Azan berkumandang dengan syahdu, setiap lantunannya menyiratkan penuh makna, udara yang masih dingin dikala subuh tak membuat Ayu menarik selimutnya kembali.Ayu bergegas ke luar kamar menemui ibunya yang sedang sibuk di dapur sebelum subuh."Bu, maaf Ayu kesiangan bangun!" ucapnya yang masih menguap karena baru bangun."Nggak apa-apa Nduk, ada Bapak yang bantuin, hari ini Bapakmu nggak ke pasar katanya nggak enak badan, ayo kita salat dulu baru nyambung lagi kerjanya," sahut Bu Yati langsung mematikan semua kompornya dan bergegas masuk ke kamar mandi mengambil air wudu.Ayu pun mengikuti ibunya dari belakang."Bapak mana Bu, katanya nggak enak badan?""Biasalah Bapakmu bilang nggak enak badan tapi yaitu pergi ke masjid salat di sana," jawab Ibu tersenyum.Setelah selesai salat subuh mereka langsung kembali melakukan rutinitas seperti biasanya.Memang tidak terlalu banyak menyita waktu karena bahan-bahan dan bumbu sudah dipersiapkan oleh Ayu dari tadi sore, sehingga tinggal mencampurk
Ayu menghampiri dua wanita yang berpakaian lusuh itu. Yang satu wanita itu terlihat sangat tua mungkin berkisaran 50 tahunan dengan jilbab hitam instan yang sudah pudar warnanya, memakai baju gamis hijau tosca namun banyak tambalan di mana-mana.Sedangkan yang satunya lagi kelihatan lebih muda sekitaran umur tiga puluhan, dengan memakai jilbab instan berwarna merah marun dengan gamis celana panjang hitam dan kaos panjang yang kedodoran."Maaf Bu, mau pesan apa makan sini atau dibungkus?" tanya Ayu dengan ramah kepa5da kedua wanita pemulung itu."B-boleh saya menumpang duduk di sini Mbak, sebentar saja Ibu saya kecapean berjalan kaki dari ujung kesini," jawab wanita muda itu mungkin dia adalah anaknya ibu tua itu."Boleh silakan duduk Mbak, Ibu, sebentar saya ambilkan air minum dulu," ucap Ayu sambil berlari kecil mengambil minum untuk kedua wanita itu.Tak lama kemudian Ayu membawakan dua gelas air putih untuk kedua wanita itu."Silakan di minum dulu Mbak, Ibu!" "Te-terima kasih Mba
"Loh ini apa lagi Yu, kami kan sudah makan gratis terus dapat barang bekas, terus ini lagi" tanya Bu Nur heran."Iya Bu, ini titipan dari Ibunya Ayu, jangan di tolak pamali, kata Ibu buat bekal di jalan.""Wah terima kasih banyak ya Yu, memang nggak salah Iki memilih istri seperti kamu," ucap Bu Nur keceplosan."Apa Bu?""Oh bukan maksud ibu saya, kamu mengingatkan adik saya yang sudah lama meninggal, sifatnya mirip seperti kamu Mbak Ayu," kilah Indah sedikit gugup."Kalau begitu saya tinggal dulu Bu Nur, Mbak Indah lagi banyak pembeli, kasihan Ibu kewalahan, permisi!""Iya, nggak apa-apa titip salam buat Ibunya, terima kasih banyak besan, eh salah mak-maksudnya ibumu!" ucap Bu Nur keceplosan."Iya, Bu," sahut Ayu sembari meninggalkan mereka berdua dengan sedikit bingung.Bu Nur dan Indah tersenyum bahagia melihat Ayu secara jelas di depan mata mereka berdua.Selang beberapa menit Bu Nur dan Indah pergi dari warung itu, karena make up nya mulai luntur karena keringat."Gimana penyamar
Akan tetapi, saat ingin memberi pelajaran kepada Pak Sukirman, langkahnya terhenti saat melihat Ayu yang sedang lewat dan singgah di rumah Pak Sukirman."Walah Pakdhe jangan suka marah-marah nanti cepat tua loh!" "Ups maaf salah, Pakdhe kan sudah tua ya?""Ini lagi ikut campur, ngapain kamu ke sini, nggak takut di hina lagi, tebal muka ya kamu, tapi memang ya namanya juga orang miskin pasti lah ya kuat mental biar di hina orang," hardiknya dengan lantang."Ya elah Pakdhe nggak boleh loh kaya gitu, nanti kalau Pakdhe miskin juga gimana, nanti ada ide cerita sama temanku yang suka buat novel judulnya gara-gara menghina aku jatuh miskin," ucap Ayu sembari meledek."Kamu sok ngatur, masih bau kencur juga, terus apa yang kamu bawa itu?" selidik Pak Sukirman dengan mata mendelik."Tadi Ibu mau kasih nasi kuning, karena hari ini nasi kuning Ibu alhamdulillah laris manis, jadi kata beliau mau bagi-bagi rezeki, tapi kayanya nggak jadi lebih baik kasih orang lain saja deh.""Pakdhe kan nggak
