Share

Suamiku Simpanan Tante-tante
Suamiku Simpanan Tante-tante
Penulis: Anggrek Bulan

Pekerjaan Sampingan Suamiku

"Wah belum tidur nih. Kebetulan sekali aku punya kejutan untuk kamu, Dek," ucap Mas Saleh saat kucium punggung tangannya.

"Iya ini tadi masih ngerekap pesanan pembeli, Mas. Alhamdulillah hari ini banyak pesanan, jadi bisa buat bayar kontrakan minggu depan, Mas, " ucapku sambil tersenyum.

Memang biasanya aku setiap hari selalu sudah tidur di jam delapan malam, karena hari ini benar-benar laris. Maka aku pun sangat bersemangat untuk menyelesaikannya.

Begitu pula dengan suamiku ini. Mas Saleh biasanya pulang dari sift pagi pukul delapan malam. Tapi sejak beberapa hari terakhir dia memiliki pekerjaan sampingan, jadi pulangnya pun agak telat. Paling sore dia pulang pukul sebelas malam seperti saat ini.

"Jangan terlalu capek begitu dong, Dek. Tidur itu tepat waktu, jika Kevin sudah tidur, lebih baik kamu pun ikut tidur saja. Atau lebih enak mungkin mulai sekarang kamu tak usah susah-susah berjualan. Duduk di rumah saja temani Kevin," ucap Mas Saleh yang langsung duduk di kursi tamu.

"Hufft! Sebenarnya hari ini aku itu sudah sangat lelah, Mas. Tapi ya mau bagaimana lagi, semua ini kulakukan demi kebaikan bersama dan juga keluarga. Insyaallah aku ikhlas kok Mas menjalankan ini semua," ucapku sambil tersenyum.

"Aku tahu kamu itu ikhlas sekali. Sedikit pun aku tak pernah meragukan kebaikan dan keikhlasanmu. Tapi kurasa sudah waktunya kamu berhenti kerja, Dek. Apa lagi saat ini aku kan sudah memiliki pekerjaan sampingan. Jadi kamu tak perlu lagi bekerja lagi. Tinggal selalu doakan saja."

Mas Saleh saat ini tersenyum dengan bahagia. Senyum yang sudah lama sekali tak nampak dari wajah laki-laki yang sudah menjadi suamiku sejak tiga tahun yang lalu itu.

"Tanpa kami minta pun aku pasti akan mendoakan semua yang terbaik untukmu, Mas. Memangnya pekerjaan sampingan kamu itu apa sih, Mas?" tanyaku sambil tersenyum.

"Tak perlu kamu tahu pekerjaan apa itu, yang penting hasilnya nanti bisa membuatmu dan juga Kevin bahagia. Terlebih juga aku ingin menunjukkan pada Kakakmu itu, jika aku bisa membahagiakanmu. Oh iya, ini hadiah buat kamu."

Mas Saleh pun memberikan padaku sebuah bingkisan berbentuk kotak, yang dibungkus dengan kertas kado motif bunga-bunga kesukaanku.

Sebagai seorang istri tentu saja aku amat senang, ketika mendapat suatu hadiah dari suami tercinta. Apa lagi memang selama ini, Mas Saleh tak pernah memberiku hadiah yang spesial. Jadi ketika diberi barang ini, aku pun jadi amat bahagia.

"Terima kasih banyak ya, Mas. Eh ... ini isinya apa sih?" tanyaku sambil menggoyang-goyangkan hadiah itu.

"Buka saja, Dek. Kalau aku ngomong namanya bukan surprise dong. Semoga kamu suka ya,"ucap Mas Saleh sambil mengacak pucuk rambutku.

Tak lagi banyak bertanya, aku pun gegas membuka hadiah pemberian suamiku itu. Setelah merobek satu lapis kertas kado, aku pun langsung membelalakan mata, karena isi dari hadiah itu adalah sebuah ponsel.

"Ya Allah, Mas. Ini kan ponsel yang sejak lama kuinginkan! Ya ampun aku nggak nyangka banget deh, Mas!"

Saking senangnya, aku pun sampai berteriak dan langsung memeluk suamiku itu.

"Hahaha ... karena aku sudah tahu ku sejak dulu menginginkan ponsel ini. Makanya aku pun tadi memilih yang itu. Kamu suka kan?"

