Share

Tergoda

Andri terpaku. Sosok di hadapannya, membuatnya terkejut.

Gadis berambut pirang dan bermata cokelat, berdiri sangat cantik di hadapannya. Senyuman lesung pipinya, membuatnya mengingat seseorang.

"Amanda?" tanya Andri. Dia mengamati pegawai barunya dengan saksama. Dari atas sampai bawah, kedua mata Andri menelusuri setiap lekukan tubuhnya.

"Tidak mungkin dia Amanda. Dia sangat berbeda. Amanda sangat sederhana walaupun dia kaya raya. Bahkan, Amanda tidak pernah mengenakan rok sangat pendek. Dia tidak pernah menggunakan lipstik sangat merah. Rambutnya juga berwarna hitam. Dia hanya mirip, dan namanya sama," batinnya tidak mengalihkan pandangan sama sekali.

"Apa kau akan memandangnya terus?"

Seseorang mengejutkan Andri. Sarah tiba-tiba datang. Dia berjalan perlahan, mengamati pegawai baru yang masih berdiri tegak di tengah ruangan. Sementara Maria hanya diam bersedekap, mengamati tingkah Andri yang membuatnya tidak mengerti.

"Sayang. Siapa dia? Kau sepertinya memandangnya dengan sangat serius. Kenapa kau seperti itu? Apa kau tidak tahu istrimu sangat cemburu?" ucap Sarah memegang wajah Andri lalu mengecupnya. Andri seketika tersenyum, lalu menggelengkan kepala.

"Aku hanya ingin memastikan, bagaimana Maria memilih pegawai yang pas untukku. Kau tau sendiri. Bekerja di perusahaan ini, membutuhkan otak yang sangat cerdas. Tidak mungkin aku memilih orang sembarangan."

Sarah kini tersenyum. Dia kemudian menatap Amanda yang masih berdiri tegak tanpa berucap apa pun. Dalam pikiran Sarah, dia tidak memungkiri bahwa wanita yang kini berada di depannya sangat cantik. Bahkan mengalahkan artis ibu kota.

"Jadi ini adalah pegawai barumu, sayang? Maria, apa yang membuatmu memilihnya? Apakah dia memiliki kecerdasan luar biasa di antara semua pelamar?" Sarah melangkah, mendekati Amanda yang membalas tatapannya. "Hmm, sebaiknya aku memberikan tes terlebih dahulu sebelum menerimanya," imbuhnya sembari menatap curiga.

Maria sangat kesal. Dia mendekati Sarah, menarik lengannya.

"Apa kau meragukan yang aku lakukan? Semua pegawai yang bekerja di sini aku yang sudah memilihnya. Kami melakukan pemilihan yang sangat ketat. Tidak mungkin aku salah dalam memilih."

Maria semakin menatap tajam Sarah sambil berkacak pinggang. Keberhasilan perusahaan memang tidak jauh dari andil Maria saat mengatasi semuanya. Dia adalah kepercayaan kedua orang tua Amanda semasa hidup. Kecerdasannya sangat luar biasa, membuat perusahaan semakin meningkat dengan pesat. Posisinya sebagai wakil direktur, membuat keahlian Maria tidak diragukan lagi dalam bekerja.

"Waktu berjalan cukup singkat, Maria. Seseorang pasti akan mengalami perubahan. Begitu juga dengan dirimu. Sekarang aku yang menguasai semua perusahaan ini. Jangan kau lupakan itu. Keputusan tetap berada di tanganku, entah itu kau menyetujuinya atau tidak."

Kedua bola mata Maria tampak membesar. Dia tak percaya mendengar perkataan Sarah. Dia melangkah cepat, berdiri tepat di hadapan Andri yang masih terdiam sambil mengelus-elus dagunya.

"Baiklah. Jika kalian tidak membutuhkanku lagi. Kebetulan aku juga ingin beristirahat. Aku tidak akan pernah bekerja di sini lagi, dan kalian bebas melakukan apa pun. Surat pengunduran diriku akan ada sebentar lagi," ucapnya tegas sambil membalikkan tubuh dengan cepat. Lalu, melangkah keluar dari ruangan.

"Tunggu! Hentikan Maria!" cegah Andri.

Langkah Maria terhenti. Dia kembali membalikkan tubuh, menatap Andri yang kini berdiri dari duduknya.

"Maria, jangan pergi." Andri berjalan mendekati Amanda dan mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.

"Aku yakin pilihan Maria sangat tepat. Kau bisa bekerja di sini, hari ini juga," ucap Andri mengejutkan Sarah. Namun, dia tidak bisa berkata apa pun. Keputusan Andri adalah yang paling utama. Apalagi Maria tidak akan pernah dilepaskan oleh Andri. Tanpa Maria, perusahaan tidak akan berarti apa pun.

