Suara ponsel Hany terus berdering. Membuat istirahatnya terganggu.
"Siapa sih, Han?" tanya Reyhan.
"Tau nih! Ganggu aja malam-malam! Ngeselin banget." Wajahnya ditekuk. Dengan malas ia meraih ponselnya.
Secepat kilat Reyhan langsung melompat ke ranjang.
"Kamu ngapain lompat-lompat?" Hany mendengus heran.
"Pingin tau aja dari siapa." Reyhan mengintip layar ponsel Hany. Dia menatap Hany dengan pandangan yang sulit diartikan, membuat Hany sedikit takut karena rahang kokoh Reyhan mengeras tidak mengendur sedikitpun.
"Tama," celetuknya sinis. "Mau ngapain lagi si laki-laki ini!" Wajah Reyhan terlihat tida
[Mas, maaf, tolong kamu jangan kirim pesan ke aku lagi. Suamiku nggak suka][Aku nggak mau balik sama kamu lagi. Aku cinta sama Reyhan][Mulai sekarang, kamu tolong fokus pada istrimu][Lupakan semua masalalu dan buka lembar baru][Aku muak sama sikap kasar kamu! Jangan lupa itu! Bahasamu yang kasar! Memakiku dengan segala nama binatang.][Membuatku muak. Memang aku cinta sama kamu. Namun saat aku bersama dirimu saja aku ada rasa ingin bercerai, meski kutahan karena efek bucint! Kenapa juga setelah kamu ngelepasin aku, aku harus balik lagi sama kamu? Ogah ya Mas!][Mending aku sama Reyhan. Jauh lebih baik! Menghargai aku. Keluarganya juga baik! Tidak seperti Ibumu yang hanya bisa
"Han!" teriak Reyhan."Hem ….!" Hany menyahuti."Handuknya ketinggalan, nggak? Kalau ketinggalan Abang siap antar," godanya.Tak lama Hany pun keluar. Rambut panjangnya terurai basah. Memakai kaos oblong dan celana Levis pendek."Waooowwww! Sekkkksssiiii," ucap Reyhan."Si Reyhan bener-bener ya! Sumpah aku nggak nyangka kamu jadi sedikit gesrek begini," sungutnya sedikit kesal."Nggak masalah, dong! Kita kan udah resmi menikah! Hah!" Reyhan meniupkan napasnya di depan wajah Hany. Wangi mints dari mulut laki-laki itu begitu menyegarkan. Namun, jiwa jail Hany juga meronta."Ih, jorok! Ganteng-ganteng bau j
"Siapa ya? Tumben menjelang Maghrib kok ada tamu," lirih Bu Rani."Mana mencet belnya nggak cukup sekali lagi! Nggak sabaran banget!" grutu Bu Rani sembari mempercepat langkah kakinya."Loh, Pak Tama? Ada apa?" tanya Bu Rani setelah membuka pintu untuk tamunya."Saya mau ketemu anak-anak, Bu," ucapnya seraya mencari-cari sesuatu."Pak Tama cari apa?" tanya Bu Rani heran."Sebenarnya mau ketemu anak-anak apa nyari emaknya anak-anak? Dia pikir saya bodoh," ucap Bu Rani dalam hati."Saya lagi cari Reva dan Ravi, kok nggak keliatan?" jawab Tama
Sebelumnya :Reyhan pun merengkuh tubuh istrinya, lalu kembali menenggelamkan ke pelukannya. Berulang kali, Reyhan mengecupi kening Hany. Membuat wanita itu sangat merasa nyaman dan penuh cinta berada didekatnya."Sayang … banget sama kamu," ucap Reyhan. Hany tersenyum seraya menjawab, "Aku tahu," balasnya."Tidur lagi?" tanya Reyhan. "Atau …." Reyhan tak melanjutkan ucapannya."Atau apa? Aku lelah masa bolak balik mandi, Rey," rajuknya."Kan mandinya juga pake air hangat, jadi nggak dingin, Sayang …," balas Reyhan."Salah sendiri kamu mancing-mancing aku! Jadi tolong bertanggung jawab.""Hem … iyalah … lagian j
