Share

Bab 3. Ibu Mertua

Penulis: Miarosa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-19 12:45:08
Juliana tertegun. Lagi-lagi, Joseph berbohong padanya. Juliana semakin yakin kalau dirinya tidak tahu apa-apa tentang Joseph. Dia merasa tidak berguna.



"Tidak ada, Nyonya. Saya pikir Nyonya ada di sana." Juliana hanya menjawab sekenanya.



"Tidak. Saya dan keluarga tinggal di sini sudah lama. Kami tidak tinggal di Afrika dan juga tidak berniat tinggal di sana," timpal Ariana dengan senyumannya.



Juliana hanya bisa tersenyum kaku. Keterangan Ariana cukup membuatnya tak berkutik.



Sementara itu, Ariana tampak tidak memikirkan pertanyaan Juliana terbukti saat wanita paruh baya itu kembali mengganti topik pembicaraan.



"Saya sangat sedih mendengar kabar kecelakaan yang dialami Joseph. Kami juga sedang berusaha mencari keberadaan Joseph, tapi untuk sekarang, tidak ada kabar apa pun tentang anak itu."



Juliana terlihat sedih. Akhirnya hanya ada informasi kosong tentang keberadaan suaminya. Juliana merasa sedih, kesal, dan khawatir. Dia tidak bisa tenang sebelum mendapat kabar tentang Joseph.



Dia tidak tahu harus berbuat apalagi, tetapi Juliana tidak bisa menyerah begitu saja. Juliana harus mencari cara lain agar bisa mendapatkan informasi tentang suaminya.



***



"Pelayan, antar mereka ke kamar tamu!" seru Ariana pada salah satu pelayan yang ada di sana.



Mendengar itu, Juliana langsung menggelengkan kepala. "Tidak, Nyonya. Kami harus pulang ke hotel. Kebetulan kami sudah check in," tolak Juliana dengan halus.



Dia masih segan jika harus menginap di mansion itu. Semua ini serba mendadak, membuat Juliana dalam kebingungan. Dia tidak mau salah langkah atau bertingkah aneh dengan menginap di rumah orang yang baru ditemuinya. Walaupun itu mertua Juliana, tetap saja Ariana orang asing.



"Oh, untuk itu tidak masalah. Nanti salah satu pelayan di sini akan mengambil koper kalian," timpal Ariana masih berusaha membujuk Juliana agar tetap tinggal di sana.



Juliana hampir membuka suara, tapi didahului oleh Reina. "Terima saja tawaran Nyonya Ariana, Kak. Toh, ini juga rumah mertua Kakak," cetus Reina membuat Juliana kontan melotot pada adiknya itu.



Dia berbisik pada Reina agar tidak sembarangan berucap. Juliana sangat malu kalau harus tinggal di tempat ini.



"Betul kata adikmu. Bagaimanapun saya ini mertuamu, jadi jangan sungkan. Satu lagi, jangan panggil aku Nyonya, panggil Ibu saja. Bagaimana pendapat orang-orang kalau mereka tahu menantuku memanggil Nyonya? Jadi tetap tinggal di sini, ya?" Ariana masih berusaha membujuk Juliana dengan tatapan memohon.



Juliana mulai gundah. Ia bingung dan malu kalau tetap tinggal di sini. Lagipula, cek in hotel sudah Juliana bayar. Sayang sekali kalau dia tidak jadi menginap di sana.



"Bukan begitu, Bu. Saya hanya takut merepotkan Ibu," ujar Juliana masih tetap pada pendiriannya.



Ariana terkekeh. "Merepotkan apa? Kamu itu istri Joseph. Bererti keluarga kami," timpal Ariana membuat Juliana mulai tidak berkutik.



"Betul, Kak. Lagian kalau kita di sini lebih cepat dapat kabar tentang Kak Joseph dibandingkan menunggu di hotel."



Ariana mengangguk setuju mendengar pendapat Reina. Jualiana tampak memikirkan pendapat Reina. Sampai akhirnya dia pun setuju.



Ariana dan Reina tampak senang, sementara Juliana tidak. Entah itu di hotel atau di tempat ini, pikiran Juliana tetap pada Joseph. Kadang saat dia sendiri, air mata Juliana akan langsung berderai. Ini begitu menyakitkan untuknya.



Perasaannya bercampur aduk, karena belum ada kabar dari Joseph, rahasia keluarga Joseph yang sengaja disembunyikan dan mungkin ada rahasia lainnya yang membuat pikiran Juliana kacau.