Maria tersenyum. Dia mendekati Amanda. "Bekerjalah dengan baik. Aku ada di ruanganku. Kau bisa menghubungiku jika membutuhkan sesuatu."

Amanda menganggukkan kepala. Maria pergi meninggalkan ruangan Andri begitu saja, tanpa menyapa sang pemilik.

Sarah menatap Andri dengan berkacak pinggang. "Aku akan mengawasimu, dengan sangat tajam," ancam Sarah sebelum meninggalkan ruangan suaminya. Dia melewati Amanda dengan sedikit lirikan tajam.

"Maafkan. Kami baru saja menikah satu tahun lebih. Dia sebenarnya baik. Baiklah, duduk saja di kursimu. Di sana ada dokumen yang harus kau kerjakan."

Amanda berjalan mendekati mejanya. Dia duduk, melirik Andri yang kembali duduk di kursi kerjanya.

Amanda menatap semua dokumen. Dia membuka, dan membacanya satu per satu.

"Tuan. Ada salah satu dokumen membutuhkan tanda tangan Anda."

"Baiklah, bawa kemari," jawab Andri.

Amanda mengibaskan rambut pirangnya. Dia menggerakkan kerah bajunya.

"Sangat gerah." Amanda membuka salah satu kancing bajunya. Dia menarik napas, sedikit mendesah.

Andri melirik Amanda. Dia sedikit menelan saliva. Renda yang berada di balik kemeja Amanda sedikit terlihat.

Jemari runcingnya, sedikit meraba telapak tangan Andri. Senyuman cantik Amanda, membuat Andri tersenyum.

"Baiklah. Kau boleh kembali ke kursimu, Amanda."

Amanda berjalan, dengan sangat seksi menuju kursinya. Tapi, "Aduh," ucapnya tiba-tiba. Mendadak, Amansa terjatuh di kursi sofa.

"Amanda, kau ... tidak apa-apa?"

Andri spontan beranjak dari kursinya. Dia berjalan cepat menghampiri Amanda.

"Amanda, kau baik-baik saja?"

"Maaf, Tuan. Saya kurang enak badan. Saya tidak akan mengulanginya."

Amanda berusaha beranjak. Dia spontan menarik kerah baju Andri.

"Tuan."

Andri dengan cepat mendekapnya. Wajah mereka sangat dekat. Kedua mata cokelat indah Amanda, berhasil membuat Andri terpaku. Selang beberapa menit, mereka terus saling memandang.

Napas mendesah Amanda, membuat Andri menelan saliva. Dia tidak percaya dengan perasaannya. Padahal, dia selama ini menaruh perasaan kepada Sarah. Namun, dia sedikit terkejut. Kenapa perasaannya cepat sekali berubah kepada Amanda?

"Maafkan saya, Tuan. Saya, tidak sengaja. Anda jangan memecat saya," bisik Amanda. Andri masih terpaku melihatnya.

"Kau ... sangat ..."

Dering telepon membuyarkan pandangan Andri. Dia spontan berdiri, lalu membenarkan jasnya. Andri menarik napas panjang, sebelum akhirnya melangkah. Dengan cepat dia menerima telepon di meja kerjanya.

"Sarah. Aku banyak kerjaan. Aku tidak akan makan siang. Kau makan saja. Nanti aku menyusul."

Andri menutup telepon dengan cepat. Dia masih saja menahan perasaannya. Sementara, Amanda masih di kursi sofa. Dia sibuk membetulkan roknya yang sangat pendek.

"Brak!"

Sarah masuk ke dalam. Dia melotot melihat Amanda sangat berantakan di kursi sofa. Kulit paha seputih salju dan sangat mulus, sedikit terlihat. Kulit yang sangat sempurna.

"Apa yang sudah aku lewatkan?" Sarah mendekati Andri yang masih menorehkan tinta untuk menandatangani semua dokumen.

"Andri! Kenapa kau membiarkan pegawaimu di kursi sofa?!"

"Amanda. Bukankah kau melihatku sangat sibuk!" bentak Andri keras. Sarah terkejut, tidak menyangka melihatnya. Ini adalah pertama kalinya Andri membentaknya.

"Andri. Aku sangat marah!"

"Sarah. Kau jangan cemburu tidak jelas. Amanda tadi sangat pucat. Aku membiarkannya beristirahat sebentar. Kau marah dengan alasan tidak jelas."

Sarah tidak mengerti dengan perubahan mendadak Andri. Namun, dia tidak mau terlihat bodoh di depan Amanda.

"Kita akan berbicara di rumah!" bentak Sarah keras. Dia berjalan cepat, keluar dari ruangan.

Amanda berdiri, kembali mendekati Andri.

"Tuan. Saya mau ke kamar mandi. Apa Anda mengijinkannya?"

"Lakukanlah," balas Andri.

Amanda berjalan, melewati Andri dengan sedikit lirikan.

