Share

Bab 3

Matahari sudah naik ke singgasananya, kerumunan anak anak sekolah pun kini mulai ramai melintas, ketika suara penjaja sayuran keliling terdengar di depan rumah kontrakannya, dari balik jendela, Rahma melihat sang penjaja sayuran itu sudah berhenti tepat didepan rumahnya dan segera di kerubungi para tetangganya yang akan berbelanja.

Sebenarnya Rahma sedikit malas keluar jika sudah seperti ini, tak ayal kerumunan Ibu ibu yang berbelanja akan mulai saling bergosip. Samar Rahma mendengar jika kali ini mereka sedang membicarakan tentang rumah tangga salah seorang tetangganya yang hendak bercerai, membuat Rahma akhirnya memilih untuk menunggu hingga kerumunan itu sepi.

Hampir setengah jam berlalu, diliriknya suaminya yang keluar dari kamar mandi, tanda ia telah selesai membersihkan diri. Rahma gusar karena sebentar lagi Yudha akan berangkat kerja, dan itu artinya ia harus bergegas untuk memasak bekal yang akan dibawa suaminya nanti.

Dari balik jendela, Rahma melihat hanya tinggal dua orang saja yang masih belum selesai, karena sudah bosan menunggu dan dikejar waktu, akhirnya Rahma pun keluar dari rumahnya untuk segera berbelanja.

"Eh, Mbak Rahma, Kirain akang nggak belanja."

Sapa Kang Pardi, sang penjual yang tampak tersenyum melihat Rahma. Seperti biasanya, sepapan tempe selalu menjadi sesuatu yang wajib dalam daftar belanja Rahma.

"Tempe lagi toh Mbak Rahma, nggak bosen?" Tanya Dian, tetangganya.

"Iya Bu, suami saya sukanya tempe," jawab Rahma tersenyum kecut.

"Sekali kali, beli ikan mbak, emang nggak takut kalau suaminya makan di luar, di warungnya mbak Nikki, itu lho si janda b4hen0l, jangan sampai suaminya kepincut lho, gara gara dikasih makan tempe tiap hari," kali ini Heni yang bicara. Menimpali ucapan Dian.

Tampak kedua orang wanita itu saling memandang penuh arti seakan senang mengejek ketidakmampuan Rahma. Tentu saja gerakan mata itu tak luput dari pandangan Rahma yang langsung mendengkus kesal.

Mendengar ucapan Dian, kembali Rahma tersenyum kecut, segera di ambilnya bumbu sambal dan seikat kangkung, lalu segera membayarnya. Sungguh, Rahma kesal jika terus membuang waktu mendengar ocehan tetangganya yang julid macam mereka. Namun, sebelum ia melangkah kembali ke rumahnya, tak sengaja Rahma mendengar mereka kembali bicara.

"Sebenarnya suaminya Mbak Rahma sih cakep banget ya, tapi sayang ... kere," di susul suara cekikikan mereka, membuat wajah wanita itu bertambah muram.

"Memang ada yang salah ya?" Tegur Rahma tak tahan lagi.

"Ya nggak sih, cuma kasihan sama mbak Rahma saja. Pilih suami itu yang mapan macam kita, ya nggak mbak Dian?" Jawab Heni sambil melirik Dian di sebelahnya.

Rahma mengepal kuat tangannya, ditahannya emosi yang hendak sampai di ubun ubun, untung saja, emosinya masih bisa di kontrol, meski mengumpat dalam hati. Rahma memilih bergegas kembali ke rumahnya.

Satu hal yang tidak disadari Rahma jika pembicaraannya tadi terdengar oleh Yudha yang duduk di kursi usang dekat pintu.

"Mas, sudah rapi?" Tanya Rahma sedikit terkejut, ketika melihat suaminya sudah duduk rapi.

"Iya," jawab Yudha pendek.

"Tunggu sebentar ya, aku masakin dulu bekalnya, nggak lama kok, cuma bikin tempe goreng sama tumis kangkung saja, paling setengah jam ya," Rahma tampak memohon.

Yudha mengangguk lalu tersenyum.

"Masaklah, mas akan tunggu. Maaf ya sudah membuatmu jadi bahan gibahan mereka," ucap Yudha.

"Mas dengar semuanya?" Tanya Rahma tak enak. Sungguh hal yang paling tidak disukainya jika suaminya mendengar semua hinaan tersebut.

"Iya, mas dengar semuanya, terima kasih karena kamu sudah membela mas," tutur Yudha lembut.

"Mereka memang seperti itu," sahut Rahma lalu mulai mengiris tempe.

Ponsel butut milik Yudha berbunyi, membuat Rahma melirik ke arah suaminya, wajah tampan oriental itu tampak tersenyum kecil melihat layar buram dari benda pipih ditangannya, membuat dahi Rahma berkerut.

"Telepon dari siapa mas?"

"Dari seorang teman, sebentar ya aku terima dulu," jawab Yudha lalu melangkah sedikit menjauh dari istrinya.

Sepeninggal Yudha, Rahma menyalakan kompornya, menggoreng tempe sambil memetik kangkung, wanita itu bergerak cepat karena berpacu dengan waktu. Rahma tak ingin suaminya terlambat karena menunggu bekal yang dibuatnya.

Suara dentingan wajan lalu aroma bawang yang menggoda tercium di hidung Rahma, tangan wanita itu begitu cekatan memasak, hingga akhirnya semua bahan sudah selesai dimasak.

"Beres, tinggal ditaruh saja," gumam Rahma sambil meletakkan nasi beserta lauknya kedalam kotak bekal.

Samar Rahma mendengar suara Yudha yang masih berbicara ditelepon, sepertinya pembicaraan suaminya belum selesai. Rasa penasaran akhirnya tanpa sadar membawa kakinya melangkah ke asal suara, tempat dimana Yudha berada. Dari balik dinding Rahma mengintip, entah mengapa ia tak ingin menganggu pembicaraan suaminya yang tampak begitu serius.

Dahi Rahma berkerut, ketika dilihatnya wajah suaminya yang tampak sedikit tegang, dan juga yang sungguh membuatnya terkejut adalah suaminya berbicara dengan bahasa inggris yang begitu fasih.

"Mas Yudha bisa bahasa Inggris?" Bisik Rahma sambil terus memandang Yudha dengan tatapan bingung, karena selama mereka menikah, Yudha tidak pernah memberi tahu ataupun menunjukkan kemampuannya dalam berbahasa asing, kepadanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status