Share

Bab 4

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2023-08-05 22:53:46

Kulihat Vera salah tingkah. Paling suka lihat dia kayak gitu. Sahabat pengkhianat! Pantas saja dulu dia semangat sekali membantuku kerja di luar negeri. Ternyata ada udang dibalik batu!

“Fo-fotonya gak ada, Ren. Mas Dito gak suka difoto!”

Hem, alesan! Mana mungkin zaman sekarang ada orang yang gak suka difoto.

“Oh gitu. Ya sudah, kamu terusin masaknya. Kalau sudah matang, panggil aku. Aku mau lihat Bang Dino nge-cat dulu.”

Berjalan meninggalkan Vera yang masih salah tingkah, menghampiri lelaki yang mengaduk-aduk cat.

“Bang?” Panggilku, duduk di sofa.

“Iya, Sayang?” jawabnya sok mesra. Memutar bola mata malas, mendengar panggilan ‘Sayang’ dari mulut penuh kebohongan itu. Tapi, aku juga ingin menguji Dinosaurus.

“Nama suaminya si Vera siapa, Bang?”

Bang Dino menghentikan tangannya yang mengaduk-aduk cat. Tampak berpikir.

“Su-suami Vera?”

“Iya. Abang tahu kan, nama suami dia siapa?”

Mampus lu! Pasti mereka belum sempat berkompromi masalah ini. Kutunjukan ekspresi wajah penasaran, menunggu jawaban dari lelaki yang dulu amat aku cintai.

“Tahu, tahu ... Abang tahu nama suami si Vera,” katanya cepat.

“Siapa?”

“Fe ... Ferry! Ya, Ferry!”

Aku tersenyum miring mendengar jawaban Dinosaurus. Menyandarkan punggung pada sandaran sofa. Melihat Bang Dino kembali mengaduk-aduk cat.

“Memangnya si Vera nikah bulan apa, Bang?”

Kalau jawaban pertanyaan ini pasti dijawab jujur.

“Kalau nikahnya mah masih baru. Bulan Mei tahun ini,” jawab Bang Dino tanpa beban, tanpa menatapku.

Hah? Mei? Kandungannya si Vera sudah besar banget. Ternyata hamil di luar nikah.

“Berarti hamil di luar nikah ya, Bang?”

Lagi, Bang Dino menghentikkan gerakan tangannya. Ia berdiri, menghela napas panjang. Memandangku dan menganggukkan kepala.

“Kayaknya gitu. Sayang, Abang mau nge-cat sekarang. Abang tinggal dulu!”

“Aku temani, Bang! Sekalian aku pengen ngobrol-ngobrol. Kita kan udah lama gak ngobrol!” ucapku berjalan di samping Bang Dino yang tersenyum.

“Iya, Sayang. Kalau kamu mau temani Abang, Abang senang sekali.”

Aku dan Bang Dino masuk ke dalam kamar. Pintu kamar tidak aku tutup. Lau, dengan cekatan, ia mendorong lemari pakaian. Terlihat agak kesulitan, tapi sedikit pun aku enggan membantu.

“Kenapa ya, Bang? Badanku masih pegal-pegal? Apa karena perjalanan jauh kemarin?”

Kutahu, Bang Dino ingin memintaku untuk membantunya. Sebelum mulut dia bicara, aku menyela lebih dulu.

“Oh, badanmu masih pegal? Diurut aja, Sayang ... Bi Rum kan jago ngurut. Kalau kamu diurut, nanti Abang juga pengen diurut. Nih kaki, sakit banget bekas jatuh dari motor tadi.”

Enak saja sekalian. Ogah banget.

“Gak usahlah, Bang! Nanti aku minum obat saja. Hmm ... Bang, aku masih pengen tanya-tanya soal si Vera.”

Bang Dino tampak acuh tak acuh. Tapi aku gak peduli. Aku cuma ingin menguji sejauh mana kejujuran lelaki itu.

“Tanya apalagi, Sayang?”

“Si Vera suaminya emang kerja apaan sih, Bang? Kok tega banget ya, ninggalin istrinya yang lagi hamil besar gitu,” kataku pura-pura bersimpati akan kondisi Vera. Padahal aslinya, sama sekali tidak peduli.

“Hmm ... Bukan tega, Sayang ... Suaminya itu kerja ninggalin dia supaya ... Anu ... Supaya pas si Vera lahiran punya uang! Kalau suaminya gak kerja, nanti si Vera makan sama apa? Makanya suami si Vera itu bela-belain jadi TKI!”

