Share

Tidak Mengerti Dengan Perasaannya

Di dalam ruangan Andri, Sarah semakin marah. Dia tidak percaya melihat tisu terdapat noda lipstik sangat merah di sana. Dan yang lebih parah, tisu itu berada di meja suaminya.

"Apa kau mau memainkan perasaanku? Katakan kepadaku! Apa yang kau lakukan? Aku melihat wanita itu sudah berada di sofa ini dengan sangat berantakan. Andri, kau jangan pernah bermain api denganku! Karena aku tidak akan pernah menerimanya."

"Cukup hentikan! Jangan pernah berpikiran apa pun kepadaku. Sekarang pergilah, karena aku memiliki urusan yang sangat banyak."

"Apa kau bilang? Jadi, kau mengusirku dari ruangan ini? Ingatlah posisiku. Aku ini adalah istrimu!" balas Sarah. Dia semakin mengepalkan kedua tangannya, tidak percaya hari ini Andri benar-benar berubah. Sejak kedatangan pegawai baru itu yang memiliki nama, sama dengan mantan istrinya yang sudah disingkirkannya.

"Pertunjukan yang memang sangat menarik. Melihat kalian berdebat seperti ini. Andri, dia pegawai baruku. Tidak seharusnya kau mencoba untuk mendekatinya. Dan kau Sarah! Jangan pernah mencampuradukkan masalah pribadi di kantor ini. Kalian selesaikan saja di rumah."

Sarah tidak mempedulikan sindiran Maria. Dia masih menatap suaminya dengan tajam.

"Andri. Ingatlah! Aku akan benar-benar membalasmu, jika kau melakukan perselingkuhan!"

Andri hanya diam saja. Dia sendiri tidak mengerti dengan perasaannya. Sarah berjalan dengan kesal melewati Maria yang masih berdiri dengan santai mengamati pertengkaran yang terjadi di hadapannya.

Maria menurunkan kedua tangannya yang semula bersedekap. Dia mendekati Andri yang masih terduduk di kursi kerjanya sambil mengatur napasnya. Andri sedikit melonggarkan dasinya untuk membuat dia bernapas lega.

"Hmm, aku memang menyimpan aroma perselingkuhan di sini. Kau ... jelas-jelas udah menciumnya. Hei, jujurlah kepadaku, Andri. Tapi sepertinya aku akan membiarkannya. Karena menurutku kau tidak pantas berdampingan dengan Sarah."

"Hentikan Maria! Jangan ucapkan apa pun juga. Karena aku sangat pusing. Sekarang keluarlah dan biarkan aku sendiri."

Maria sedikit mendengus sebelum dia benar-benar keluar dari ruangan Andri. Sementara Andri menghentakkan tangannya di atas meja.

"Brak!"

"Argh!"

Dia berdiri, lalu berkacak pinggang memikirkan perasaannya yang memang benar-benar sudah tidak waras!

"Kenapa aku sangat mudah sekali terpengaruh dengan godaan pegawai itu? Hah, padahal aku baru saja bertemu dengannya. Ini benar-benar membuat hatiku bergoncang. Aku sedikit mengingat Amanda," batinnya sembari menarik napas. "Sudahlah! Tidak mungkin itu dia. Aku pasti sudah salah mengira jika itu memang adalah dia. Sudah jelas-jelas dia sudah mati dan tidak akan pernah kembali."

Waktu berjalan cukup cepat. Andri masih saja gelisah di ruang kerjanya. Dia terus memikirkan sosok pegawai barunya yang memiliki nama, sama dengan istrinya. Hingga Sarah masuk dan kembali menatapnya sangat tajam.

"Apa kau akan berdiri di sini saja? Atau kau akan pulang hari ini? Kau sudah membuatku sangat kesal. Suamiku, aku yakin kau pasti sudah berselingkuh di belakangku."

"Jaga ucapanmu barusan. Sarah, jelas-jelas aku tidak melakukan apa pun. Tapi kau selalu menuduhku seperti itu," balas Andri. Dia berjalan melewati Sarah begitu saja dan keluar dari ruangannya.

"Kini dia malah tidak memandangku?" Sarah berdiri menarik nafas panjang, berusaha mengatasi hatinya sangat ... sangat luar biasa menahan amarah!

