Share

Bertemu Ayah

"Anderson, kau gila?! Kita baru menikah semalam, dan sekarang kau mau kita cerai? Sebenarnya di mana letak kesalahanku?"

"Kamu nggak bersalah, itulah sebabnya."

Kate menatap suaminya penuh kekecewaan. "Pria ini, sebenarnya apa yang ia pikirkan?" batin Kate. Ia cukup jengkel dengan kalimat yang dilontarkan Freddy.

"Cukup! Asal kau tahu saja, aku sedikit menyesal menikah denganmu. Tapi tetap kuperjuangkan, karena aku juga menyukaimu."

"Maaf Kate, tapi aku--"

"Kosakatamu hanya kata maaf?!" potong Kate. "Tak usah bicara lagi. Aku jadi tidak selera makan melihatmu."

Gadis itu pergi meninggalkan meja makan, menyisakan Freddy yang mematung tanpa bisa berkata apa-apa.

"Aku merasa kamu terlalu baik untuk aku yang penuh kekurangan ini..." gumam Freddy. Percuma dia menyambung kalimatnya, toh, Kate tak bisa mendengar suara itu.

Kate buru-buru menutup pintu kamar, tubuhnya merosot. Ingin rasanya ia berteriak sekeras mungkin agar seisi dunia tahu bahwa dia sangat kesal dan marah.

....

Kenapa setiap kalimat serta perlakuan yang ia lakukan menyakiti hati wanita? Dia bukan seorang yang introvert, dan bukan juga seorang gay seperti yang dikatakan orang-orang. Dia hanya seorang pria dengan masa lalu yang sangat kelam.

Sebelum datang kekecewaan lainnya. Freddy sudah menghancurkan keinginan kedepannya. Ia sungguh menyesal, namun itu jalan terbaik sebelum hatinya kecewa lagi dan lagi.

Tak ada yang berhasil dari lukisannya hari ini. Semua terlihat berantakan karena dia tak pernah berpikir semua ini akan terjadi. Pria itu kini tidur sendirian menatap langit-langit bernuansa abu-abu kesukaannya. Ia sempat berpikir, mungkin besok Kate akan meminta cerai atau mengabaikannya.

Freddy terbangun tepat di pukul jam delapan pagi. Tak ada yang perlu ia khawatirkan walaupun bangun terlambat. Karena dia bisa mengatur waktu kerja dengan sesukanya.

Ia berjalan ke dapur hendak mengambil segelas air. Namun pandangannya teralihkan. Dugaannya hari ini salah, Kate sudah menyiapkan sarapan di meja dapur. Gadis itu sedang bermain ponsel sembari menunggu Freddy terbangun. Dengan langkah pelan, Freddy menarik kursi dari meja dan duduk tepat di depan gadis itu.

"Kamu, buat sarapan lagi...?"

"Semalam, hari ini, dan seterusnya aku bakal masak buat kamu. Jadi jangan banyak bertanya. Makan saja!"

Kate menatap pria itu dengan sinis sekali lagi. "Aku rasa kita harus mengunjungi ayahmu hari ini. Dia menyetujui pernikahan kita, tapi anaknya sendiri tak pernah menunjukkan menantunya."

Freddy mengangguk mengiyakan permintaan Kate. Dia tak bisa bicara banyak. Karena Kate pasti tak suka mendengar ia bersuara.

"Kau bisu?" tanya Kate penuh penekanan disetiap kalimatnya.

"Baiklah..."

Beberapa jam setelah itu, Kate turun dari tangga dengan gaun biru muda dan riasan tipis yang dipoles dengan kemampuan hebatnya. Kate memang ahli dalam bermake-up, itu sebabnya ia bekerja di perusahaan Beauty Cosmetic.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Kate sembari melangkah mendekati suaminya.

"Cantik," jawab Freddy singkat.

"Hanya itu?"

"Sangat cantik."

Kate tersenyum tipis dan pergi berlalu duluan hendak menuju luar. Namun langkahnya terhenti. "Fred, bisa tunggu sebentar?"

Gadis itu mendadak berkeringat, ia memeras kuat perutnya yang sakit. Kate mendadak jongkok dengan raut wajah kesakitan. Melihat hal itu, Freddy langsung mendekat.

"Kau baik-baik saja?"

"Kau bisa lihat sendiri."

"Apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan rasa sakitnya?"

"Huh, gak apa ini tak akan lama. Tapi, bisa belikan aku pembalut?"

Freddy setuju. Ia segera mengambil mobil di basemen dan pergi ke supermarket secepat mungkin. Pria itu berkeliling supermarket, namun ia tak tahu yang mana pembalut.

"Sedang cari apa?" tanya seorang wanita setengah baya yang sedari tadi memperhatikannya. "Pembalut."

"Untuk istri saya," sambungnya.

Wanita setengah baya itu mengambil di lorong sebelah dan menyerahkannya pada Freddy. "Lain kali, kau harus bertanya pada orang, atau kasir. Cepat pergi! Istrimu pasti menunggu."

