Extra part 1
POV Hany
Setelah acara makan malam usai dan semua orang sudah pulang, aku dan Mas Reyhan langsung masuk ke kamar. Takut-takut aku pun memberi tahu pada Mas Reyhan tentang siklus menstruasiku yang tidak lancar. Mendengar pengakuanku, Mas Reyhan terlihat panik dan memintaku untuk segera memeriksakannya ke dokter.
"Sekarang kamu istirahat, Sayang. Besok pagi aku temani ke dokter. Jangan panik," ucap Mas Reyhan seraya membenamkan wajahku ke dadanya.
"Iya, Mas." Karena merasa sangat lelah, kami pun langsung beranjak ke tempat tidur. Mas Reyhan mematikan lampu kemudian menarik tubuhku sehingga kami pun terbaring bersamaan.
"Sudah tidur! Pejamkan matanya!" perintah Mas Reyhan. Aku mengangguk dan langsung memeluk tubuhnya. Ku-letakan kepala di atas dadanya hingga kemudian aku pun memejamkan m
"Aku sadar! Aku bukanlah perempuan yang menarik di matamu. Aku hitam! Aku jelek! Aku tak pandai berhias seperti teman-temanmu di kantor! Tapi aku mohon sama kamu! Tolong jangan bandingkan aku dengan mereka. Aku sadar, aku perempuan kampung! Miskin! Gaptek! Lebih cocok jadi pembantumu! Aku sadar, Mas! Tidak perlu kamu ingatkan aku berulang kali! Salahku apa? Aku mengurusmu! Mengurus anak-anak! Melayanimu! Kenapa itu tidak cukup di matamu? Apa salahku? Jika memang ada perempuan lain, tolong jangan kau cari kesalahanku, Mas! Aku punya hati juga punya perasaan," ucapku panjang lebar pada Mas Tama."Bukan seperti itu! Tapi aku ingin istri yang cantik dan berprofesi sebagai wanita karir! Bukan istri yang kucel selalu sibuk dengan pekerjaan rumah! Kamu bisa mencari pembantu! Aku ini seorang direktur Hany! Kamu harus bisa mengimbangi penampilanku supaya kamu tidak membuatku malu jika kuajak bertemu rekanku! Istri Reza sama s
POV TamaSebelum menuntut Hany.Bruk!Seseorang menabraku. Perempuan cantik yang wajahnya tak asing lagi untukku." Tama!" ucapnya."De … Dewi!" ucapku senang tak menyangka."Iya, aku Dewi," ucapnya. Dewi adalah temanku semasa kuliah dulu. Sudah beberapa tahun aku tidak bertemu dengannya. Mungkin semenjak aku lulus kuliah. Tidak menyangka kami bertemu di sini. Karena terburu-buru, aku pun meninggalkan sebuah kertas nama."Jangan lupa hubungi aku. Aku lagi buru-buru ada miting," ucapku sembari berlalu setelah memberikan kertas namaku.Dia sangat berbeda dari Hany. Dia terlihat cantik dan cerdas. Ah, mikir apa aku ini. Segeralah kutepis pikiran itu.
"Udah nggak ada harapan lagi buat aku balik sama, Mas Tama." Aku terus mengusap air mata yang terus berjatuhan membasahi pipi. Sakit, benci dan marah bercampur jadi satu. Secepat itu dia melupakan aku yang pernah menemaninya dari titik terendah. Apa iya, dia memang tak ada cinta lagi untukku? Aku memiliki buah hati kenangan bersamanya. Sebegitu mudah melupakan jika sudah dapat seorang pengganti. Sedangkan aku? Aku disini menyembunyikan rasa sakit yang teramat. Hanya mampu memandangi foto pernikahan dan mengingat setiap perlakuan manisnya. Ah, sakit kalau mengingatnya.Harus bagaimana aku sekarang? Melupakan tidak semudah membalikan telapak tangan. Tapi aku juga harus bangkit. Anak-anak butuh aku, dan Ibu …. Sekarang aku harus terbiasa bekerja keras menghidupi keluargaku. Ayah sudah tiada, di desa pun tak ada keluarga. Terpaksa aku harus bertahan di kota Jakarta. Jika di desa aku kerja apa? Aku tak bisa bercocok tanam. Ibu