"Dia memang menggodaku. Tapi, kenapa aku tergoda?" gumam Andri pelan. Dia melempar bolpointnya. Kemudian menyandarkan tubuhnya, masih tidak percaya dengan perasaannya sendiri.

Dia memejamkan kedua matanya. Ingatannya kepada Amanda, kembali mengganggu pikirannya.

Andri sebenarnya memiliki perasaan kepada Amanda. Namun, sosok seksi Sarah berhasil merubah perasaannya. Apalagi, Sarah selalu mempengaruhi Andri untuk merebut kekayaan Amanda.

Andri yang selalu mendapat penolakan Amanda saat ingin menyentuhnya, membuat Andri sangat kesal. Hingga sosok Sarah masuk dan selalu memuaskannya. Mereka akhirnya melakukan perselingkuhan diam-diam di belakang Amanda.

"Argh!"

"Amanda?"

Andri terperanjat. Dia spontan bangkit dari duduknya. Kakinya melangkah cepat menuju pintu kamar mandi.

"Amanda? Apa kau baik-baik saja?"

"Aku ... aku terjatuh, Tuan. Aku tidak bisa berdiri," balas Amanda.

"Apakah aku harus membantumu?"

"Tuan, maafkan. Apa kau tidak keberatan?"

Andri sedikit resah. Dia berpikir. Dalam batinnya, dia ingin menolong Amanda. Tapi, bagaimana jika Sarah tiba-tiba masuk?

"Tuan, apakah Anda ada di sana?" teriak Amanda. Andri masih saja kebingungan. Dia menatap pintu ruangannya, memastikan tidak ada siapa pun yang masuk.

"Argh!"

Spontan Andri masuk ke dalam. Amanda tergeletak di lantai dengan basah. Keseksian tubuhnya terlihat jelas. Andri kembali menelan saliva.

Perlahan Andri mendekati Amanda dan mengangkatnya. Amanda sedikit meniup daun telinga Andri. Seketika itu juga, Andri begidik.

Andri menggendong Amanda, keluar dari kamar mandi. Dia berjalan, menuju kursi sofa. Perlahan Andri merebahkan tubuh Amanda.

"Amanda. Sebaiknya kau pulang. Besok kembalilah lagi. Kau sepertinya membutuhkan istirahat."

"Terima kasih, Tuan. Maafkan aku."

Amanda perlahan berdiri. Andri masih membantunya. Amanda menarik wajah Andri, mendadak menciumnya.

Andri terpaku. Amanda segera melepaskan bibirnya.

"Maafkan. Saya ... saya benar-benar tidak sengaja."

Amanda terkejut. Andri menarik tengkuk lehernya, membalas ciuman itu. Amanda melesakkan lidahnya semakin dalam. Dia meraba dada kekar Andri. Namun, spontan dia melepaskan bibirnya.

"Tuan, saya harus pergi."

Amanda membiarkan Andri masih bergeming dalam diam. Dia mengambil tas hitam beludrunya, lalu keluar dari ruangan.

"Andri. Kenapa aku melihat Amanda pulang lebih awal?" tanya Maria. Dia semakin menatap Andri. Maria mengernyit, melihat warna lipstik merah di bibir Andri.

"Hah. Jadi ... kau sudah berselingkuh?" ucap Maria.

Andri segera berjalan kembali ke kursi kerjanya. Dia mengambil satu lembar tisu, mengusap bibirnya.

"Baru sehari dia bekerja. Kau ... sudah melakukan hal itu? Ingatlah, kau memiliki istri, Andri."

"Diamlah, Maria."

"Brak!"

"Apa yang aku dengar?" Sarah masuk tiba-tiba. Dia berjalan cepat mendekati meja Andri. Kedua matanya melotot, melihat tisu dengan warna kemerahan.

"Apakah ..." Sarah semakin melotot tajam. "Jelaskan kepadaku!" teriaknya keras. Sementara, Andri masih terdiam.

**

Di dalam mobil. Tepatnya di seberang gedung Atmaja. Seseorang dengan pandangan kebencian, terus menatap pintu masuk gedung.

"Aku sudah berhasil mendekatinya. Besok, aku akan membuat dia bercinta denganku. Dia akan berada dalam genggamanku," ucap seorang wanita sambil tersenyum.

"Bercinta? Apakah tidak terlalu cepat?" balas seorang pria di sebelahnya.

Seorang wanita tersenyum sangat puas. Dia berhasil membuat pemilik Atmaja berada dalam genggamannya.

"Ternyata, kecantikan yang sudah kau ciptakan ini, sangat mudah membuatnya jatuh ke dalam pelukanku."

"Aku sudah melakukan janjiku. Kau, ingatlah perjanjian kita." Sang pria dengan tajam menatap sang wanita yang hanya diam menatapnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status