Untuk saat ini, dia berusaha untuk menahan dan mengontrol diri. Fokusnya hanya satu, mencari informasi tentang Joseph. Masalah lainnya akan dia tunda sampai sang suami ditemukan.



"Di mana Ayah Joseph?" tanya Juliana tiba-tiba, karena sejak dari tadi ia tidak melihatnya.



"Suamiku sudah meninggal," jawab Ariana dengan wajah sendu.



Juliana kembali terkejut mengetahui hal ini. Suaminya kembali berbohong.



"Maaf. Aku tidak bermaksud...."



"Tidak apa-apa. Suamiku sudah lama meninggal sejak Joseph masih remaja. Sebaiknya kalian istirahat dulu di kamar."



***



"Waw!"



Reina dan Juliana tampak takjub melihat isi kamar tamu yang akan ditinggali mereka. Mereka menyusuri setiap inci kamar ini dan keduanya dibuat terpukau.



Reina tampak senang. Dia bahkan langsung melompat-lompat di kasur king size yang mewah itu. Juliana kaget melihat tingkah adiknya dan menyuruh Reina untuk menghentikan aksi itu.



"Kamu itu, jaga sikap, Reina. Kita ada di rumah orang lain."



"Mertuamu, Kak. Bukan rumah orang lain."



Juliana memejamkan mata sembari mengatur napasnya. Sepertinya, dia harus lebih sabar lagi menghadapi adiknya ini.



"Reina, kenapa kamu mau kita tinggal di sini?" tanya Juliana setelah adiknya bisa duduk dengan benar.



"Kak, di sini jauh lebih baik dibandingkan di hotel. Lagipula di belakang mansion ini ada pantai pribadi. Aku ingin sekali berjemur di sana," terang Reina dengan mata berbinar.



Juliana terperangah mendengar pengakuan Reina. Jadi, hanya karena alasan itu yang mendorong Reina agar mereka tinggal di sini?



"Reina, kita ke sini itu untuk mencari Joseph bukan untuk berlibur!" seru Juliana agak kesal.



Reina menekuk wajahnya dengan helaan napas panjang. "Ya, aku tahu, Kak. Perkataanku yang sebelumnya juga serius. Kalau kita tinggal di sini, kita bisa cepat mendapatkan informasi." Reina menjeda kalimatnya sebentar dan kembali melanjutkan ucapan sembari menatap Juliana penuh harap.



"Rumah ini besar dan mewah, aku ingin merasakan tinggal di sini walaupun sebentar. Lagipula, kalau di pantai pribadi, aku bisa berjemur sepuasnya, Kak."



Juliana kembali menggelengkan kepala. Dia tidak tahu harus berkata apalagi dan akhirnya menyerah menghadapi Reina.



***



Sore telah tiba. Setelah selesai istirahat, Reina mengajak Juliana berjalan-jalan di sekitar mansion. Awalnya Juliana menolak, tetapi karena Reina memaksa, akhirnya dia yang mengalah.



"Ayo, Kak!" ajak Reina tampak senang saat sampai pantai pribadi milik keluarga Joseph.



"Kamu saja," tolak Juliana sembari menggelengkan kepala.



Reina mencebik, dia pun memilih untuk berlari ke pantai sendiri. Sementara Juliana memilih untuk duduk di kursi pantai yang telah disediakan.



Dia memandang lautan lepas di depannya. Bagaimana bisa Juliana bersenang-senang di sini, sementara hatinya gundah karena belum ada kabar dari Joseph?



Juliana benci ketidakberdayaan ini. Dia sudah lakukan segala cara, termasuk mendatangi rumah orang tua Joseph, tapi tetap belum membuahkan hasil.



Juliana menghela napas panjang sembari memejamkan mata. Dalam keadaan seperti ini, Juliana hanya bisa sabar dan sadar. Dia harus siap menghadapi risiko apa pun.



Namun demikian, Juliana selalu berharap agar Joseph pulang dalam keadaan baik-baik saja.



Saat sedang melamun seperti ini, Juliana malah menemukan banyak pertanyaan di benaknya. Tentang bagaimana keadaan Joseph saat ini. Apakah dia baik-baik saja? Lalu tentang apa yang sedang Joseph lakukan saat ini? Semua itu berputar-putar di benak Juliana.



Dia mencari jawaban atas semua pertanyaannya, dan hanya jalan buntu yang dia temukan.