"Apakah aku akan merasakan perasaan seperti Amanda? Yah, aku diam-diam sudah berselingkuh di belakangnya. Lalu ... membunuhnya. Sekarang aku benar-benar merasakan hatiku yang ingat sakit. Walaupun aku tidak yakin jika memang Andri sudah selingkuh," batinnya sebelum akhirnya dia keluar dari ruangan Andri dan mengikuti suaminya yang sudah jauh mendahuluinya.

Sarah terus berjalan hingga dia benar-benar bisa masuk ke dalam mobil mewah Andri tepat waktu. Mereka duduk bersebelahan tanpa berbicara sepatah kata pun. Mereka hanya diam dan tidak saling menegur sama sekali.

Namun, Andri tidak mau berdebat dengan Sarah. Dia ingin menenangkan pikirannya.

"Sarah, setelah ini aku ada keperluan. Kau sebaiknya pulang, jangan menungguku. Aku ingin menetralkan otakku yang sudah tidak waras ini. Apalagi kau sudah sangat marah. Lebih baik kita saling menyendiri, merenungkan hati masing-masing."

"Aku tidak mengerti dengan dirimu, Andri. Kau begitu mudah berubah. Apa kau memang memikirkan Amanda? Dia sudah tidak ada, Andri. Dan, kini kau sudah bersamaku. Ingatlah apa yang sudah kita lalui. Jangan pernah kau merusak hubungan kita gara-gara pihak ketiga. Dia memang sangat cantik. Tapi, ingatlah. Aku yang membantumu berkuasa sampai detik ini."

Andri masih terdiam. Dia tidak berkata apa pun kepada Sarah yang sudah keluar dari mobil. Sarah meninggalkan Andri, dan masuk ke dalam rumah megah milik Amanda terdahulu yang kini mereka tempati.

Andri menepuk pundak sang sopir, untuk melanjutkan perjalanan menuju cafe biasanya yang sering dia kunjungi bersama beberapa klien besar.

"Pergilah ke cafe biasanya. Aku ingin menenangkan pikiranku. Sang sopir menganggukkan kepala. Mobil melesat dengan kencang.

Andri kembali menyandarkan tubuhnya di kursi sambil mengamati jalanan dari jendela mobil. Memang tidak dipungkirinya. Kini pikirannya kembali memikirkan sosok Amanda.

"Kenapa aku kembali mengingatmu, Amanda? Kita sudah berpisah dan kau benar-benar kehilangan nyawamu. Tapi ... kini aku meragukanya. Yah, mayatmu sama sekali tidak pernah kulihat. Apakah kau kini berwujud orang lain?" batin Andri terus bertanya-tanya. Dia tidak sadar sudah sampai di depan cafe dan dikejutkan oleh suara sang sopir yang membuka pintu.

"Tuan Andri. Anda sudah sampai. Apakah Anda baik-baik saja? Atau ... kita harus pergi ke mana? Tuan, sepertinya Anda semakin pucat."

"Ah. Aku sampai tidak sadar sudah sampai ke sini. Tidak masalah. Aku baik-baik saja. Tunggulah aku di parkiran dan kau bisa meminum atau apalah. Kerjakan sesuatu yang membuatmu senang." Ucapan Andri sambil memberikan beberapa lembar uang kepada sang sopir yang tersenyum, lalu menundukkan kepala.

Andri segera masuk ke dalam cafe. Dia disambut dengan senyuman oleh pemilik cafe. Andri adalah pelanggan tetap yang selalu membayar mahal semua minuman di sana. Bahkan dia pernah membelikan semua minuman kepada ratusan pengunjung yang ada di sana.

"Tuan Andri. Ternyata Anda datang ke sini. Saya tidak menyangka. Mari Ikuti saya ke tempat biasanya. Saya akan menyajikan semua yang biasanya Anda sukai di sini," ucap pemilik cafe yang sangat cantik dengan tubuh seksinya. Andri hanya menganggukkan kepala, mengikutinya menuju ruangan VIP. Andri duduk dan menatap beberapa wanita yang menari sangat seksi di hadapannya.

"Ambilkan aku beberapa minuman yang biasanya. Aku ingin menyegarkan kepalaku. Tapi aku tidak ingin ada siapa pun di sini. Aku ingin sendiri."

Andri masih saja mengamati semua penari yang berada di hadapannya. Namun, dia sangat kesal. Hatinya belum berubah sama sekali. Masih saja resah memikirkan sosok pegawai barunya yang memang membuatnya bergemetar. Entahlah dia pernah merasakan itu atau tidak dengan Sarah. Tapi sepertinya, dia sama sekali tidak tenang. Hingga kedua matanya menangkap seseorang yang sangat seksi menari di tengah-tengah kerumunan. Wanita dengan bajunya yang berwarna kuning keemasan. Bahkan rambut pirangnya tergerai begitu indah. Tubuhnya meliuk-liuk sangat seksi.

