Share

Bab 7

Author: Syatizha
last update Last Updated: 2023-09-28 12:51:17

“Bu, aku menampar Vera karena dia telah menghinaku? merendahkanku, Bu!"

Jelas saja, Bang Dino tidak terima. Sambil berjongkok, aku terus menguping pembicaraan mereka.

“Kalau kamu dihina, ya hina balik! Bukan ditampar!” timpal ibu sengit. Aku menggelengkan kepala. Kucoba melihat raut wajah mereka masing-masih. Vera tersenyum licik. Dia pasti bahagia mendapat pembelaan dari Ibu mertua.

Bang Dino memalingkan wajah, memegang sebelah pipinya.

“Sekarang kita bahas masalah si Reni. Ibu gak mau ada dia di rumah ini! Kalian berdua harus bisa mengusir perempuan mandul itu!”

Enak saja mereka mau mengusirku! Aku gak mau mengulur waktu lagi. Sertifikat rumah dan tanah harus segera kualihkan namanya menjadi atas namaku.

Dulu, aku terlalu percaya bujuk rayu Bang Dino, mengiyakan saja usulannya ketika dia ingin rumah dan tanah atas nama Dino Saturus.

Sudahlah, percuma menyesal juga. Sekarang yang harus aku lakukan, mengganti nama kepemilikan, menggugat cerai Bang Dino, dan mengusir mereka.

“Iya, Bu. Aku juga lagi mikirin gimana caranya si Reni pergi dari rumah ini. Gak enak banget ada dia! Nyuruh-nyuruh mulu!” keluh Vera. Ibu Dewi membelai lembut rambut Vera. Perlakuan yang tak pernah aku dapatkan dari Ibu.

“Kalau begitu, Dino harus secepatnya menceraikan si Reni. Kalau si Reni kamu ceraikan, dia gak mungkin tinggal di rumah ini. Iya, kan?”

Aku tersenyum miring, menggelengkan kepala. Sakit sekali hati ini mendengarkan rencana licik ibu mertuaku. Setelah memiliki rumah ini, mereka ingin mengusirku tanpa ingat kalau uang membangun rumah dari keringatku.

Ya Tuhan, tolong hamba-Mu. Tolong aku menghadapi perbuatan jahat mereka.

“Benar tuh, Mas! Aku juga udah muak lihat tingkah si Reni. Sok cantik! Bu, Mas Dino juga sekarang panggil Reni, Sayang-sayang terus! Jijik aku dengarnya!”

Mulut Vera mulai bereaksi. Sahabat laknat! Sahabat pengkhianat! Sekarang kamu boleh sok berkuasa, sebentar lagi, kamu akan menderita.

“Apa benar, Dino?”

Bang Dino tak menjawab, ia justru memalingkan wajah ke arah lain. Seolah tak ingin membalas tatapan ibu dan Vera. Mungkin Bang Dino kecewa karena tadi Ibu telah menamparnya dan membela si Vera.

“Dino, kamu dengar Ibu gak?”

“Dengar, Bu. Sudahlah, aku mau nge-cat lagi!”

Waduh, tadi kenapa pintu kamar aku kunci, ya? Aku harus pura-pura sampai rumah. Hmm ... nah itu, ada jalan! Kayaknya aku sudahi dulu menguping obrolan mereka. Bang Dino harus bisa aku hasut. Harus kubuat dia berada di pihakku terlebih dahulu.

Berjalan mengendap-endap lewat belakang rumah. Lalu, belok kiri, melewati beberapa rumah, memasuki gang kecil dan berjalan cepat menuju gerbang rumah yang belum selesai.

“Assalamualaikum,” ucapku membuka pintu rumah. Bang Dino tengah berusaha membuka pintu kamar.

“Waalaikumsalam. Ren, kamu dari mana? Kok pintu kamarnya dikunci?” tanya Bang Dino.

Aku tersenyum, mengeluarkan kunci kamar.

"Maaf, Bang. Tadi aku ke depan sebentar. Pengen jajan bakso,” jawabku sekenanya. Untung aku ingat, di depan ada kedai bakso.

“Kamu nih ya, beli bakso gak ajak-ajak Abang. Abang gak dibeliin?” Bang Dino melihat kedua tanganku.

“Enggak! Aku pikir, sekarang Abang gak suka bakso!”

Kami pun masuk kamar beriringan. Sengaja, mengunci pintu kamar supaya Ibu dan Vera berpikir macam-macam.