Rasanya ingin sekali aku tertawa. Jadi TKI? Kalau memang Bang Dino ada niat ingin pergi jadi TKI, aku akan kabulkan!

“Wah, jadi TKI? TKI mana, Bang?” Lagi-lagi aku berpura antusias menanggapi cerita Bang Dino. Lelaki yang tengah meng-cat kamar tampak berpikir.

“Malaysia.”

“Berapa lama prosesnya, Bang? Abang pasti tahu kan?” Aku terus mendesak Bang Dino agar bercerita lebih banyak tentang si Vera dan suaminya versi Bang Dino.

Suami Vera versi Bang Dino namanya Ferry. Suami Vera versi Vera sendiri namanya Dito.

Hahahah ... lucu sekali mereka ini. Biarkan saja mereka anggap aku bodoh. Menganggapku mudah dibodohi dan dibohongi, tidak masalah.

Terpenting bagiku, segala aset rumah dan tanah harus atas namaku! Ternyata terlambatnya aku punya anak, ada hikmahnya juga. Andai ada anak, pasti aku tidak punya pikiran dan rencana seperti ini karena fokus pada anak. Benar, Tuhan lebih tahu yang terbaik untukku.

“Gak lama kok. Gak sampe dua Mingguan. Makanya, Sayang ... kamu jangan cemburu sama si Vera. Kasihan dia, ditinggal sama suaminya apalagi itu ... apa namanya? Lagi hamil. Kita harus peduli sama dia, Sayang ....”

Cuih, najis! Harus peduli sama si Verek? Ogah! Aku mengizinkan dia tinggal di rumah bukan karena aku peduli, tapi karena aku ingin tahu kelakuan merek berdua sekaligus memanfaatkan keberadaannya.

“Memangnya aku kurang peduli apa sih, Bang? Aku kan udah nyuruh dia tinggal di rumah ini!” ucapku ketus. Dasar tukang selingkuh? Wanitanya dibela terus.

“Ya, kamu memang sangat baik, Sayang.”

“Ngomong-ngomong suaminya hebat ya, mau jauhan sama istrinya. Bang, kayaknya Abang juga harus kayak dia. Kayak suaminya si Vera! Pergi kerja jadi TKI. Ya dari pada jadi tukang ojek! Kapan kebeli mobil dan tanah? Gantianlah, Bang ....” kataku setengah merengek. Gerakan tangan Bang Dino melambat. Sukurin, menelan omongan sendiri.

“Maksudmu ... kamu nyuruh aku kerja di luar negeri?” tanya Bang Dino memastikan. Tubuhnya kini menghadapku. Kening lelaki yang memegang koas cat mengkerut.

“Iya, Bang. Dulu, Abang sama Vera bilang, kalau laki-laki yang kerja ke luar negeri, sulit lolosnya. Lebih mudah wanita. Itu sih, suaminya Vera, bisa. Aku sangat yakin, Abang pasti bisa! Ya, Bang ya? Enak kok kerja di luar negeri! Beneran!” kataku, mencoba menyemangati Dinosaurus.

Sepertinya memang harus Bang Dino keluar negeri. Kalau dia keluar negeri, aku tidak akan menggunggat cerai. Aku akan memanfaatkan uang hasil kiriman kerjanya. Tidak peduli, nantinya dia selingkuh di sana atau tidak.

Dinosaurus menarik napas panjang, hendak menghapiriku namun aku cegah.

“Bang, ngobrolnya sambil nge-cat aja. Jangan duduk di sini. Kapan kelarnya?” Aku tidak mau kalau malam nanti, kamar ini masih bau cat.

“Iya, Sayang.”

“Terus bagaimana, Bang? Abang mau kan? Nanti aku coba hubungi Bang Yanto deh! Orang yang dulu bantu aku jadi TKW,” ujarku semangat empat lima. Dari pada lihat mereka berdua di sini terus, sangat memuakkan.

“Kamu yakin, mau Abang kerja di luar negeri jadi TKI?”

Ya elah ... Pake nanya segala!

“Yakin, Bang! Seratus persen yakin!” kataku tegas.

“Kalau Abang kerja di luar negeri, kamu di sini bagaimana?” Aku tahu, dia pasti tidak mau. Dinosaurus sedang mencari alasan. Aku akan terus mendesaknya agar mau jadi TKI supaya dia tahu rasanya menjadi babu di negeri orang.

