Share

Berbaikan

"Fred, Freddy!"

Orang-orang yang berteriak terasa seperti mimpi. Matanya berkunang-kunang, kesadarannya hampir hilang karena seseorang terus menyentuh tubuhnya.

Freddy di bawa ke rumah sakit dan pingsan selama beberapa menit. Sambil menunggu suaminya terbangun, Kate menggenggam erat jemari pria itu. Ini pertama kalinya ia bisa menyentuh Freddy tanpa perlu khawatir.

Kate merasa ia benar-benar seperti melihat lukisan. Bulu mata lentik, alis mata tebal, hidung mancung, serta bibir yang terpahat indah. Kate jadi semakin ingin mengecup bibir merah itu. Perlahan Kate mengikis jarak di antara mereka. Semakin dekat, dan ya, Freddy terbangun.

Pria itu tampak kaget. Lagi-lagi ia mendorong Kate kuat hingga terjatuh dari kursi.

"Aww," Kate meringis kesakitan.

Freddy segera bangkit dari kasur hendak membantu Kate, namun gadis itu menolak. "Tidak apa, kamu berbaring aja. Aku mulai terbiasa dengan ini."

"Maaf, aku nggak sengaja...,"

Kate bangkit dari lantai dan sedikit membersihkan gaunnya. "Kalau kamu sudah sadar. Lebih baik kita balik aja."

....

Dicky tidak lagi di sana, yang tersisa hanya kecanggungan di antara pasutri baru. Freddy menatap Kate sesekali takut jika gadis itu akan marah besar. Memang benar, Kate sangat kesal. Ingin ia memaki pria di sampingnya ini sekarang, namun ia urungkan niat tersebut, karena mereka sedang di dalam perjalanan.

Kate menoleh ke samping mencoba mengendalikan amarahnya. Mungkin efek menstruasi juga menjadi sebab ia menjadi mudah marah.

"Aku ingin bertanya...." ucap Kate dengan intonasi rendah.

Freddy mengangguk sambil menoleh lagi sesekali. "Silahkan," ucapnya.

"Sebenarnya kamu pingsan karena apa? Aku tahu kamu nggak punya asma. Aku udah periksa obat-obatan di lemari, tapi nggak ada obat pernafasan. Apa orang-orang di sana menyentuhmu? Atau... Kau teringat ibu tirimu?"

Freddy mengerem mobil mendadak. Membuat gadis itu mendelik. "Kau gila? Aku hampir mati kalau nggak pakai sabuk pengaman!"

"Ya, aku memang gila. Kamu nggak tahu apa-apa tentang diriku. Karena itu, jangan bertanya sesuatu mengenai kehidupan pribadiku!"

"Sialan! Turunkan aku sekarang juga!"

Tanpa perlu berbasa-basi, Freddy benar-benar membuka pintu mobil dan membiarkan gadis itu berjalan di trotoar.

Rasanya kesal sekali, ia menghentak-hentakkan kakinya kuat di jalanan. Ingin menangis tapi dia malu. "Kenapa aku harus terus mengalah?! Dia pikir dia siapa?"

Tiin tinnn

Suara klakson dari belakang membuat Kate semakin kesal. "Siapa lagi orang gi--"

"Kate, butuh tumpangan?" tawar Dicky sambil membuka kaca mobil. Padahal baru saja ia memarahi Dicky di rumah sakit, dan sekarang, mau tak mau ia ikut naik. Karena semua uangnya tertinggal di mobil Freddy.

"Hahaha jadi suamimu mengeluarkanmu dari mobil?"

Dicky tertawa kecil memperhatikan wajah Kate yang masih kesal. "Lebih tepatnya aku yang minta. Sudahlah, nggak usah dibahas! Bawa aja aku ke cafe Abel!"

.....

Di dalam perjalanan Freddy menghela nafasnya berulangkali. Dari mana gadis itu tahu mengenai ibu tirinya? Sedangkan itu sudah tiga belas tahun berlalu. Apa mungkin ayahnya? Tapi itu mustahil, sedangkan Clark tidak ingin membahas wanita itu lagi sampai mati.