“Sukalah. Tapi gak apa-apa, kalau emang kamu gak beliin Abang.”

Aku tersenyum manis mendengar jawabannya.

“Bang, Ibu masih ada?”

“Masih,” jawab Bang Dino malas. Tangannya mulai mengaduk-aduk cat.

Menghampirinya, pura-pura melihat pipi Bang Dino memerah.

“Pipi Abang kenapa merah begitu? Kayak ... habis ditampar?”

Bang Dino menoleh, memegang pipinya.

“Abang ditampar Ibu.”

“Apa? Kok bisa?”

Bang Dino menghela napas berat.

“Gara-gara si Vera.”

“Maksudnya?” Aku menatap lekat Bang Dino, seolah peduli keadaannya.

“Si Vera ngadu sama Ibu, kalau aku menamparnya. Eh, Ibu malah tampar aku! Katanya, balasan karena aku udah tampar si Vera!”

Manggut-manggut, mendengar cerita Dinosaurus. Aku berjalan menuju tempat tidur, duduk di sisi.

“Aneh banget, kenapa Ibu sampai segitu ya? Padahal kan ... si Vera bukan siapa-siapa Ibu. Bukan anak Ibu, bukan menantu Ibu! Tapi, kok ... sampai segitunya? Rela menampar anaknya sendiri demi si Vera?” selorohku, berusaha membuat suasana hati Bang Dino memanas. Bodo amat, ah! Aku sudah muak dengan mereka. Biarlah, mereka hancur dengan sendirinya.

Bang Dino berpikir, ia tercenung sejenak.

“Kamu benar, Sayang. Tapi ya udah, Abang gak apa-apa. Sayang, bisa gak, kamu buatin Abang jus apa ke? Abang haus!”

Kalau bukan karena rencana yang sudah aku susun, rasanya malas mengabulkan keinginannya.

“Iya, Bang.”

Bang Dino mulai mengecet.

Sebuah ide melintas. Sengaja, membuat rambutku acak-acakkan, lipstik aku hapus berantakan, dan juga membuka dua kancing kemeja bagian atas. Aku yakin, jika Ibu dan Vera melihatku, mereka akan berpikir kalau kami memadu kasih di dalam kamar.

Keluar, berjalan santai menuju dapur.

“Reni!”

Kebetulan sekali, Ibu mertua memanggil. Aku membalikkan badan sambil tersenyum. Kedua mata Ibu dan Vera membulat melihat penampilanku. Mereka menatapku dari atas sampai bawah.

“Ada apa, Bu?”

Kedua tangan Vera mengepal. Aku tahu, dia pasti mulai emosi dan cemburu.

“Kenapa penampilanmu jadi berantakan begitu?” Jari telunjuk Ibu mengarah padaku. Sedangkan Vera, memalingkan wajah, bibirnya mengerucut beberapa centi.

“Memangnya penampilanku kenapa?” Aku pura-pura tak mengerti.

“Masih nanya? Kamu ini ... itu lihat lisptik kamu, sampai blepotan! Kemeja kamu, bukannya dikancingin! Malah dibiarkan terbuka!”

Aku memandang penampilan sendiri.

“Ya ampun, aku gak sadar lho, Bu. Ya ... gimana dong! Bang Dino tadi ... mainnya kayak bringas gitu. Lipstikku belepotan ya, Bu? Gimana gak blepotan kalau tadi ... dah, ah! Jangan dibahas! Aku kan jadi malu!”

Membalikkan badan, berjalan cepat ke dapur.

“Sialan! Mas Dino sialan!”

Samar-samar kudengar Vera mengumpat. Aku hanya tersenyum manis.

Setelah membuatkan jus Mangga, aku hendak kembali masuk kamar, memberikan jus Mangga untuk Bang Dino. Tetapi, di depan pintu kamar, berdiri Ibu dan Vera. Untung saja, tadi aku sempat menguncinya! Aku kunci, supaya rencanaku berhasil.

“Dino, buka pintunya! Buka! Tuh anak, tuli apa? Dari tadi teriak-teriak, bukanya dibukain pintunya! Dinooo ....”

“Bu ... Ibu dan Vera ngapain berdiri di depan kamarku?” tanyaku lembut. Ibu dan Vera mendengkus kesal.

“Ibu mau bicara sama si Dino!”

Aku kembali mengulas senyum. Tetap tenang.

