Suamiku Simpanan Tante-tante 11
Aku Tak PercayaDegh!Apa aku tadi nggak salah lihat? Ada dua buah tanda merah di pundak atas Mas Saleh. Sebagai seorang perempuan dewasa, tentu aku paham dengan hal apa yang menyebabkan tanda itu ada di badan.'Astaghfirullah aladzim! Bukankah sudah dua hari ini aku datang bulan, dan kami tak bermesraan sama sekali?' gumamku dalam hati sembari menahan rasa penasaran yang amat sangat."Dek! Kamu kenapa kok bengong terus begitu sih?" tanyanya sambil mengibaskan tangan di depan wajahku."Ah anu itu, Mas--""Kamu kenapa sih, Dek? Kok tiba-tiba ngomongnya jadi gugup banget gitu?" ucap Mas Saleh memotong ucapanku sambil tersenyum manis seperti biasanya.Aku kali ini sungguh tak lagi bisa berkata apa-apa, melihat tanda yang ada di badan suamiku itu, sungguh membuat aku makin yakin dengan semua kecurigaan selama ini.Kemarin pagi saat dia berganti pakaian, aku belum melihat dua tanda merah itu belum nampak. Kini setelah kemarin malam dia tidak pulang dan bilang bahwa selesai kerja lembur, malah seperti itu."Nggak apa-apa kok, Mas. Lanjutkan saja dulu mandinya," ucapku sembari terus menekan emosi, dan berusaha untuk terus tersenyum. Hati ini tentu saja sekarang rasanya remuk redam, tetapi aku tak boleh gegabah dulu dalam bersikap.Tanpa menjawab perkataanku itu, Mas Saleh pun segera kembali masuk kembali ke dalam kamar mandi setelah melempar seluas senyum manis. Aku pun berjalan dengan pelan menuju ke kursi, sungguh kali ini badanku rasanya lemas, rasanya semua tulang yang ada di dalam tubuhku ini hilang terlepas.'Ya Allah tolong jangan memberikan aku cobaan yang ada di luar batas kemampuanku!' gumamku sendiri sambil menutup mata dan menarik nafas dalam-dalam.Sungguh saat ini aku amat shock, ingin sekali rasanya saat ini juga aku marah dan menangis di depan Mas Saleh, tetapi kurasa itu bukanlah hal yang tepat. Apa lagi ini juga belum pasti masalahnya, tetapi sebagai seorang wanita dewasa, aku masih yakin sekali jika tanda itu adalah hadiah dari pasangan yang baru saja merengkuh indahnya surga dunia.Aku masih saja terdiam sambil terus mencoba menetralisir emosi. Tak boleh langsung marah kali ini, aku harus bisa tenang dan mendapatkan penjelasan lengkap dari Mas Saleh. Bisa saja kan itu hanya alergi? Bisa saja kan itu hanya karena gigitan serangga? Ah entahlah pikiranku semakin kacau saja."Dek ... kamu ini kenapa sih? Kok kayaknya tegang banget gitu?" Sontak aku pun kaget sekali saat Mas Saleh sudah berdiri di hadapanku saat ini."Ya ampun, Mas. Kamu kok ngagetin aja sih? Kamu jadi mau berangkat kerja sekarang juga?" Sebisa mungkin aku tak ingin Mas Saleh melihat kegugupan dan emosiku saat ini."Habisnya kamu itu dari tadi kok begong melulu sih? Kamu lagi mikirin apa? Apa kamu ingin beli sesuatu? Langsung ngomong saja, Dek, aku pasti akan langsung menuruti semua keinginan kamu itu. Oh iya aku ada kabar gembira, aku nggak jadi berangkat kerja sekarang, nanti malam saja kok." Mas Saleh terus tersenyum dengan ramah, saat ini suamiku yang tampan itu tengah memakai kaos polo, jadi aku tak bisa melihat lagi dua tanda itu."Ayo ikut aku, Mas!"Tanpa meminta persetujuan dari Mas Saleh, aku pun langsung menarik tangannya menuju ke depan. Aku ingin menanyakan tentang dua tanda merah itu tetapi tidak di kamar ini. Karena aku tak ingin menganggu acara tidur Kevin."Kamu kenapa sih, Dek? Kamu mau ngajak aku kemana?"Tak kuhiraukan sama sekali apa yang diucapkan oleh Mas Saleh. Aku terus saja mengajaknya keluar dan segera menyuruh dia untuk duduk di kursi teras, tempat yang sangat cocok untuk saat ini kurasa."Ayo sekarang kamu duduk disini ya Mas!""Oke-Oke aku akan duduk. Tetapi sebenarnya ada apa ini? Kamu kok rasanya jadi aneh seperti itu sih?" Mas Saleh tentu saja makin penasaran denganku kali ini."Mas ... Kamu itu sebenarnya sayang nggak sih sama aku dan Kevin?"Pertama ini lah yang aku bisa katakan untuk membuka percakapan dengan Mas Saleh. Saat ini aku masih bingung untuk memulainya, tetapi tentu aku harus menanyakan hal ini."Ya Allah, Dek. Pertanyaan macam apa ini? Rasanya hal itu sudah tak perlu lagi untuk dipertanyakan? Apa