Share

Bab 3. Ibu Mertua

Juliana tertegun. Lagi-lagi, Joseph berbohong padanya. Juliana semakin yakin kalau dirinya tidak tahu apa-apa tentang Joseph. Dia merasa tidak berguna.



"Tidak ada, Nyonya. Saya pikir Nyonya ada di sana." Juliana hanya menjawab sekenanya.



"Tidak. Saya dan keluarga tinggal di sini sudah lama. Kami tidak tinggal di Afrika dan juga tidak berniat tinggal di sana," timpal Ariana dengan senyumannya.



Juliana hanya bisa tersenyum kaku. Keterangan Ariana cukup membuatnya tak berkutik.



Sementara itu, Ariana tampak tidak memikirkan pertanyaan Juliana terbukti saat wanita paruh baya itu kembali mengganti topik pembicaraan.



"Saya sangat sedih mendengar kabar kecelakaan yang dialami Joseph. Kami juga sedang berusaha mencari keberadaan Joseph, tapi untuk sekarang, tidak ada kabar apa pun tentang anak itu."



Juliana terlihat sedih. Akhirnya hanya ada informasi kosong tentang keberadaan suaminya. Juliana merasa sedih, kesal, dan khawatir. Dia tidak bisa tenang sebelum mendapat kabar tentang Joseph.



Dia tidak tahu harus berbuat apalagi, tetapi Juliana tidak bisa menyerah begitu saja. Juliana harus mencari cara lain agar bisa mendapatkan informasi tentang suaminya.



***



"Pelayan, antar mereka ke kamar tamu!" seru Ariana pada salah satu pelayan yang ada di sana.



Mendengar itu, Juliana langsung menggelengkan kepala. "Tidak, Nyonya. Kami harus pulang ke hotel. Kebetulan kami sudah check in," tolak Juliana dengan halus.



Dia masih segan jika harus menginap di mansion itu. Semua ini serba mendadak, membuat Juliana dalam kebingungan. Dia tidak mau salah langkah atau bertingkah aneh dengan menginap di rumah orang yang baru ditemuinya. Walaupun itu mertua Juliana, tetap saja Ariana orang asing.



"Oh, untuk itu tidak masalah. Nanti salah satu pelayan di sini akan mengambil koper kalian," timpal Ariana masih berusaha membujuk Juliana agar tetap tinggal di sana.



Juliana hampir membuka suara, tapi didahului oleh Reina. "Terima saja tawaran Nyonya Ariana, Kak. Toh, ini juga rumah mertua Kakak," cetus Reina membuat Juliana kontan melotot pada adiknya itu.



Dia berbisik pada Reina agar tidak sembarangan berucap. Juliana sangat malu kalau harus tinggal di tempat ini.



"Betul kata adikmu. Bagaimanapun saya ini mertuamu, jadi jangan sungkan. Satu lagi, jangan panggil aku Nyonya, panggil Ibu saja. Bagaimana pendapat orang-orang kalau mereka tahu menantuku memanggil Nyonya? Jadi tetap tinggal di sini, ya?" Ariana masih berusaha membujuk Juliana dengan tatapan memohon.



Juliana mulai gundah. Ia bingung dan malu kalau tetap tinggal di sini. Lagipula, cek in hotel sudah Juliana bayar. Sayang sekali kalau dia tidak jadi menginap di sana.



"Bukan begitu, Bu. Saya hanya takut merepotkan Ibu," ujar Juliana masih tetap pada pendiriannya.



Ariana terkekeh. "Merepotkan apa? Kamu itu istri Joseph. Bererti keluarga kami," timpal Ariana membuat Juliana mulai tidak berkutik.



"Betul, Kak. Lagian kalau kita di sini lebih cepat dapat kabar tentang Kak Joseph dibandingkan menunggu di hotel."



Ariana mengangguk setuju mendengar pendapat Reina. Jualiana tampak memikirkan pendapat Reina. Sampai akhirnya dia pun setuju.



Ariana dan Reina tampak senang, sementara Juliana tidak. Entah itu di hotel atau di tempat ini, pikiran Juliana tetap pada Joseph. Kadang saat dia sendiri, air mata Juliana akan langsung berderai. Ini begitu menyakitkan untuknya.



Perasaannya bercampur aduk, karena belum ada kabar dari Joseph, rahasia keluarga Joseph yang sengaja disembunyikan dan mungkin ada rahasia lainnya yang membuat pikiran Juliana kacau.



Untuk saat ini, dia berusaha untuk menahan dan mengontrol diri. Fokusnya hanya satu, mencari informasi tentang Joseph. Masalah lainnya akan dia tunda sampai sang suami ditemukan.



"Di mana Ayah Joseph?" tanya Juliana tiba-tiba, karena sejak dari tadi ia tidak melihatnya.



"Suamiku sudah meninggal," jawab Ariana dengan wajah sendu.



Juliana kembali terkejut mengetahui hal ini. Suaminya kembali berbohong.



"Maaf. Aku tidak bermaksud...."



"Tidak apa-apa. Suamiku sudah lama meninggal sejak Joseph masih remaja. Sebaiknya kalian istirahat dulu di kamar."



***



"Waw!"



Reina dan Juliana tampak takjub melihat isi kamar tamu yang akan ditinggali mereka. Mereka menyusuri setiap inci kamar ini dan keduanya dibuat terpukau.



Reina tampak senang. Dia bahkan langsung melompat-lompat di kasur king size yang mewah itu. Juliana kaget melihat tingkah adiknya dan menyuruh Reina untuk menghentikan aksi itu.