Kalau di rumah megah ini Juliana tidak juga mendapat kabar, entah ke mana lagi Juliana harus mencari keberadaan suaminya.



"Juliana, kenapa kamu hanya duduk di sini? Coba nikmati suasana di sini, agar pikiranmu tenang," ujar Ariana tiba-tiba datang dan duduk di samping Juliana.



Juliana sempat kaget, tapi dia berusaha untuk bersikap senormal mungkin. "Tidak apa-apa. Saya di sini saja," tolak Juliana dengan pelan.



Ariana tersenyum kecil. Sepertinya dia tahu apa yang sedang dipikirkan Juliana.



"Kamu jangan sungkan seperti ini, Juliana. Anggaplah rumah sendiri. Kamu sudah jadi bagian dari keluarga kami," terang Ariana sembari menepuk pundak Juliana.



Juliana tampak tak nyaman dengan kedekatan ini. Dia hanya bisa tersenyum kaku menanggapi keterangan mertuanya.



Dia dan Ariana sama-sama menatap ke depan. Mereka seperti tengah bergelut dengan pemikiran masing-masing. Juliana merasa tak enak hati karena Reina sembarangan memakai pantai ini, namun melihat diamnya Ariana akan perlakuan adiknya, membuat Juliana sedikit merasa lega. Dia harap Ariana tidak marah dengan perbuatan Reina.



Untuk beberapa saat mereka saling diam. Juliana juga sungkan untuk mengawali pembicaraan. Juliana tidak sedekat itu sampai harus mengajak Ariana mengobrol terlebih dahulu.



Mungkin Ariana juga merasakan apa yang Juliana rasakan. Ingin bersedih dan meratap, tapi itu malah memperkeruh suasana. Berusaha tegar malah terlihat menyedihkan. Juliana berharap ada kabar baik yang datang untuk mereka.

Juliana dan Ariana kini berada di teras belakang mansion yang menghadap ke pantai. Ariana mengundangnya untuk minum teh bersama.

"Juliana, bisakah kamu menceritakan pertemuanmu dengan Joseph sampai bisa menikah? Aku sangat penasaran karena tiba-tiba saja Joseph sudah menikah," tanya Ariana. Matanya terlihat berbinar dengan raut wajah penasaran.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Ban 106. Epilog. TAMAT.

    Setahun telah berlalu sejak kepergian Lena, tetapi kenangannya masih melekat di hati mereka, tersimpan dalam setiap sudut rumah dan dalam setiap langkah kecil Clarie. Meskipun duka itu tidak benar-benar hilang, waktu telah mengajarkan mereka bahwa cinta dan kebahagiaan bisa kembali ditemukan, bahkan setelah kehilangan yang menyakitkan.Joseph dan Juliana tidak terburu-buru. Mereka membangun kembali hubungan mereka dengan penuh kesabaran, memberi ruang bagi luka-luka lama untuk benar-benar pulih. Tidak ada janji yang diucapkan dengan tergesa-gesa, tidak ada keputusan yang diambil tanpa pertimbangan. Mereka memilih untuk saling mengenal kembali bukan sebagai dua orang yang memiliki masa lalu yang pahit, tetapi sebagai dua hati yang akhirnya mengerti betapa berartinya satu sama lain.Clarie tumbuh menjadi gadis kecil yang ceria, meskipun masih sering menatap ke luar jendela, seolah menunggu ibunya kembali. Namun, dalam pelukan hangat Joseph dan Juliana, ia menemukan tempat yang aman, tem

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 105. Pengorbanan terakhir

    Mobil Joseph melaju kencang menuju lokasi. Lena, Ariana, dan Juliana duduk dengan tegang di dalam mobil, perasaan mereka bercampur antara cemas, marah, dan takut. Begitu mereka tiba, pemandangan di depan mereka membuat jantung mereka berdegup lebih kencang.Sebuah rumah tua berdiri di pinggiran kota, tampak gelap dan sepi. Catnya sudah mengelupas, jendelanya tertutup rapat, dan pagar kayunya sudah lapuk dimakan usia. Rumah itu tampak seperti sudah lama tidak dihuni, tetapi semua orang tahu bahwa di sanalah Damian bersembunyi bersama Clarie.Di sekitar rumah, polisi sudah bersiap dengan senjata terangkat, mengenakan rompi anti-peluru. Lampu-lampu kendaraan polisi menyala, menerangi malam yang mencekam.Seorang petugas mendekati Joseph dan berbicara dengan suara rendah."Kami sudah mengepung rumah ini dari semua sisi. Tim kami sudah memastikan bahwa tidak ada jalan keluar bagi Damian. Kami hanya menunggu perintah untuk masuk."Joseph mengepalkan tangannya. "Lakukan!"Kapten polisi menga