“Maaf, Bu. Kayaknya Bang Dino gak bisa diganggu dulu. Kami kan baru bertemu lagi setelah bertahun-tahun berpisah. Jadi ... tolong pengertiannya, ya?”

Kulihat raut wajah Vera memerah, seperti menahan amarah.

“Eh, Reni! Kamu ini gak sopan banget, ya? Ibu adalah ibu kandungnya Mas Dino! Kamu jangan sok menguasai dong! Suruh Mas Dino keluar kamar! Cepetan!”

Jujur, aku sangat tersinggung diperintah si Vera. Memangnya dia siapa? Sudah dikasih tempat tinggal, malah ngelunjak. Aku menarik napas panjang, menatap mereka bergantian.

“Vera ... kamu mesti ingat, siapa kamu di sini? Memangnya kamu yang punya rumah ini? Memangnya kamu istri Bang Dino? Bukan ‘kan? Jadi orang tuh mesti tahu diri! Menumpang kok kurang ajar! Ingat, aku adalah pemilik rumah ini! Aku adalah istri sah Bang Dino. Sedangkan kamu? Cuma me-num-pang! Gak berhak memerintahku! Paham? Minggir!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 30

    Aku terdiam, tidak langsung menjawab ungkapan perasaan Angga. Lelaki itu lantas mengeluarkan kotak cincin berwarna merah terang. Aku semakin terkejut dan tak percaya, kenapa Angga secepat ini melamarku?"Kalau kamu mau aku ajak menikah dalam waktu dua bulan, kamu bisa mengambil cincin ini. Aku sungguh-sungguh ingin menikahimu."Pandanganku berembun. Terharu sekaligus bingung. "Angga ...." panggilku lirih. Masih berpikir kalau lelaki yang duduk di hadapanku sedang bercanda. "Aku serius, Reni. Aku benar-benar ingin menikahimu."Belum sempat menimpali ucapan Angga, pelayan restoran datang, meletakkan beberapa menu makan kami. "Kita makan dulu. Setelah makan, aku harap kamu mau kasih jawaban."Aku hanya menganggukkan kepala. Bukan aku tak suka pada Angga. Aku rasa, wanita mana pun pasti menyukainya. Angga tipikal lelaki yang sedari dulu tidak banyak tingkah. Mau bergaul dengan siapapun. Tidak melihat dia orang kaya atau orang yang tak punya. "Gimana, Ren? Kamu udah punya jawabannya?"

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 29

    Sudah dua bulan aku bekerja di perusahaan Angga. Meski hanya sebagai cleaning service. Tapi, aku bahagia. Kerjaannya tidak memberatkan dan santai. Tidak seperti kerja di luar negeri. Walaupun gajinya lebih besar, tapi kerjaannya luar biasa berat. Sudah dua bulan juga kau menyandang status janda. Persidangan perceraianku dengan Dino sudah diputuskan. Sejak saat itu, aku berusaha menghindari Dino dan juga Vera. Aku tidak mau diusik oleh mereka lagi. Mungkin juga sekarang si Vera udah melahirkan. "Reni?" Saat sedang merapikan pantry, seseorang yang suaranya aku kenal memanggil."Iya, Pak Angga?" sahutku formal. Angga tersenyum, menaikkan sebelah alisnya. "Jangan panggil aku, Pak kalau kita lagi berdua, Ren."Terkekeh mendengar ucapan Angga. Dia memang selalu berkata seperti itu. Melarangku memanggilnya dengan sebutan Pak Angga. Katanya kayak ke siapa saja. Lah jelas ke atasanku. Karyawan yang posisi jabatannya tinggi saja memanggil Angga, Pak Angga. Masa aku cuma office girl memanggil

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 28

    "Barang-barang furniture di rumah kamu gak dibawa semua? Kamu cuma bawa ini doang?" Tiba-tiba Angga bicara. Aku menoleh, menapat lelaki yang berdiri di dekat ruang tamu tanpa ada sofa atau televisi. Apartemen ini memang masih kosong. Belum ada barang-barang rumah tangga lainnya. "Iya. Ribet bawanya. Lagian aku kan cuma hidup sendirian. Paling nanti mau beli alat-alat dapur. Kalau sofa, gampang nyusul," jawabku membuka pintu kamar.Kalau tempat tidur aku sudah membelinya kemarin. Menyuruh penjaga apartemen untuk mengangkat ke atas. Begitu pula lemari pakaian. Selesai memasukkan kedua koper, aku keluar, ke dapur. Di sana baru ada dispenser, kompor dan magicom. "Silakan diminum," ucapku meletakkan kedua gelas di depan Angga dan Windy yang duduk di atas karpet. "Padahal bawa aja, Ren. Barang-barang di rumah sebelumnya kan milikmu," kata Angga sambil menegak air yang aku suguhkan. "Males, Ga.""Dia mah emang begitu, Angga. Orangnya gak mau ribet. Aku juga sempat mengingatkannya, bara