"Tentu saja aku suka sekali, Mas. Terima kasih banyak ya. Duh, makin sayang deh sama kamu. Semoga rezekinya makin banyak deh!"

Rasanya kebahagiaanku ini tak ada habisnya. Langsung kubuka ponsel itu dari kardusnya, dan ku timang barang pipih itu.

"Cobain dong, masak iya cuman dilihatin aja?" Mas Saleh terus saja menatapku sambil tersenyum.

Disela-sela rasa bahagia ku ini, tiba-tiba aku pun teringat sesuatu. Ponsel yang kuinginkan ini, seingatku harganya diatas sepuluh juta. Lalu dari mana Mas Saleh punya uang sebanyak ini? Gajinya saja yang kemarin sudah langsung untuk membayar cicilan motor matic besar dan juga belanja bulanan.

"Loh, katanya senang dengan hadiah itu, tapi kenapa kok tiba-tiba wajah kamu nampak murung gitu? Apa kurang mahal ponselnya?"

Ternyata Mas Saleh mengerti dengan kerisauan hatiku ini, hingga dia pun kemudian mempertanyakannya.

"Bukannya nggak suka, Mas. Tapi aku bingung uang dari mana kamu beli ponsel ini, Mas? Bukankah ponsel ini harganya di atas sepuluh juta?" kataku langsung mengatakan kegundahan hatiku ini.

Saat itu aku terus memperhatikan wajah Mas Saleh, ternyata ketika aku mempertanyakan hal itu. Wajah tampan suamiku itu langsung berubah.

"Kamu kenapa, Mas? Kok kini sepertinya raut wajahmu yang berubah?" tanyaku ganti.

"Ah, nggak kok! Itu pasti cuma perasaanmu saja kok, Dek," elak Mas Saleh.

Sejenak aku pun mengangguk-anggukan kepala, namun sesungguhnya aku pun tak tahu hal apa yang sedang kupikirkan ini.

"Oh iya. Kamu dapat uang dari mana sih Mas untuk membelikanku ponsel ini?" tanyaku sekali lagi.

"Ya ... dari uang ku sendiri kok, Dek. Pokoknya kamu nggak usah khawatir deh. Itu bukan uang hasil curian dan bukan uang hutang kok!" jawab Mas Saleh sambil membuang muka dariku.

"Iya deh aku tahu jika itu uang kamu sendiri. Tapi kamu itu dapat dari mana, Mas? Uang itu banyak banget loh! Itu seperti gaji kamu empat bulan loh, Mas!"

Aku tentu saja terus mengejarnya, karena sungguh aku pun sangat belum puas dengan jawabannya itu. Ada sedikit rasa takut jika uang itu didapatkannya dengan cara yang kurang benar.

"Aku kan sudah bilang sama kamu, Dek. Sejak seminggu yang lalu itu aku sudah punya pekerjaan sampingan. Kamu kan juga tahu jika aku terus pulang telat? Itu karena aku sekarang mempunyai pekerjaan tambahan. Pokoknya kamu nggak usah berpikiran yang macam-macam, uang itu aman kok!" tegas Mas Saleh lagi.

Mendengar jawaban dari Mas Saleh itu, entah kenapa hatiku ini bukannya puas, tapi rasanya malah makin was-was saja.

Sebenarnya kegelisahan ini sudah kurasakan, sejak suamiku itu bilang mempunyai pekerjaan sampingan baru. Tepatnya sekitar satu mingguan yang lalu. Mas Saleh jadi banyak berubah dalam hal penampilan, dia pun jadi lebih sering tertawa saat menatap ponsel nya.

Sejak memiliki pekerjaan baru itu, Mas Saleh menjadi makin royal padaku. Dan, dia pun sering sekali memberiku uang. Terhitug sejak satu minggu yang lalu, dia telah memberiku uang sekitar sepuluh juta rupiah. Lalu kini dia malah memberiku kado ponsel seharga belasan juta, apa aku sebagai istri tak patut curiga?

"Memangnya pekerjaan sampingan kamu itu apa sih, Mas? Kok dalam dua minggu bisa dapat puluhan juta?" tanyaku dengan wajah polos.

"Pokoknya ada deh, Dek! Yang penting bukan menjadi pencuri atau pembunuh. Dan, dengan pekerjaan yang kumiliki saat ini, kupastikan bulan depan kita pasti akan bisa membeli mobil!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status