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 104. Pertaruhan terakhir

    Suasana di dalam mobil terasa berat. Lena duduk di kursi penumpang, jemarinya mencengkeram erat ponselnya, matanya kosong menatap jalanan malam yang sepi.Di belakang kemudi, Joseph mengendarai mobil dengan rahang mengatup. Napasnya berat, tangannya mencengkeram setir seolah itu satu-satunya hal yang bisa menjaga amarahnya tetap terkendali.Ariana dan Juliana duduk di kursi belakang, sama tegangnya. Semua orang tahu bahwa mereka sedang berpacu dengan waktu.Saat itulah ponsel Lena berdering. Nada deringnya memecah keheningan, membuat semua orang tersentak. Lena langsung meraih ponsel, melihat nama di layar.Damian.Darah Lena berdesir. Ia menekan tombol jawab dan langsung menempelkan ponsel ke telinganya."Damian! Di mana Clarie?!" serunya panik.Suara tawa rendah terdengar dari seberang sana, mengirimkan getaran tak nyaman ke dalam tulang belakang Lena."Tenanglah, Sayang," kata Damian dengan nada mengejek. "Clarie baik-baik saja. Untuk saat ini."Tangan Lena mengepal, matanya berkil

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 103. Siapa yang akan menang dalam permainan

    Suasana di dalam mobil terasa berat. Lena duduk di kursi penumpang, jemarinya mencengkeram erat ponselnya, matanya kosong menatap jalanan malam yang sepi. Di belakang kemudi, Joseph mengendarai mobil dengan rahang mengatup. Napasnya berat, tangannya mencengkeram setir seolah itu satu-satunya hal yang bisa menjaga amarahnya tetap terkendali. Ariana dan Juliana duduk di kursi belakang, sama tegangnya. Semua orang tahu bahwa mereka sedang berpacu dengan waktu. Saat itulah ponsel Lena berdering. Nada deringnya memecah keheningan, membuat semua orang tersentak. Lena langsung meraih ponsel, melihat nama di layar. Damian. Darah Lena berdesir. Ia menekan tombol jawab dan langsung menempelkan ponsel ke telinganya. "Damian! Di mana Clarie?!" serunya panik. Suara tawa rendah terdengar dari seberang sana, mengirimkan getaran tak nyaman ke dalam tulang belakang Lena. "Tenanglah, Sayang!" kata Damian dengan nada mengejek. "Clarie baik-baik saja untuk saat ini." Tangan Lena mengepal, matan

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 102. Mencari petunjuk

    Telepon dari Juliana masih menggema di kepala Joseph saat ia menekan pedal gas lebih dalam. Mobilnya melaju dengan kecepatan gila, membelah jalanan kota yang mulai diselimuti gelapnya malam. Tangannya mencengkeram setir erat, rahangnya mengatup keras menahan gejolak emosi yang siap meledak.Clarie diculik.Pikiran itu terus menggerogoti benaknya.Putrinya, gadis kecil yang begitu ia cintai, kini berada di tangan seseorang yang entah siapa dan dengan niat apa.Siapa pun yang berani menyentuh Clarie tidak akan dibiarkan hidup dengan tenang.Joseph hampir tidak bisa berpikir jernih. Bayangan Clarie menangis, ketakutan, mungkin memanggil namanya dalam keputusasaan, membuat dadanya seperti terbakar.Sial!Tangannya gemetar saat ia menekan panggilan ke Lena. Nada sambung berbunyi. Sekali. Dua kali.“Halo?”Suara Lena terdengar malas, seolah tidak ingin berbicara dengannya.Joseph tidak peduli.“Clarie diculik.”Hening.“Apa?” Suara Lena nyaris tidak terdengar, penuh keterkejutan dan ketidak

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 101. Berita darurat?