“Gak gimana-gimana. Abang juga waktu aku tinggal gak gimana-gimana. Buktinya, sampai aku pulang lagi, keadaan Abang sehat, malah badannya tambah gemuk, tambah ganteng lagi!”

Puji aja dulu! Paling gak, sampai dia setuju kerja jadi TKI.

“Kalau aku ganteng, kamu gak takut ... kalau banyak cewek sana yang godain Abang?”

Idih ... amit-amit. Jadi nyesel memujinya! Percaya diri amat.

“Nih, Bang ... kalau Abang dasarnya setia, mau digoda seribu wanita juga gak bakalan selingkuh! Beda cerita, kalau Abang dasarnya tukang selingkuh, gak setia! Digoda wanita yang jauh lebih jelek dari aku juga, pasti selingkuh! Digodain si Vera sedikit juga pasti selingkuh. Ya 'kan?”

Aku sengaja menyindirnya. Ingin tahu, Bang Dino mau berkata apa.

“Enggak dong, Sayang ... Abang gak mungkin tergoda sama si Vera. Dia sekarang jelek. Jadi, gak mungkin banget Abang selingkuh sama si Vera."

Belum sempat aku menimpali ucapan Bang Dino. Tiba-tiba dari belakang terdengar suara seseorang berdehem.

"Ehm!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 30

    Aku terdiam, tidak langsung menjawab ungkapan perasaan Angga. Lelaki itu lantas mengeluarkan kotak cincin berwarna merah terang. Aku semakin terkejut dan tak percaya, kenapa Angga secepat ini melamarku?"Kalau kamu mau aku ajak menikah dalam waktu dua bulan, kamu bisa mengambil cincin ini. Aku sungguh-sungguh ingin menikahimu."Pandanganku berembun. Terharu sekaligus bingung. "Angga ...." panggilku lirih. Masih berpikir kalau lelaki yang duduk di hadapanku sedang bercanda. "Aku serius, Reni. Aku benar-benar ingin menikahimu."Belum sempat menimpali ucapan Angga, pelayan restoran datang, meletakkan beberapa menu makan kami. "Kita makan dulu. Setelah makan, aku harap kamu mau kasih jawaban."Aku hanya menganggukkan kepala. Bukan aku tak suka pada Angga. Aku rasa, wanita mana pun pasti menyukainya. Angga tipikal lelaki yang sedari dulu tidak banyak tingkah. Mau bergaul dengan siapapun. Tidak melihat dia orang kaya atau orang yang tak punya. "Gimana, Ren? Kamu udah punya jawabannya?"

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 29

    Sudah dua bulan aku bekerja di perusahaan Angga. Meski hanya sebagai cleaning service. Tapi, aku bahagia. Kerjaannya tidak memberatkan dan santai. Tidak seperti kerja di luar negeri. Walaupun gajinya lebih besar, tapi kerjaannya luar biasa berat. Sudah dua bulan juga kau menyandang status janda. Persidangan perceraianku dengan Dino sudah diputuskan. Sejak saat itu, aku berusaha menghindari Dino dan juga Vera. Aku tidak mau diusik oleh mereka lagi. Mungkin juga sekarang si Vera udah melahirkan. "Reni?" Saat sedang merapikan pantry, seseorang yang suaranya aku kenal memanggil."Iya, Pak Angga?" sahutku formal. Angga tersenyum, menaikkan sebelah alisnya. "Jangan panggil aku, Pak kalau kita lagi berdua, Ren."Terkekeh mendengar ucapan Angga. Dia memang selalu berkata seperti itu. Melarangku memanggilnya dengan sebutan Pak Angga. Katanya kayak ke siapa saja. Lah jelas ke atasanku. Karyawan yang posisi jabatannya tinggi saja memanggil Angga, Pak Angga. Masa aku cuma office girl memanggil

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 28

    "Barang-barang furniture di rumah kamu gak dibawa semua? Kamu cuma bawa ini doang?" Tiba-tiba Angga bicara. Aku menoleh, menapat lelaki yang berdiri di dekat ruang tamu tanpa ada sofa atau televisi. Apartemen ini memang masih kosong. Belum ada barang-barang rumah tangga lainnya. "Iya. Ribet bawanya. Lagian aku kan cuma hidup sendirian. Paling nanti mau beli alat-alat dapur. Kalau sofa, gampang nyusul," jawabku membuka pintu kamar.Kalau tempat tidur aku sudah membelinya kemarin. Menyuruh penjaga apartemen untuk mengangkat ke atas. Begitu pula lemari pakaian. Selesai memasukkan kedua koper, aku keluar, ke dapur. Di sana baru ada dispenser, kompor dan magicom. "Silakan diminum," ucapku meletakkan kedua gelas di depan Angga dan Windy yang duduk di atas karpet. "Padahal bawa aja, Ren. Barang-barang di rumah sebelumnya kan milikmu," kata Angga sambil menegak air yang aku suguhkan. "Males, Ga.""Dia mah emang begitu, Angga. Orangnya gak mau ribet. Aku juga sempat mengingatkannya, bara