masih kurang bagimu semua yang kulakukan ini, Dek? Ah iya ... maaf jika memang aku masih belum bisa membahagiakan kamu hingga saat ini. Tetapi aku janji untuk ke depannya dan selamanya, kamu akan menjadi wanita paling bahagia di dunia ini," jawab Mas Saleh sembari tersenyum seperti biasanya."Jangan berbelit, Mas! Jawabannya hanya iya atau tidak?!" Sungguh kali ini aku tak lagi bisa untuk mengontrol emosiku. Kutarik nafas dalam-dalam agar aku tak makin naik pitam.Istri mana yang bisa diam saja saat melihat ada tanda merah seperti itu di tubuh suaminya? Padahal dengan jelas-jelas kami tak pernah melakukan hubungan itu selama dua hari yang lalu, karena aku sedang datang bulan. Bukankah ini bisa juga disimpulkan jika Mas Saleh baru saja melakukan perbuatan itu dengan wanita lain? Apa aku salah jika punya pikiran seperti itu?"Ya Allah. Kamu ini sebenarnya kenapa sih, Dek? Demi Allah dan demi apa pun itu, aku ini sayang sekali pada kamu dan juga Kevin, Dek!" Mas Saleh kali ini nampak sekali bersungguh-sungguh."Lalu apa kamu punya niatan untuk menikah lagi nanti?" Pertanyaan yang konyol itu terlontar begitu saja dari mulut ini, karena sesungguhnya aku pun tak mengerti kenapa aku tak bisa langsung menanyakan tentang tanda merah itu."Kamu ini ngomong apa sih, Dek? Rasanya hal itu tak perlu untuk kujawab, karena kamu pun pasti sudah tahu sendiri jawabannya."Mas Saleh kini mendekat padaku, kurasa saat ini dia pun berkata dengan jujur. Rasanya tak mungkin juga dia berkhianat padaku. Ah aku pun jadi makin bingung saja. Karena semua sikap yang selama ini ditunjukkan olehnya menunjukkan jika dia adalah suami dan ayah yang baik."Apa saat ini kamu sedang dekat dengan seorang wanita?!" tanyaku lagi."Astaga! Kamu ini kok makin ngelantur saja sih, Dek? Kenapa sih? Kenapa?" Kini Mas Saleh menatap wajahku intens tetapi masih sambil terus tersenyum."Jawab iya atau tidak saja! Aku mau jawaban yang pasti!" ucapku sambil melotot."Tidak!" Mas Saleh sambil menggeleng dan masih tersenyum."Jika tidak, lalu tanda merah di bahu kamu itu siapa yang buat? Kita sudah tak melakukan kontak fisik selama dua hari, lalu kenapa ada tanda merah di badan kamu Mas?! Pasti kamu telah melakukan kecurangan dengan wanita lain!"EndingBab 1182 tahun kemudian.Pasca perceraian Mega dan Saleh, tidak ada yang menempati rumah kontrakan mereka sebelumnya. Mega memilih untuk tinggal di perumahan sederhana yang berada dekat dengan toko edelweis. Wanita yang kini single parent tersebut terlihat sedang menyiapkan keperluan sekolah anaknya."Kevin, Nak. Ayo segera, nanti kamu terlambat kalau mau nonton TV terus," ujarnya sambil menata bekal yang dia masukkan ke dalam tas sang anak. "Ibu, besok ulang tahunku." Dibanding dengan memberitahu, Kevin terdengar lebih seperti anak yang sedang merengek. "Oh, ya?!" Mega terlihat terkejut. "Masa, sih? Bukannya minggu depan, ya?" Melihat reaksi ibunya, Kevin memberenggut kesal. Tampaknya anak itu kecewa karena dia pikir sang Ibu sudah mempersiapkan sesuatu untuk hari kelahirannya besok. Dia berjalan dengan bahu yang terkulai lemas menuju ibunya, mengulurkan tangan untuk mengambil tas. "Ya udah, deh," bisiknya.Mega diam-diam tersenyum geli. "Wah, Nak. Gimana, nih? Besok bang
Bab 117Mega tidak langsung menjawab pertanyaan dari Ari, teater diam beberapa saat. Di sisi lain Hilda meskipun merasa tidak enak dan ingin memarahi Ari yang ceritanya seperti itu, dia juga tidak bisa mengelak dengan rasa ingin tahu punya tentang perasaan Mega saat ini.Mega sendiri sudah cukup memikirkan hal ini sejak kemarin malam dia bertanya kepada dirinya sendiri tentang keputusan yang telah diambil dulu. Mungkinkah dirinya menyesal karena telah menerima oleh kembali dalam hidupnya? "Kalau terlalu berat buat dijawab, nggak perlu dijawab juga kok Mbak." Ari memberi pengertian karena hal yang dia tanyakan memang cukup sensitif."Akan terkesan bohong juga jika saya bilang baik-baik saja sekarang tapi Jika ditanya tentang penyesalan itu apa saya rasa nggak. Kalau dipikir-pikir memang menyakitkan karena telah dikhianati dua kali. Tapi di sisi lain aku merasa sudah melakukan hal yang tepat karena memberi kesempatan untuk seseorang bukan hal yang buruk." Mega tersenyum. "Aku merasa s
