf,” ucap Nicholas, penuh dengan penyesalan. "Aku minta maaf, dan juga maaf mewakili kakekku. Aku tidak pernah bisa membayangkan rasa sakit yang kau alami,” lanjutnya. Arian

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   134. Past Choices

    Ariana duduk di kursi goyang dekat jendela kamar bayi dengan tenang menyusui Boo dan Bee di lengannya, dengan mata kecil mereka yang terpejam. Namun, di balik tatapan lembutnya, pikiran Ariana dipenuhi kekhawatiran. Di satu sisi, dia merasa lega bahwa kebenaran tentang keluarganya akhirnya terungkap. Di sisi lain, dia sadar, tak peduli seberapa besar kesalahan kakek Henry di masa lalu, pria tua itu tetaplah kakek Nicholas, sosok yang dulu begitu baik dan hangat pada mereka berdua. Ketika dia sedang tenggelam dalam lamunan, pintu kamar perlahan terbuka. Bibi Helen masuk dengan wajah cemas, seolah ingin menyampaikan sesuatu yang berat. Ariana mengangkat kepalanya, tatapannya berubah dari kehangatan seorang ibu menjadi kewaspadaan seorang wanita yang sudah bersiap menghadapi hal-hal buruk. “Ada apa, Bibi?” tanyanya dengan suara pelan, khawatir akan mengganggu bayi-bayinya yang baru saja mulai terlelap. Bibi Helen terdiam sejenak, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Matanya menyi

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   133. The Final breath

    Ruangan sidang berubah senyap setelah hakim mengetukkan palu sebagai tanda penutupan sidang. Richard berdiri dengan raut wajah yang berubah-ubah, antara marah, kecewa, dan ketidakpercayaan.Kakek Henry duduk di kursi terdakwa, tidak lagi memancarkan aura kekuasaan yang dulu begitu dikenal. Bahunya merosot, wajahnya pucat seperti kapur, dan matanya menatap kosong ke satu titik di lantai. Dua petugas pengadilan melangkah mendekat dengan langkah tegas dan hormat. Ketika tangan mereka siap menyentuh lengan kakek Henry, pria tua itu merintih pelan. Tiba-tiba, dia mencengkeram dadanya, raut wajahnya berubah penuh kepanikan, napasnya tersengal-sengal seperti seorang pelari maraton yang kehabisan tenaga. Dalam sekejap, tubuhnya yang renta ambruk ke lantai dengan bunyi gedebuk.“Papi!” seru Richard. Dia berlari mendekat. Ruangan yang semula hening berubah gaduh. Para penjaga dan pengacara membelah diri memberi jalan, sementara dua petugas medis yang bersiaga di luar bergegas masuk. Mereka me

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   132. Henry's Last Stand

    Di kantornya, Richard mendalami berkas-berkas banding yang telah diajukan oleh tim hukumnya. Dia baru saja kembali dari pertemuannya dengan kakek Henry di pusat penahanan, dengan secercah harapan bahwa ayahnya akan diizinkan menunggu di rumah hingga sidang resmi digelar beberapa minggu mendatang. Begitu ponselnya berdering, Richard meraih ponselnya, mengenali nada panik di ujung seberang. “Tuan Richard, persidangan tuan Henry dijadwalkan besok pagi,” suara pengacaranya terdengar tegang, kata-katanya terpotong oleh desakan napas. Richard menggenggam ponselnya lebih erat. “Besok pagi? Itu konyol,” geramnya, mencoba menahan ketidakpercayaannya. “Pengadilan mempercepat jadwal sidang. Ini kasus pidana berat. Hakim memutuskan untuk tidak ada penundaan. Tidak ada peluang untuk banding.” Sekali lagi, Richard menghela napas panjang. Di hadapannya, pengaruhnya yang biasanya melampaui jalur hukum, kini terasa kecil dan sia-sia. Hukum berjalan di luar kendalinya. Keesokan harinya… R

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   131.

    Setelah penangkapan kakek Henry Nathan, nenek Eleanor langsung menghubungi Nicholas. Saat Nicholas akhirnya menjawab telepon, suaranya terdengar tenang, namun Eleanor bisa merasakan jarak yang begitu nyata di antara mereka.“Nicholas… kau tahu kakekmu sudah tua. Dia tidak bisa menghabiskan sisa hidupnya di penjara,” suara Eleanor bergetar. “Apa kau benar-benar akan membiarkan ini terjadi? Kau tahu betapa kami selalu mencintaimu.”Nicholas menutup matanya, menggenggam ponselnya erat. Suara neneknya mengingatkannya pada masa kecilnya, saat kedekatan mereka begitu hangat meskipun kakek Henry memperlakukannya dengan keras. Namun, begitu banyak hal kotor dan kejahatan yang disembunyikan selama bertahun-tahun, telah merusak gambaran keluarganya.“Nenek, tapi kali ini, apa yang kakek lakukan adalah pembunuhan berencana. Hukum tidak akan membiarkannya begitu saja,” kata Nicholas.Eleanor mendesah. “Kakekmu tidak mungkin melakukan semua itu… pasti ada kesalahpahaman! Kakekmu bukanlah pembunuh.

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   130.

    Beberapa hari kemudian, Ariana mengemudikan mobilnya dengan semangat menggiring dua mobil polisi masuk ke dalam pekarangan kediaman kakek Henry. Pak sam seperti biasa membukakan pintu untuk Ariana, wajahnya seketika berubah bingung saat melihat rombongan berseragam. Tak menunggu jawaban, seorang petugas maju, memperlihatkan surat perintah dengan sikap formal. “Kami di sini untuk menahan Tuan Henry Nathan atas tuduhan pembunuhan berencana,” ucap petugas itu, suaranya tegas. Di ruang tengah rumah, kakek Henry dan nenek Eleanor, yang mendengar keributan, segera keluar. Ekspresi mereka menegang melihat petugas yang memenuhi ruang tamu. Henry tampak terkejut, sementara Eleanor berdiri kaku di sampingnya, matanya tak bisa lepas dari sosok Ariana yang berdiri di belakang para petugas dengan pandangan tenang namun dingin. “Apa ini?” tanya Henry dengan nada marah yang berusaha ditahan. Petugas itu melangkah lebih dekat ke Henry, memperlihatkan surat penahanan. "Anda ditahan atas dugaan pem

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status