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 27

    "Pindah? Kamu mau pindah sekarang, Ren?"Dari arah belakang, muncul Vera sambil mengelus perut buncitnya."Iya. Aku mau pindah sekarang," jawabku tanpa beban. Aku sudah tidak sabar hidup seorang diri tanpa bayang-bayang mereka berdua. Sepasang manusia yang udah putus urat malunya. "Terus kami gimana, Ren? Kamu ini kalau jual rumah kok gak mikirin nasib kami sih?"Astaghfirullah ... kok ada manusia gak tau diri seperti si Vera? Amit-amit nauzubillahiminzalik. Aku menggelengkan kepala, mendekati Vera. "Asal kalian tau, aku emang gak pernah mikirin nasib kalian. Ih, amit-amit. Kamu kok Ver, gak punya malu banget. Emang waktu kalian selingkuh, mikirin nasib aku yang bekerja di luar negeri sana? Enggak kan?"Kupelototi dua makhluk yang sifatnya melebih makhluk astral itu. Mereka benar-benar membuatku kesal dan emosi. Kalau si Vera lagi gak hamil besar, ingin sekali tangan ini menjambak rambutnya yang jarang sekali dikeramas. Aku sih bukan menghina, tapi si Vera hamil itu gak cantik sama

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   BAB 26

    "Kamu jangan salah paham dulu, Ren. Aku dari dalam kamar Vera gak ngapa-ngapain. Kita cuma ngobrol aja kok. Sumpah dah." Aku tersenyum miring mendengar alasan Bang Dino. Tidak peduli juga mereka mau ngapain berduaan di dalam kamar. Toh sebentar lagi aku dan Bang Dino akan bercerai. "Bener, Ren. Aku sama Mas Dino cuma ngobrol biasa aja."Halah, si Vera juga ikut-ikutan mengelak. Aku mendekati keduanya. Memandang mereka satu persatu. "Aku ... enggak ... pe-du-li."Membalikkan badan, meninggalkan dua manusia munafik itu. Tak ingin mendengar ucapan atau alasan mereka lagi. Bodo amat. Aku melangkah ke dapur, membuat susu cokelat hangat. Entah mengapa malam ini aku tidak bisa tidur. "Ren, apa kamu gak bisa batalin jual rumah ini?" Tanpa kusadari, Bang Dino sudah berdiri di samping. Menoleh ke belakang, Vera sudah tidak ada. "Enggak bisa," jawabku singkat, mengaduk susu cokelat hangat. "Ren, aku gak mau pisah sama kamu. Kamu jangan ceraikan akulah, Ren. Aku masih cinta kamu, Ren. Masi

  • Suamiku Nikah Lagi Saat Aku Jadi TKW   Bab 25

    PoV VeraSungguh, aku tak menyangka diam-diam Reni mau menjual rumah yang baru ia dan Bang Dino bangun. Aku pikir dia tidak akan mau menjual rumah ini soalnya dibangun dari hasil keringatnya selama bekerja menjadi TKW. Ternyata tanpa aku dan Bang Dino ketahui, Reni sudah berniat menjualnya. Duh, kalau rumah ini dijual, aku mau tinggal di mana? Apalagi tadi Reni sempat bilang, katanya dia akan menggugat cerai bang Dino. Ah, menyebalkan. Kenapa semua rencanaku dan Bang Dino jadi berantakan? Ditambah sekarang para tetangga kanan kiri sudah tahu statusku yang menjadi selingkuhan Bang Dino. Aku tadi benar-benar dibuat malu sama si Reni. Gara-gara dia, warga di sini tahu kalau aku dan Bang Dino berselingkuh. Sialan!Sudah pukul sebelas malam, aku masih enggak bisa tidur. Bang Dino juga belum masuk kamar padahal tadi dia sempat bilang, katanya pengen ngobrol hal penting sama aku. Tok, tok, tok.Suara ketukan pintu membuatku tersentak. Perlahan, aku turun dari ranjang, berjalan dan membuka p

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status