"Permisi, Pak. Saya ingin masuk," ujar Juliana nekat mendekat ke mansion itu.
Reina yang melihatnya pun hanya bisa terperangah tak percaya. Sebelumnya dia dan sang Kakak bingung harus berbuat apa. Reina menyarankan agar mereka pulang saja dan mencari informasi lain, karena begitu banyak petugas keamanan dan wartawan di sana.Namun siapa sangka? Tiba-tiba saja Juliana mendekat dan nekat menerobos kerumunan itu."Maaf, Nona. Anda tidak bisa masuk ke dalam. Siapa pun tidak diizinkan masuk ke dalam," timpal salah satu petugas keamanan memasang badan yang mengira Juliana adalah wartawan.Reina berusaha menarik kakaknya untuk menjauh. Bukan apa-apa dia takut kalau Juliana diseret ke kantor polisi, karena sudah berani menerobos penjagaan di mansion ini. Hanya saja pemikiran Juliana tidak seperti itu, karena dia merasa ada banyak misteri yang disembunyikan suaminya terutama tentang keluarganya.Jika benar mansion itu adalah tempat tinggal kedua orang tua Joseph, maka ini adalah kesempatan langka yang tidak akan pernah bisa dia lewatkan. Maka dari itu apapun yang terjadi, dia harus bisa masuk ke rumah megah yang ada di depannya."Pak, saya harus bertemu dengan keluarga Tuan Joseph," terang Juliana masih bersikukuh."Tidak bisa, Nona. Anda dilarang masuk ke dalam," timpal petugas keamanan tak kalah tegas.Kehadiran Juliana dan Reina yang terus berusaha masuk memancing keingintahuan wartawan yang ada di sana. Mereka pun mulai mendekat dan mempertanyakan siapa dua wanita itu.Juliana maupun Reina tidak memedulikan para wartawan. Mereka lebih fokus pada penjaga itu. Juliana sudah beberapa kali memohon, tapi hasilnya nihil. Para petugas keamanan tidak bisa dilewati. Sampai akhirnya Juliana terpaksa menggunakan cara terakhir yang mungkin saja akan berhasil."Pak, tolong sampaikan pada pemilik rumah ini, kalau istrinya Tuan Joseph ingin bertemu.""Hah?!"Semua petugas keamanan termasuk para wartawan kaget mendengar pengkuan Juliana. Reina pun sama. Sang Adik hanya bisa terperangah tak percaya dengan kenekatan Juliana.Awalnya petugas keamanan tidak percaya dengan pengakuan Juliana, tetapi setelah Juliana memperlihatkan akta pernikahannya di ponselnya yang dilihat sekilas oleh petugas keamanan dan hanya melihat nama Joseph dan Juliana saja tidak melihat foto di bawahnya, mereka dipersilahkan masuk. Sampai akhirnya, Juliana dan Reina pun diizinkan masuk ke mansion itu.***"Silakan menunggu di sini, Nona. Sebentar lagi, Nyonya akan menemuimu," ucap salah satu petugas keamanan yang mengantarkan Juliana dan Reina masuk ke dalam.Juliana hanya mengangguk dan berucap terima kasih. Selama menunggu penghuni mansion ini, Reina tak henti-hentinya berdecak kagum dengan keindahan dan kemewahan bangunan ini.Berbeda dengan Juliana. Dia juga tak memungkiri jika mansion ini indah. Akan tetapi, ada yang membuatnya diam dengan perasaan kecewa bercampur sedih, yaitu tentang keluarga Joseph yang disembunyikan oleh sang Suami. Belum lagi kenyataan kalau Joseph adalah orang terpandang semakin membuat Juliana lebih kecewa. Ia hanya tahu kalau Joseph adalah seorang karyawan biasa yang bekerja di kantoran. Dia merasa tak berarti untuk Joseph sampai diperlakukan seperti ini. Dia merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Joseph."Kalian siapa?" tanya seorang wanita membuat Juliana dan Reina mengalihkan perhatian mereka.Keduanya terdiam melihat sosok wanita paruh baya yang terlihat masih cantik dengan gayanya yang begitu elegan. Lagi-lagi Juliana merasa minder, karena ternyata keluarga Joseph memang orang berkelas. Berbeda dengan dirinya yang hanya orang biasa.Juliana mencoba menebar senyum sebaik mungkin. "Perkenalkan, Nyonya. Saya Juliana, istri Joseph."Wanita paruh baya yang tidak lain ibu tirinya Joseph pun terkejut mendengar pengakuan Juliana. Dia tidak bisa percaya begitu saja mengingat banyak berita dan wartawan yang terus mengorek informasi tentang Joseph. Bisa saja ada yang memanfaatkan kejadian ini."Saya, Ariana. Ibunya Joseph."Tubuh Juliana mematung. Ia seperti disiram es mendengar pengakuan Ariana. Ini karena Joseph pernah mengatakan kalau ibunya ada di Afrika. Lalu apa ini? Kenapa ibunya Jospeh ada di Miami? Sungguh Juliana merasa bingung. Apa yang Joseph lakukan padanya sampai berbohong seperti ini?"Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud mencurigaimu, tapi Joseph tidak pernah bercerita kalau dia sudah menikah."Hati Juliana merenyut sakit. Bukan hanya menyembunyikan tentang keluarganya, tapi Joseph juga menyembunyikan tentang pernikahan mereka. Sungguh Juliana tak menyangka kalau suaminya bisa seperti ini. Segala pertanyaan terus memenuhi otaknya. Perasaan Juliana saat ini begitu campur aduk. Dia seperti orang bodoh yang ditipu habis-habisan."Kalau memang kamu istri Joseph, apakah ada buktinya?" tanya Ariana berhasil menarik Juliana dari lamunannya.Juliana mengangguk. Dia lalu menunjukkan akta pernikahan di ponselnya. Terlihat Ariana syok mendapati fakta itu. Dia bahkan hanya bisa terperangah melihat bukti yang ada di depan mata. Ariana pun sama hanya melihat nama Joseph dan Juliana saja tidak melihat foto mereka, karena saat sedang membaca tiba-tiba salah satu pelayannya memanggilnya, sehingga ponsel itu kembali diberikan kepada Juliana. Pelayan itu memberitahu Ariana kalau ada wartawan yang ingin bicara. Ariana langsung menolaknya dan menyuruh pelayannya untuk menemui wartawan itu. Pelayan itu pergi."Saya benar-benar tidak menyangka kalau Joseph sudah menikah, tapi aku ikut senang mendengar kabar ini," ujar Ariana sembari memberikan senyuman terbaiknya.Reina yang sedari tadi diam pun telihat tersenyum simpul. Dia begitu mengagumi Arina yang cantik dan ramah. Awalnya Reina pikir Juliana akan dimarahi atau dimaki habis-habisan, karena sudah berani masuk ke mansion ini. Dia juga takut kalau orang tua Joseph menolak keberadaan kakaknya. Namun, ternyata itu hanya pemikiran buruk Reina. Ariana begitu ramah membuat pemikiran buruk dan ketakutan Reina langsung hilang."Saya sangat senang karena ternyata istri Joseph adalah wanita cantik sepertimu. Saya juga yakin kamu adalah istri yang baik, karena rela mencari suaminya sampai ke sini. Kalian dari New York, kan?" tanya Ariana yang langsung diangguki oleh Juliana."Saya juga senang bertemu dengan Nyonya, tapi bukannya Nyonya di Afrika?" tanya Juliana membuat Ariana dan Reina mengernyit bingung. Ariana terlihat menatap Juliana menyelidik. "Afrika? Saya tinggal di sini. Memang siapa yang bilang saya tinggal di Afrika?"Setahun telah berlalu sejak kepergian Lena, tetapi kenangannya masih melekat di hati mereka, tersimpan dalam setiap sudut rumah dan dalam setiap langkah kecil Clarie. Meskipun duka itu tidak benar-benar hilang, waktu telah mengajarkan mereka bahwa cinta dan kebahagiaan bisa kembali ditemukan, bahkan setelah kehilangan yang menyakitkan.Joseph dan Juliana tidak terburu-buru. Mereka membangun kembali hubungan mereka dengan penuh kesabaran, memberi ruang bagi luka-luka lama untuk benar-benar pulih. Tidak ada janji yang diucapkan dengan tergesa-gesa, tidak ada keputusan yang diambil tanpa pertimbangan. Mereka memilih untuk saling mengenal kembali bukan sebagai dua orang yang memiliki masa lalu yang pahit, tetapi sebagai dua hati yang akhirnya mengerti betapa berartinya satu sama lain.Clarie tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria, meskipun masih sering menatap ke luar jendela, seolah menunggu ibunya kembali. Namun, dalam pelukan hangat Joseph dan Juliana, ia menemukan tempat yang aman, tem
Mobil Joseph melaju kencang menuju lokasi. Lena, Ariana, dan Juliana duduk dengan tegang di dalam mobil, perasaan mereka bercampur antara cemas, marah, dan takut. Begitu mereka tiba, pemandangan di depan mereka membuat jantung mereka berdegup lebih kencang.Sebuah rumah tua berdiri di pinggiran kota, tampak gelap dan sepi. Catnya sudah mengelupas, jendelanya tertutup rapat, dan pagar kayunya sudah lapuk dimakan usia. Rumah itu tampak seperti sudah lama tidak dihuni, tetapi semua orang tahu bahwa di sanalah Damian bersembunyi bersama Clarie.Di sekitar rumah, polisi sudah bersiap dengan senjata terangkat, mengenakan rompi anti-peluru. Lampu-lampu kendaraan polisi menyala, menerangi malam yang mencekam.Seorang petugas mendekati Joseph dan berbicara dengan suara rendah."Kami sudah mengepung rumah ini dari semua sisi. Tim kami sudah memastikan bahwa tidak ada jalan keluar bagi Damian. Kami hanya menunggu perintah untuk masuk."Joseph mengepalkan tangannya. "Lakukan!"Kapten polisi menga