"Kamu nangis, Han? Katanya mau tidur?" Ibu mengelus kepalaku. Sebenarnya sedikit kesa pada Ibu. Tapi aku begitu menyayanginya. Masa gara-gara dicerai sama Mas Tama aku harus menyalahkan Ibu. Seperti yang Dewi bilang."Eh, engg … enggak kok, Bu." Aku berusaha mengusap air mata. Namun, suara berdengung dan hidung yang menjadi tersumbat tak mampu menyembunyikan kebohongan."Jangan bohong sama Ibu. Kamu nangisin, Tama? Untuk apa Hany? Untuk apa menangisi suami yang hanya bisa menuntut! Jangan bodoh! Memang belagu si Tama! Dulu nikah sama kamu cuma modal dengkul dan uang dua juta. Sekarang udah sukses malah lupa daratan! Udah biarin aja nggak usah ditangisin! Nanti juga bakal nyesel sendiri kok!" ucap Ibu terdengar gemas.Aku bangun dari posisi tidur dan menghadap pada Ibu. Begitupun dengan Ibu langsung bangun
Deg!Jantungku berdebar, pikiranku larut pada bayangan Mas Tama. Saat Reyhan menyanyikan lagu Vagetoz yang berjudul Saat kau pergi. Aku merasa lagu itu sangat tepat untuk mewakili perasaanku saat ini.Reyhan menyanyikannya penuh penghayatan. Seakan dialah yang mengalami itu. Ternyata sebuah lagu pun mampu mewakili perasaan yang dirasa seseorang."Han, Hany! Kenapa bengong?" tanya Reyhan."Lagunya sangat mewakili perasaanku, Rey," jawabku."Iyakah? Memang kamu ditinggal pergi?"tanyanya sambil menyalakan sebatang rokok."Iya. Pas lagi sayang-sayangnya. Persis sekali dengan lagu yang kamu bawain tadi." Jawabanku semakin membuatnya kepo."Jadi? Jadi? Jadi ….?" Dia ma
Pukul lima pagi setelah shalat subuh, aku bersiap. Hanya tidur dua jam. Kalau orang lain, mungkin akan lemas. Tapi kalau aku sudah terbiasa. Entah di kantor Reyhan nanti, aku akan mengantuk atau tidak? Sepertinya si mengantuk.Sungguh, dihari pertama akan bekerja dengan Reyhan, perasaanku sangat senang dan begitu nervous."Bu, masa iya aku kerjanya cuma nemenin, Reyhan aja sih," keluhku pada Ibu."Siapa tahu kamu diajarin sesuatu. Kan kita nggak tahu," ucap Ibu."Tapi kok rasanya deg-degan gini ya, Bu?""Biasa itu, Han. Namanya juga hari pertama masuk kantor," ucap Ibu sambil membuat sereal yang dibelikan oleh Reyhan semalam.****
POV Author"Kan aku udah bilang nggak bisa! Kamu ngeyelan banget sih dibilangin. Kalau kaya gini kan kasihan kamunya repot, Rey," ucap Hany sambil mengernyitkan kening. Semua pekerjaan tidak ada yang beres satu pun. Membuat Hany merasa tidak enak. Disuruh mencari berkas penting, tapi dia tidak mengerti berkas seperti apa. Rasanya Hany sungguh ingin menyerah."Rey, mendingan kasih kerjaan lain aja deh! Jadi tukang ngepel apa jadi tukang kopi. Apa namanya? OB kalau nggak salah. Aku bisa kalau itu. Kalau ini, otakku nggak nyampe, pusing. Aku nggak bisa, Rey," protesnya dengan bibir monyong lima cm. Terlihat putus asa dan hampir menyerah."Pelan-pelan pasti bisa! Nggak ada yang langsung bisa, semua bertahap, Hany! Kan aku ajarin. Kamu belajar dari Linda. Mulai besok, ya. Kamu belajar deh apa-apa aja yang harus kamu pelajari dari Linda. Ini nggak sehoro
[Sudah kusiapkan tempat khusus buat kamu belajar sama Linda. Ingat, jangan banyak mengeluh, jangan crewet dan ikutin Linda! Semoga berhasil!][Nanti pukul 07.00 akan ada mobil khusus yang jemput kamu. Kamu ikut saja sama dia. Sekarang bangun dan bersiap.] Hany tersenyum melihat pesan dari Reyhan. Serasa minum susu coklat di pagi hari, sangat terasa segar dan menghangatkan perut."Hihihihi, Reyhan baik banget sih! Semoga sehat dan lancar selalu," lirihnya sambil bergagas ke kamar mandi."Han! Mandinya pelan-pelan dong. Airnya nyipret keluar ini. Semangat banget kamu ini," ucap Ibunya dari luar."Hany buru-buru, Bu. Mau sekolah lagi. Tadi abis subuh tidur lagi, eh jadi ketiduran," jawabnya sambil terus mengguyurkan air.