POV Hany.Sekarang, apapun yang akan Reyhan katakan aku sudah siap menanggung segala konsekuensinya. Mungkin aku bodoh, biar saja bagaimana tanggapan orang tentang aku jika mengetahui kisahnya.Aku hanya tidak ingin menjadi beban untuk keluarga ini. Lebih baik menjadi single parent, lalu kembali berjuang dan bekerja untuk membesarkan anak. 'Memang baiknya, kamu fokus pada kebahagiaanmu dan anak-anak, Han. Tidak perlu memikirkan hal-hal percintaan seperti apapun.'"Paling juga mau numpang hidup enak sama keluarga Tante gue. Enak banget, hidupnya, cuma mau jadi benalu!" Ucapan Shela yang tak sengaja kudengar selalu terngiang memenuhi isi kepalaku.Krek!Tiba-tiba Reyhan kembali membuka pintu kamar. Aku segera m
Hany tak membalas pesan dari Tama. Dia memilih mengabaikannya. Bagaimana mau membalas sedang dia tengah menunggu kedatangan Reyhan yang masih juga belum kembali. Padahal hari sudah menjelang malam. "Ish, kemana sih kamu, Mas! Kok udah semalam ini nggak ngehubungin aku," dengusnya.Beberapa kali ponselnya berdering, berharap suaminya yang menghubungi untuk memberi kabar, tapi justru mantan suaminya. "Ih, malah Mas Tama yang nelpon. Mau ngapain sih!" grundelnya masih tetap mengabaikan panggilan dari Tama.*****"Kenapa nggak diangkat ya panggilan aku? Aduh! Apa jangan-jangan dia marah soal kejadian tadi. Kok aku jadi khawatir si!" dengus Tama seraya berlalu ke ruang Tamu untuk tidur. Tama memang telah memutuskan untuk pisah ranjang dengan Dewi.Di sofa ruang tamu, Tama sangat gelisah. Tak dapat memejamkan mata dan terus memikirkan Hany yang tak kunjung membalas pesan serta menerima panggilannya.
Sebelumnya...."Mas! Kamu mau bawa aku kemana, Mas? Mas Tama! Berhenti Mas! Kalau nggak berhenti aku lompat!" ucap Hany."Diam kamu! Kalau kamu nekat, aku akan lebih nekat! Aku akan membawa mobil ini ke arah jurang supaya kita bisa mati bersama! Suapaya kamu tetap jadi milik aku Hhahahaha!" Tama tertawa di sela ketakutan Hany."Kamu gila, Mas!" pekik Hany."Ya! Aku memang gila! Dan itu semua karena kamu!" bentak Tama."Mas lepasin aku!" Hany terus memberontak. Tama melihat dari kaca sepion kalau Reyhan mengejarnya. Tak segan, Tama memepetkan mobilnya ke motor Reyhan. Hingga membuat Reyhan terpental dan terseret kendaraan lain hingga 20 m.
Sebelumnya....."Memang sudah kamu cek? Kalau nanti masih hidup gimana? Kasihan 'kan kalian tinggal. Ayok balik lagi kita cek dulu," ujar Pak Darma. Mereka pun membernarkan ucapan Pak Darma, lalu memutuskan untuk kembali ke sungai. Saat sampai di sana, mereka sangat terkejut dengan apa yang dilihat. Terutama, Tejo dan Yono. Keduanya saling berpandangan …. "Kata kamu mayat! Itu lagi duduk," ujar Pak Darma seraya menunjuk ke arah Hany."Loh iya, toh. Kalian ini gimana, Yono! Tejo!" Bu Nino langsung berjalan menghampiri Hany yang tengah termenung memandang aliran air sungai. Sambil terduduk di bebatuan tempat Tejo duduk tadi."Sumpah, Pak. Bu. Tadi itu terbaring di atas tumpukan ranting itu," ucap Yono sembari