Suasana di dalam mobil terasa berat. Lena duduk di kursi penumpang, jemarinya mencengkeram erat ponselnya, matanya kosong menatap jalanan malam yang sepi.Di belakang kemudi, Joseph mengendarai mobil dengan rahang mengatup. Napasnya berat, tangannya mencengkeram setir seolah itu satu-satunya hal yang bisa menjaga amarahnya tetap terkendali.Ariana dan Juliana duduk di kursi belakang, sama tegangnya. Semua orang tahu bahwa mereka sedang berpacu dengan waktu.Saat itulah ponsel Lena berdering. Nada deringnya memecah keheningan, membuat semua orang tersentak. Lena langsung meraih ponsel, melihat nama di layar.Damian.Darah Lena berdesir. Ia menekan tombol jawab dan langsung menempelkan ponsel ke telinganya."Damian! Di mana Clarie?!" serunya panik.Suara tawa rendah terdengar dari seberang sana, mengirimkan getaran tak nyaman ke dalam tulang belakang Lena."Tenanglah, Sayang," kata Damian dengan nada mengejek. "Clarie baik-baik saja. Untuk saat ini."Tangan Lena mengepal, matanya berkil
Suasana di dalam mobil terasa berat. Lena duduk di kursi penumpang, jemarinya mencengkeram erat ponselnya, matanya kosong menatap jalanan malam yang sepi. Di belakang kemudi, Joseph mengendarai mobil dengan rahang mengatup. Napasnya berat, tangannya mencengkeram setir seolah itu satu-satunya hal yang bisa menjaga amarahnya tetap terkendali. Ariana dan Juliana duduk di kursi belakang, sama tegangnya. Semua orang tahu bahwa mereka sedang berpacu dengan waktu. Saat itulah ponsel Lena berdering. Nada deringnya memecah keheningan, membuat semua orang tersentak. Lena langsung meraih ponsel, melihat nama di layar. Damian. Darah Lena berdesir. Ia menekan tombol jawab dan langsung menempelkan ponsel ke telinganya. "Damian! Di mana Clarie?!" serunya panik. Suara tawa rendah terdengar dari seberang sana, mengirimkan getaran tak nyaman ke dalam tulang belakang Lena. "Tenanglah, Sayang!" kata Damian dengan nada mengejek. "Clarie baik-baik saja untuk saat ini." Tangan Lena mengepal, matan
Telepon dari Juliana masih menggema di kepala Joseph saat ia menekan pedal gas lebih dalam. Mobilnya melaju dengan kecepatan gila, membelah jalanan kota yang mulai diselimuti gelapnya malam. Tangannya mencengkeram setir erat, rahangnya mengatup keras menahan gejolak emosi yang siap meledak.Clarie diculik.Pikiran itu terus menggerogoti benaknya.Putrinya, gadis kecil yang begitu ia cintai, kini berada di tangan seseorang yang entah siapa dan dengan niat apa.Siapa pun yang berani menyentuh Clarie tidak akan dibiarkan hidup dengan tenang.Joseph hampir tidak bisa berpikir jernih. Bayangan Clarie menangis, ketakutan, mungkin memanggil namanya dalam keputusasaan, membuat dadanya seperti terbakar.Sial!Tangannya gemetar saat ia menekan panggilan ke Lena. Nada sambung berbunyi. Sekali. Dua kali.“Halo?”Suara Lena terdengar malas, seolah tidak ingin berbicara dengannya.Joseph tidak peduli.“Clarie diculik.”Hening.“Apa?” Suara Lena nyaris tidak terdengar, penuh keterkejutan dan ketidak
Keesokan paginya, mentari bersinar terang, menerangi halaman sekolah Clarie dengan cahaya hangat. Anak-anak berlarian riang, beberapa duduk di bangku taman, dan yang lain bercengkerama dengan teman-teman mereka. Suasana tampak begitu biasa, begitu normal tidak ada yang menyangka bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi hari itu.Di sudut area parkir, seorang pria berdiri dengan kacamata hitam dan topi yang menutupi sebagian besar wajahnya. Damian.Matanya tajam mengamati gerak-gerik Clarie dari kejauhan. Gadis kecil itu tampak ceria, berbincang dengan teman-temannya sebelum masuk ke dalam kelas."Jadi, dia anakku," gumam Damian pelan, nyaris tanpa emosi.Tapi di balik kata-katanya yang datar, ada ambisi besar dalam hatinya. Ia tak peduli siapa yang membesarkan Clarie selama ini. Yang jelas, ia adalah ayah biologisnya, dan itu berarti Clarie seharusnya menjadi miliknya.Damian mengencangkan jaketnya, menyembunyikan kegelisahan yang mulai menguar. Ini bukan sekadar soal ingin mendapatkan C