Bab 116Apakah Menyesal?Retno diantar pulang oleh Hilda dan Ari sedangkan Mega dan Saleh pulang ke rumahnya. Hal ini mengenai rumah tangga sepasang suami istri itu yang harus diselesaikan secara pribadi.Saat ini Retno Hilda berada di mobil Ari. Sambil menyetir lelaki itu bertanya, "Kapan kamu memanggil Mega? Kamu bilang nggak mau ngasih tahu dia lebih dulu."Hilda tampak murung, dia juga tidak menyangka bahwa dugaannya selama ini memang benar. "Aku cuma nggak mau Mbak Mega tahu dari orang lain, aku harus ngasih tahu dia karena dia yang paling berhak tahu tentang kelakuan suaminya." Dia melirik ke arah jok belakang di mana Retno berada. "Retno, aku minta maaf karena membiarkanmu menutup toko sendirian.""Ini bukan salah Mbak Hilda, kok. Lagian berkat mbak Hilda juga aku bisa selamat. Mas Ari saya benar-benar berterima kasih atas bantuannya yang tadi." Sekarang kondisi Retno jauh lebih membaik dia, tidak terlihat gemetaran seperti beberapa waktu yang lalu."Besok mungkin toko akan tut
Bab 115Tak Bisa BerkutikRetno bingung harus berkata apa. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa akan mendapatkan tawaran makan malam bersama dari Saleh. Dia masih pada dirimu waktu di depan pintu toko sebelum akhirnya tiba-tiba Saleh menarik tangannya. "Pak Saleh?! Apa yang Anda lakukan?" Dia mulai jadi takut sekarang dia melihat ke sekeliling mencoba untuk mencari pertolongan.Namun, entah mengapa mendadak suasana menjadi sepi dan orang-orang tidak peduli kepadanya. Retno mencoba untuk melepaskan diri dari genggaman Saleh tetapi lelaki itu justru semakin mengeratkan pegangannya."Pak Saleh, Apa yang anda lakukan?! Tolong lepaskan saya segera!" Ratna sedikit berteriak, tetapi dia justru mendatan4g berarti karena langkah lelaki itu demikian. Saleh menoleh dan menatap Retno dengan sorot mata tajam. "Ikut saja denganku atau kamu akan tahu akibatnya!""Tapi mau ke mana, Pak?! Saya harus segera pulang karena ibu pasti sedang menunggu saya."Retno masih berusaha untuk melepaskan diri s
Bab 114Saat ini saya sedang berada di toko titik dia melihat karyawannya yaitu Retno dan Hilda yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Semenjak dirinya menjadi pemilik toko edelweis kegiatan yang Saleh lakukan tidak jauh-jauh dengan mengamati memperhatikan sedangkan hampir keseluruhan mengenai barang produk dan pengeluaran serta pendapatan masing-masing mendapat bagiannya.Saat itu juga, Saleh merasa benar-benar menjadi seorang usahawan yang sukses. Berbeda saat Mega yang menjadi pemilik toko itu, wanita tersebut tidak bisa membiarkan tubuhnya berada dalam keadaan santai. Bagi kedua karyawan di toko edelweis, sikap Saleh yang seperti itu sudah menjadi kebiasaan bagi mereka dan tidak perlu mempermasalahkannya karena memang karyawan yang harus bekerja."Retno," panggil saya ketika Si empunya nama sedang menata letak manekin yang digantung di tembok.Retno menjatuhkan pandangannya seraya menurunkan tongkat yang sedang dia pegang. "Ada apa Pak?""Bisa ikut saya ke ruang staf s
Bab 113Mega tidak mengajak Saleh bicara lagi setelah pertengkaran beberapa menit yang lalu. Saat ini dirinya masih berada di ruang tamu sedangkan Saleh sudah masuk ke dalam kamar. Setidaknya, Saleh tidak keluar lagi malam ini seperti malam-malam sebelumnya.Wanita itu sedang merenungkan, berpikir tentang apa yang kemungkinan terjadi pada suaminya itu sampai bisa marah besar dan memintanya agar pergi dari hadapan Mega merasa sakit hati, terluka dan tercabik-cabik namun dia juga berpikir bahwa mungkin saja terjadi sesuatu hal yang buruk saat Saleh berada di luar dan hal yang memungkinkan bagi lelaki tersebut melepaskan emosi ketika berhadapan dengan sang istri.Karena hal itulah Mega mencoba untuk mengerti dan memaafkan Saleh sekali lagi.Setelah cukup lama dia berada di ruang tamu sambil menunggu Anda harus suaminya tertidur terlebih dahulu, dia beranjak dari sana dan menuju ke kamar. Saat itu juga dia baru tersadar ada pakaian yang teronggok di lantai dan itu terlihat asing di matany