"Ini Neng ayuk makan, numpung masih hangat!" ucap Bu Surti tersenyum."Apa!""Nasi kuning lagi, oh ya aku lupa tadi Ayu kan kasih anak ini makanan, duh bisa meledak perutku ini, jadi benaran sakit karena kebanyakan makan, bagaimana ini?" gerutunya dalam hati."Bodoh banget sih aku, ngapain juga pura-pura sakit perut, aduh dilema deh aku, niat mau menguji kesabaran orang malah aku yang kena, gimana nih?" tanyanya dalam hati."Ayuk Neng, dimakan dulu!""Bu, bagaimana kalau kita makan sama-sama saja, kasihan mereka sepertinya dari tadi menahan lapar, soalnya saya juga lebih senang jika ada yang menemani saya makan, ayuk Bu, lebih baik anak-anak ini makan juga," ajak Linda.Arif dan adik-adiknya melihat wajah ibunya dulu, setelah Bu Surti menganggukkan kepalanya dengan tanda setuju, barulah mereka dengan cepat mengambil piring masing-masing dan sudah duduk kembali di teras rumah yang beralaskan koran.Bu Surti mengambil makanan dan menjatahnya di piring-piring mereka masing-masing.Seketi
Semua berjalan dengan baik, bahkan sesuai janji Ayu kepada Arif, kini Bu Surti juga bekerja membantu Bu Yati.Arif pun sudah mulai kembali belajar dengan bantuan Ayu, sedangkan adik-adiknya yang masih kecil pun di bawa ke warung dan di temani oleh Pak Sugimin.Untungnya anak-anak Bu Surti tidaklah merepotkan seperti anak pada umumnya.Tiba-tiba dengan sedikit berlari anaknya yang pertama Doni, datang ke warung dengan muka gusar dan berkeringat.Seluruh pakaiannya basah seperti habis lari maraton. Pak Sugimin yang melihat itu merasa khawatir."Kamu kenapa basah kuyup gitu, nggak hujan kok?" tanya Pak Sugimin sedikit bingung."Yu, Abang minta air putih dong, haus!" titahnya.Ayu pun langsung mengambilkan segelas air putih dan Doni langsung meminumnya sampai habis."Pak, bagi duit, uang Doni habis," jawabnya enteng."Loh buat apa Don, kamu datang-datang langsung minta duit, kamu tertipu lagi dengan investasi bodong atau apa?" "Doni habis tabrak orang Pak, sekarang sudah di bawa ke rum
"Kenapa Nis, apa kamu bingung?" tanya Pak Sugimin Mertuanya."Iya Pak, Nisa bingung mau menggadainya di mana?" jawab Nisa tertunduk lesu."Apa kamu tidak punya tabungan, Nduk?" tanya Bu Yati pelan."Tidak punya Bu, soalnya semua uang Bang Doni dia pegang sendiri, Nisa nggak pernah dikasih uang belanja.""Bang Doni mencukupi semua kebutuhan Nisa dan anak-anak, semua dia yang ngatur, bahkan uang belanja Nisa nggak dikasih karena dia belanja sendiri, Bu!""Jadi selama sepuluh tahun ini kamu nggak pernah dikasih uang belanja?" tanya Pak Sugimin emosi."Nggak pernah Pak, karena Bang Doni berpikir semua kebutuhan sudah terpenuhi.""Terus, Mbak nggak pernah protes sama Bang Doni gitu, bukannya karena bapaknya Mbak Nisa yang membuat dia menjadi pimpinan di kantornya bapaknya Mbak?" selidik Ayu."Iya Yu, semenjak Bang Doni menjadi pemimpin perusahaan dan membalikkannya atas nama dia sendiri.""Aduh gimana ini Pak-e ternyata selama ini si Doni berbuat zalim kepada istrinya sendiri.""Mbak Nisa
"Gini Yu, tadi Pakdhe bilang ke Bapakmu, mau pinjam uang, soalnya aku belum di transfer dari anakku," jawabnya enteng.Bu Yati dan Ayu saling berpandangan, hampir tidak percaya apa yang dikatakan Pak Sukirman. Orang yang selalu dihina, dicaci maki, bahkan direndahkan ini dimintai pinjam uang, apa nggak salah?"Pakdhe ini aneh loh, kami ini orang miskin, makanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari kami berjualan nasi kuning, tidak seperti Pakdhe yang hanya duduk manis menunggu transferan uang dari anak," sindir Ayu."Aku kalau nggak kepepet nggak bakalan juga minta sama kamu, kamu itu saudaraku ya wajarlah saling membantu, sama siapa lagi minta tolong?" jawabnya enteng."Memang Mas Sukir mau pinjam berapa?""Nggak banyak cuma lima puluh juta, aku mau beli tanah di kampung sebelah kebetulan tanahnya dijual murah, aku sudah lihat lokasinya di sana, makanya daripada diambil orang lebih baik aku yang ambil, pintar kan aku?" jawabnya dengan bangga."Orang ini aneh tapi nyata mulutnya kaya