"Terimakasih," ujar Freddy sedikit membungkuk kemudian berlari ke kasir. Wanita setengah baya itu tersenyum melihat betapa manisnya sikap anak itu. Mengingatkan pada anaknya.

Freddy cepat-cepat menyerahkan pembalut itu pada Kate. Kate memperhatikan pria itu sejenak, terlihat jelas bahwa Freddy sedang kelelahan. Ia kasihan. Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin ia pergi membeli sendiri.

Kate bergegas memakai pembalut tersebut. Anehnya Freddy mengikut ke kamar membuat langkah gadis itu terhenti. Padahal ia sudah hampir membuka gaun. "Kau mau lihat aku ganti pembalut?" Freddy menggeleng cepat.

"Iya juga. Kenapa aku mengikut?" pikir Freddy.

Setelah suaminya keluar dengan wajah kebingungan, Kate terkekeh kecil. Mungkin karena perasaan risau yang membuat Freddy begitu.

Di dalam perjalanan, Freddy melirik Kate sesekali memastikan gadis itu masih kesakitan atau tidak. Jelas saja masih sakit. Tetapi Kate menahannya.

Sampai di rumah sakit, Kate langsung menghampiri sang Ayah dengan wajah berseri. Pria paruh baya itu melepas alat bantu pernafasan dan menatap menantunya itu.

"Ayah!" panggilnya penuh ceria.

Clark Anderson mengedarkan pandangannya menatap Freddy dan Kate bergantian. "Freddy memang hebat. Dia memberikanku menantu cantik persis seperti ibunya."

Kate tersipu malu. Ia memberikan satu buket bunga tulip berwarna kuning sebagai tanda ia senang bertemu dengan Clark.

Freddy tersenyum simpul. "Aku pergi keluar sebentar, kamu tunggu di sini ya," ucapnya menatap Kate. Clark mengangguk ketika sang anak mengisyaratkan bahwa ia akan pergi terapi.

"Terimakasih untuk bunganya. Ini pertama kalinya ayah melihatmu."

"Aku juga. Sejujurnya aku sudah lama ingin bertemu dengan Ayah. Tapi Freddy tak pernah memberitahuku letak ruangannya."

"Sering-seringlah datang kemari bersama, Freddy. Anak itu pendiam, suka menyendiri. Jadi maklumi saja, dia kadang bertindak seenaknya."

Kate mengangguk setuju. "Benar. Oh iya ayah? Bukannya Freddy punya ibu tiri?"

Raut wajah Clark berubah menjadi kesal. "Ibu Freddy sudah meninggal sejak dia lahir. Kalaupun ibu tirinya ada, tolong jangan membahas itu di dekatnya," pinta Clark dengan lembut. Walaupun sebenarnya ia kesal dengan pertanyaan Kate yang tak tahu menahu mengenai hal itu

"Oh iya maafkan aku..."

"Nggak apa, kau tak salah, nak. Ayah senang melihatmu bersama Freddy. Kalian benar-benar serasi. Jagalah Freddy untuk ayah ya?"

"Tentu saja!" jawab Kate cepat.

Percakapan itu tak berlangsung lama, Freddy kembali setelah dua puluh menit kemudian. Kate memilih berpamitan dan keluar dari ruangan, karena Ayah Fred ingin berbicara dengan anaknya.

Ayah dan anak itu saling bertatap pandang untuk melepas kerinduan. Tapi Freddy hanya akan melakukan itu.

"Freddy..., Aku tahu hubungan kalian kurang baik. Dia wanita yang baik. Jangan pernah kecewakan hatinya. Cukup aku saja yang begini, jangan kau juga," peringat ayahnya. Freddy menghela nafas berat. Dia tak akan selingkuh, hanya saja ia tak bisa berjanji akan menyakiti hati wanita itu lagi.

....

Di sisi lain Kate berjalan-jalan di sekitar rumah sakit menunggu kedatangan sang suami. Ia tersenyum dan menyapa beberapa orang-orang di rumah sakit. Sejujurnya ini bukanlah kepribadian Kate yang sebenarnya. Gadis itu lebih suka bermain dengan para teman-teman dan berkumpul di club malam.

"Kate!" teriak seorang pria berlari berhamburan mengejar gadis itu. Ia memeluk Kate dengan erat sambil tersenyum.

Freddy tak sengaja melihat dari basemen, bahwa sekarang istrinya dipeluk dengan seorang pria. Freddy memilih diam. Dia tak suka ini, tapi juga tidak tahu harus bagaimana. Pria yang memeluk Kate adalah pria yang sama waktu bermain ke rumahnya.

Nafas Freddy tersengal, ia jadi teringat kelakuan ayahnya yang setiap hari berselingkuh tepat di depannya dengan wanita yang berbeda. Orang-orang jadi berkumpul hendak membantu Freddy, namun pria itu menolak dengan keras dengan berteriak-teriak tak jelas.

"Suamiku...! Menyingkir dari sini, Dick! Aku sudah bersuami!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status