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 27

    "Pindah? Kamu mau pindah sekarang, Ren?"Dari arah belakang, muncul Vera sambil mengelus perut buncitnya."Iya. Aku mau pindah sekarang," jawabku tanpa beban. Aku sudah tidak sabar hidup seorang diri tanpa bayang-bayang mereka berdua. Sepasang manusia yang udah putus urat malunya. "Terus kami gimana, Ren? Kamu ini kalau jual rumah kok gak mikirin nasib kami sih?"Astaghfirullah ... kok ada manusia gak tau diri seperti si Vera? Amit-amit nauzubillahiminzalik. Aku menggelengkan kepala, mendekati Vera. "Asal kalian tau, aku emang gak pernah mikirin nasib kalian. Ih, amit-amit. Kamu kok Ver, gak punya malu banget. Emang waktu kalian selingkuh, mikirin nasib aku yang bekerja di luar negeri sana? Enggak kan?"Kupelototi dua makhluk yang sifatnya melebih makhluk astral itu. Mereka benar-benar membuatku kesal dan emosi. Kalau si Vera lagi gak hamil besar, ingin sekali tangan ini menjambak rambutnya yang jarang sekali dikeramas. Aku sih bukan menghina, tapi si Vera hamil itu gak cantik sama

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   BAB 26

    "Kamu jangan salah paham dulu, Ren. Aku dari dalam kamar Vera gak ngapa-ngapain. Kita cuma ngobrol aja kok. Sumpah dah." Aku tersenyum miring mendengar alasan Bang Dino. Tidak peduli juga mereka mau ngapain berduaan di dalam kamar. Toh sebentar lagi aku dan Bang Dino akan bercerai. "Bener, Ren. Aku sama Mas Dino cuma ngobrol biasa aja."Halah, si Vera juga ikut-ikutan mengelak. Aku mendekati keduanya. Memandang mereka satu persatu. "Aku ... enggak ... pe-du-li."Membalikkan badan, meninggalkan dua manusia munafik itu. Tak ingin mendengar ucapan atau alasan mereka lagi. Bodo amat. Aku melangkah ke dapur, membuat susu cokelat hangat. Entah mengapa malam ini aku tidak bisa tidur. "Ren, apa kamu gak bisa batalin jual rumah ini?" Tanpa kusadari, Bang Dino sudah berdiri di samping. Menoleh ke belakang, Vera sudah tidak ada. "Enggak bisa," jawabku singkat, mengaduk susu cokelat hangat. "Ren, aku gak mau pisah sama kamu. Kamu jangan ceraikan akulah, Ren. Aku masih cinta kamu, Ren. Masi

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 25

    PoV VeraSungguh, aku tak menyangka diam-diam Reni mau menjual rumah yang baru ia dan Bang Dino bangun. Aku pikir dia tidak akan mau menjual rumah ini soalnya dibangun dari hasil keringatnya selama bekerja menjadi TKW. Ternyata tanpa aku dan Bang Dino ketahui, Reni sudah berniat menjualnya. Duh, kalau rumah ini dijual, aku mau tinggal di mana? Apalagi tadi Reni sempat bilang, katanya dia akan menggugat cerai bang Dino. Ah, menyebalkan. Kenapa semua rencanaku dan Bang Dino jadi berantakan? Ditambah sekarang para tetangga kanan kiri sudah tahu statusku yang menjadi selingkuhan Bang Dino. Aku tadi benar-benar dibuat malu sama si Reni. Gara-gara dia, warga di sini tahu kalau aku dan Bang Dino berselingkuh. Sialan!Sudah pukul sebelas malam, aku masih enggak bisa tidur. Bang Dino juga belum masuk kamar padahal tadi dia sempat bilang, katanya pengen ngobrol hal penting sama aku. Tok, tok, tok.Suara ketukan pintu membuatku tersentak. Perlahan, aku turun dari ranjang, berjalan dan membuka p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status