    Keesokan paginya, mentari bersinar terang, menerangi halaman sekolah Clarie dengan cahaya hangat. Anak-anak berlarian riang, beberapa duduk di bangku taman, dan yang lain bercengkerama dengan teman-teman mereka. Suasana tampak begitu biasa, begitu normal tidak ada yang menyangka bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi hari itu.Di sudut area parkir, seorang pria berdiri dengan kacamata hitam dan topi yang menutupi sebagian besar wajahnya. Damian.Matanya tajam mengamati gerak-gerik Clarie dari kejauhan. Gadis kecil itu tampak ceria, berbincang dengan teman-temannya sebelum masuk ke dalam kelas."Jadi, dia anakku," gumam Damian pelan, nyaris tanpa emosi.Tapi di balik kata-katanya yang datar, ada ambisi besar dalam hatinya. Ia tak peduli siapa yang membesarkan Clarie selama ini. Yang jelas, ia adalah ayah biologisnya, dan itu berarti Clarie seharusnya menjadi miliknya.Damian mengencangkan jaketnya, menyembunyikan kegelisahan yang mulai menguar. Ini bukan sekadar soal ingin mendapatkan C

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 100. Kesempatan kedua

    Suaranya nyaris tak terdengar, tetapi beratnya emosi yang tersimpan dalam kalimat itu menusuk ke dalam hatinya sendiri.Clarie tidak merespons. Ia tetap tertidur, damai, tidak menyadari gejolak yang sedang berkecamuk di hati pria yang baru saja mengikrarkan janjinya.Joseph menelan ludah, lalu membungkuk, mengecup kening Clarie dengan penuh kelembutan, meninggalkan jejak cinta dan perlindungan yang tak terucapkan. Baru setelah itu, dengan berat hati, ia berdiri dan berjalan keluar kamar.Saat menutup pintu, ia menarik napas panjang. Mungkin, untuk malam ini, Clarie bisa tidur dengan tenang. Tapi untuknya? Ia tahu, malam ini akan menjadi malam panjang yang dipenuhi pikiran yang tak kunjung reda.**Sementara itu, di ruang tamu, Ariana dan Juliana duduk di sofa, masih terbungkus dalam kebisuan yang agak canggung.Ariana menatap Juliana dengan ragu, sebelum akhirnya menghela napas panjang dan berkata, "Juliana, aku ingin meminta maaf padamu."Juliana mengangkat alisnya, sedikit terkejut.

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 99. Kamu tetap putriku

    Joseph mengusap punggung Clarie lembut, mencoba menyalurkan kehangatan yang bisa meredakan kepanikannya. Ia menunduk, mengecup puncak kepala anak itu. "Kau tidak apa-apa, Sayang?" bisiknya. Clarie mengangguk kecil, tapi matanya masih basah oleh air mata. Juliana menatap mereka dengan ekspresi penuh kelegaan bercampur kesedihan. Ariana berjalan mendekati Lena, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan. "Lena...," suaranya pelan tetapi penuh emosi. "Apa yang kau pikirkan? Kau benar-benar ingin melarikan Clarie dari kami semua?" Lena tidak menjawab. Ia berdiri di sudut ruangan dengan bahu menegang, wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini dipenuhi kelelahan. "Aku tidak tahu...," gumamnya akhirnya. Suaranya bergetar. "Aku hanya tidak ingin kehilangan dia." Joseph menatap Lena dengan mata tajam. "Kau tidak akan kehilangan Clarie. Aku juga tidak akan mengambilnya darimu hanya saja caramu salah." Lena mendongak, ekspresinya berubah. Ada kemarahan di sana, tetapi juga

  • Suamiku Ternyata Bukan Suamiku   Bab 98. Villa

    Darah Joseph mendidih. Matanya berkilat marah saat jemarinya meremas surat itu. "Lena brengsek!" Juliana meraih surat itu dari tangannya, membacanya dengan mata yang membelalak marah. "Apa dia sudah gila?! Dia ingin melarikan diri dengan Clarie!" Ariana menggigit bibirnya, tubuhnya bergetar menahan isak tangis. "Joseph, kita harus menemukannya! Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Clarie! Dia pasti ketakutan!" Joseph mengepalkan tangannya. Hatinya berdenyut sakit membayangkan Clarie yang mungkin sedang menangis dalam perjalanan entah ke mana. Lena mungkin ibunya, tapi dia juga orang yang egois. Ia tidak peduli bagaimana perasaan Clarie. Yang ia pedulikan hanya dirinya sendiri. "Kita harus berpikir," kata Joseph, berusaha menenangkan dirinya. "Ke mana Lena akan pergi?" Juliana berpikir cepat. "Dia pasti butuh tempat bersembunyi. Mungkin ke rumah kerabatnya?" Joseph menggeleng. "Dia tidak punya banyak keluarga di sini. Satu-satunya kemungkinan adalah tempat yang memil

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status