Dia menyesal meninggalkan Kate seorang diri di sana. Terlebih lagi dompet dan ponsel gadis itu tertinggal semua di mobil. Alhasil ia memilih kembali ke trotoar itu semula. Namun tampaknya gadis itu tak lagi berada di sana.

Hari masih siang, jadi Freddy tak terlalu khawatir. Ia memilih untuk melukis, mengejar target sebelum perayaan perusahaan Galery art yang ke-30 tahun. Namun seiring berjalannya waktu, Kate tidak juga pulang hingga larut.

Freddy memainkan jari-jarinya, menatap jendela berulangkali. Tetapi Kate belum juga kembali. Ia akhirnya memutuskan untuk mencari keberadaan gadis itu ke tempat yang sama.

Langkah Freddy terhenti. Suara mobil dari luar terdengar dengan jelas. Sebelum pria itu membuka pintu, ia melihat Kate keluar dari mobil. Namun seseorang yang berada di sampingnya tak terlihat.

Freddy semakin penasaran tatkala melihat Kate melambaikan tangan pada orang tersebut. Walaupun begitu, Freddy memilih untuk kembali ke kamar dan berpura-pura tidur.

Sesampainya di depan pintu, Kate menghela nafas berat. Enggan rasanya memanggil nama Freddy untuk membukakan pintu. Gadis itu memegang gagang pintu mencoba membukanya.

"Astaga! Dia tidak kunci pintu?!"

Dengan langkah cepat Kate berjalan menghampiri kamar Freddy hendak memarahinya. Namun, melihat wajah tampan itu tertidur, Kate jadi tak sampai hati untuk memarahi suaminya.

"Kau itu jahat sekali ya? Kau tahu aku terlalu menyukaimu makanya kau berbuat begini. Setelah meninggalkanku di sana bisa-bisanya kau tertidur Lelap. Tidak mengunci pintu juga. Huft..., Apa aku harus mengalah lagi?" gumam Kate dengan pelan.

Freddy tersenyum di dalam hati. Dia ingin memeluk gadis itu erat, tapi tak bisa. Ini sangat menyakitkan. Seandainya ada cara instan untuk menghilangkan gangguan kecemasan ini.

Tapi setidaknya ia lega. Kate, istrinya kembali dengan selamat. Freddy akhirnya bisa tertidur dengan nyenyak. Sementara Kate terus scroll ponselnya untuk mengetahui penyakit yang diidap Freddy.

"Haphephobia...? Kenapa dia harus berbohong dengan penyakit asmanya? Kalau dia jujur, sudah pasti aku membantu dari kemarin-kemarin."

Tring-tring

"Sialan Abel. Dia menelepon larut malam begini," gumamnya mengangkat panggilan.

_"Halo, babe! Kau sudah sampai di rumah dengan baik kan?"_

"Huft, kau yang antar aku bodoh! Sudahlah, aku matikan teleponnya. Aku mau tidur."

_"Kau takut suami seksimu itu terbangun? Atau kalian lagi..._

"Kate...," lirih Freddy. Ternyata ia masih gelisah walaupun istrinya sudah kembali.

_Gila! Itu Anderson? Fred, kau harus tahu Kate sangat menyukaimu!"_

"Diam, Bel!" seru Kate mematikan ponselnya. Kate merubah posisinya menjadi duduk. Jangan lupakan wajah kesalnya menatap Freddy dengan tak senang.

"Kenapa kau kemari?"

"Jika kau mengizinkan aku minta maaf, aku ingin minta maaf karena meninggalkanmu di sana. Aku nggak mengunci pintunya, karena masih menunggumu pulang."

Kate menautkan kedua alisnya. "Kau pura-pura tidur?" Jika pria ini menjawab 'iya' berarti dia dengar kata-kata Kate.

"Nggak. Aku sudah tidur. Tapi terbangun kembali. Aku ingin bertanya, itupun kalau kau mau menjawab. Dicky Alexian... Dia bukan sekedar atasanmu kan?"

Kate tertawa meledek sambil menggelengkan kepalanya. "Dicky dan aku berteman baik. Kau cemburu?"

"Aku juga ingin memelukmu..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status