"Kamu itu, jaga sikap, Reina. Kita ada di rumah orang lain."



"Mertuamu, Kak. Bukan rumah orang lain."



Juliana memejamkan mata sembari mengatur napasnya. Sepertinya, dia harus lebih sabar lagi menghadapi adiknya ini.



"Reina, kenapa kamu mau kita tinggal di sini?" tanya Juliana setelah adiknya bisa duduk dengan benar.



"Kak, di sini jauh lebih baik dibandingkan di hotel. Lagipula di belakang mansion ini ada pantai pribadi. Aku ingin sekali berjemur di sana," terang Reina dengan mata berbinar.



Juliana terperangah mendengar pengakuan Reina. Jadi, hanya karena alasan itu yang mendorong Reina agar mereka tinggal di sini?



"Reina, kita ke sini itu untuk mencari Joseph bukan untuk berlibur!" seru Juliana agak kesal.



Reina menekuk wajahnya dengan helaan napas panjang. "Ya, aku tahu, Kak. Perkataanku yang sebelumnya juga serius. Kalau kita tinggal di sini, kita bisa cepat mendapatkan informasi." Reina menjeda kalimatnya sebentar dan kembali melanjutkan ucapan sembari menatap Juliana penuh harap.



"Rumah ini besar dan mewah, aku ingin merasakan tinggal di sini walaupun sebentar. Lagipula, kalau di pantai pribadi, aku bisa berjemur sepuasnya, Kak."



Juliana kembali menggelengkan kepala. Dia tidak tahu harus berkata apalagi dan akhirnya menyerah menghadapi Reina.



***



Sore telah tiba. Setelah selesai istirahat, Reina mengajak Juliana berjalan-jalan di sekitar mansion. Awalnya Juliana menolak, tetapi karena Reina memaksa, akhirnya dia yang mengalah.



"Ayo, Kak!" ajak Reina tampak senang saat sampai pantai pribadi milik keluarga Joseph.



"Kamu saja," tolak Juliana sembari menggelengkan kepala.



Reina mencebik, dia pun memilih untuk berlari ke pantai sendiri. Sementara Juliana memilih untuk duduk di kursi pantai yang telah disediakan.



Dia memandang lautan lepas di depannya. Bagaimana bisa Juliana bersenang-senang di sini, sementara hatinya gundah karena belum ada kabar dari Joseph?



Juliana benci ketidakberdayaan ini. Dia sudah lakukan segala cara, termasuk mendatangi rumah orang tua Joseph, tapi tetap belum membuahkan hasil.



Juliana menghela napas panjang sembari memejamkan mata. Dalam keadaan seperti ini, Juliana hanya bisa sabar dan sadar. Dia harus siap menghadapi risiko apa pun.



Namun demikian, Juliana selalu berharap agar Joseph pulang dalam keadaan baik-baik saja.



Saat sedang melamun seperti ini, Juliana malah menemukan banyak pertanyaan di benaknya. Tentang bagaimana keadaan Joseph saat ini. Apakah dia baik-baik saja? Lalu tentang apa yang sedang Joseph lakukan saat ini? Semua itu berputar-putar di benak Juliana.



Dia mencari jawaban atas semua pertanyaannya, dan hanya jalan buntu yang dia temukan.



Kalau di rumah megah ini Juliana tidak juga mendapat kabar, entah ke mana lagi Juliana harus mencari keberadaan suaminya.



"Juliana, kenapa kamu hanya duduk di sini? Coba nikmati suasana di sini, agar pikiranmu tenang," ujar Ariana tiba-tiba datang dan duduk di samping Juliana.



Juliana sempat kaget, tapi dia berusaha untuk bersikap senormal mungkin. "Tidak apa-apa. Saya di sini saja," tolak Juliana dengan pelan.



Ariana tersenyum kecil. Sepertinya dia tahu apa yang sedang dipikirkan Juliana.



"Kamu jangan sungkan seperti ini, Juliana. Anggaplah rumah sendiri. Kamu sudah jadi bagian dari keluarga kami," terang Ariana sembari menepuk pundak Juliana.



Juliana tampak tak nyaman dengan kedekatan ini. Dia hanya bisa tersenyum kaku menanggapi keterangan mertuanya.



Dia dan Ariana sama-sama menatap ke depan. Mereka seperti tengah bergelut dengan pemikiran masing-masing. Juliana merasa tak enak hati karena Reina sembarangan memakai pantai ini, namun melihat diamnya Ariana akan perlakuan adiknya, membuat Juliana sedikit merasa lega. Dia harap Ariana tidak marah dengan perbuatan Reina.



Untuk beberapa saat mereka saling diam. Juliana juga sungkan untuk mengawali pembicaraan. Juliana tidak sedekat itu sampai harus mengajak Ariana mengobrol terlebih dahulu.



Mungkin Ariana juga merasakan apa yang Juliana rasakan. Ingin bersedih dan meratap, tapi itu malah memperkeruh suasana. Berusaha tegar malah terlihat menyedihkan. Juliana berharap ada kabar baik yang datang untuk mereka.

Juliana dan Ariana kini berada di teras belakang mansion yang menghadap ke pantai. Ariana mengundangnya untuk minum teh bersama.

"Juliana, bisakah kamu menceritakan pertemuanmu dengan Joseph sampai bisa menikah? Aku sangat penasaran karena tiba-tiba saja Joseph sudah menikah," tanya Ariana. Matanya terlihat berbinar dengan raut wajah penasaran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status