"Amanda? Apakah itu memang dia?" batin Andri. Dia segera beranjak dari duduknya, berjalan cepat menuju ke sana. Kedua matanya tidak bisa percaya, melihat wanita yang sangat cantik menari dengan tubuhnya yang sangat seksi.

"Tuan Andri," ucap Amanda sambil tersenyum. Dia berjalan cepat menuju ke arah Andri.

"Tidak kusangka Tuan ada di sini. Ternyata aku sangat beruntung di cafe ini menemukan bosku yang sangat tampan." Amanda sedikit mabuk. Dia memeluk Andri begitu saja. Namun, anehnya Andri membiarkan Amanda melakukannya.

"Apakah kau mabuk? Kau lebih baik ikut denganku keluar dari sini. Jika seseorang melihatmu seperti ini, apalagi laki-laki. Kau tau sendiri apa yang akan mereka perbuat kepadamu."

"Hahaha, kau memang benar, Pak. Untung saja aku bertemu dengan laki-laki seperti Bapa, eh Tuan. Haha, maaf aku sangat mabuk. Tapi ... apakah istrinya tidak masalah melihat Bapak membantuku? Hmm, jika marah bagaimana?" ucap Amanda dengan sangat manja. Dia semakin memeluk Andri dan sedikit mendaratkan bibirnya di leher Andri yang membuatnya bergidik seketika.

"Lagi pula kita tidak melakukan apa pun. Istriku tidak akan pernah marah. Ayo! Kita akan pergi dari sini."

Andri mengarahkan tangannya kepada pemilik cafe. Dia memberikan beberapa lembar uang untuk membayar minumannya. Dia segera pergi membawa Amanda keluar, dan masuk ke dalam mobilnya.

"Wah, mobilnya sangat mewah sekali, Pak. Saya tidak pernah menaiki mobil seperti ini. Hah, benar-benar luar biasa."

Amanda tersenyum, mendekatkan wajahnya. Kini, wajah keduanya sangat dekat. Andri hanya menarik napas ketika Amanda melakukan itu.

"Di mana rumahmu? Aku akan mengantarkannya."

"lurus aja, nanti di pertigaan itu belok kanan. Aku akan mengarahkan dengan tepat. Kita akan dengan cepat sampai di apartemenku. Kebetulan lokasinya tidak jauh dari sini."

Sopir terus melesatkan mobil itu. Amanda masih saja memeluk Andri dan memandangnya dengan senyuman. Lesung pipinya membuat Andri seketika menelan saliva. Dia semakin merasakan getaran yang sangat luar biasa.

"Ini apartemenku, Pak. Tapi ... aku sepertinya tidak kuat untuk masuk ke dalam. Apakah Bapak mau mengantarku?"

Andri benar-benar tidak percaya ketika melihat keluar. Ternyata tempat tinggal Amanda sama dengan milik apartemen Amanda mantan istrinya yang kini dia miliki.

"Apa? Jadi, kau tinggal di sini?"

"Pak ... aku ..."

"Amanda!"

Andri tidak percaya. Amanda pingsan. Mau tidak mau ... dia harus mengantar ke dalam. Andri segera menggendong tubuh Amanda. Sopir segera meminta kunci darurat kamar Amanda.

"Aku akan menuju kamarnya. Kau ... jangan katakan apa pun jika Sarah menelepon. Katakan juga kepada semua pegawai apartemen ini untuk tutup mulut."

"Baik, Tuan."

Andri segera menaiki lift. Dia semakin tidak percaya. Kamar Amanda persis di sebelah kamar apartemen Amanda yang sudah dimilikinya sekarang. Tapi, Andri menganggap itu kebetulan. Dia masuk ke dalam kamar Amanda, merebahkan tubuh Amanda di atas ranjang.

"Tuan ... miliki aku. Aku, ingin bercinta denganmu."

Andri tidak percaya. Kini Amanda membuka kemjanya. Dia sangat bergemetar. Apakah dia akan melakukannya? Sementara, dia sangat tahu jika ini salah. Tapi, Andri tidak bisa menahannya.

"Tuan ... aku menginginkanmu," desah Amanda.

"Aku .... aku ..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status