Share

Part 22

Astaghfirullahaladzim. Kalau saja tidak sedang berada di rumah sakit, sudah kujambak rambut emasnya itu. Akan tetapi aku masih punya adab. Aku tidak mau membuat keributan di tempat umum, apalagi rumah sakit seperti ini.

Seorang dokter berwajah cantik keluar dari ruangan pemeriksaan dengan wajah murung. Aku segera menghampirinya dan menanyakan keadaan ibu.

"Maaf, Bu. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Bu Hafsah. Tapi, karena pembuluh darah di otaknya pecah, Bu Hafsah tidak bisa kami selamatkan. Apalagi tadi Keluarga pasien sedikit terlambat membawa Ibu Anda ke rumah sakit. Ditambah lagi Bu Hafsah memiliki riwayat darah tinggi serta stroke. Ibu yang sabar ya. Mungkin Allah lebih sayang kepada Bu Hafsah." Dokter bermata sipit itu menepuk-nepuk pundakku.

Lututku mendadak lemas mendengar kabar tersebut. Aku tidak percaya kalau Ibu sudah pergi meninggalkanku untuk selamanya.

Dengan

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status