[Laura: Alexa, ini darurat! Temui aku di dekat gudang pinggir pantai, segera!]
Di sebuah kafe kecil, Alexa baru saja menyelesaikan proyek desainnya ketika ponselnya berdering, menampilkan pesan singkat dari sahabatnya yang membuat hatinya berdebar. “Apa?!” serunya, Alexa beranjak dari kursinya bergegas menuju alamat yang disebutkan Laura. Laura adalah sosok sahabat yang membantu kehidupan Alexa saat terpuruk ketika orang tuanya terlilit hutang. Awalnya, Alexa hanya merasa hutang budi dan materi kepada wanita itu, tetapi Laura masih saja begitu baik. Sejak saat itu, persahabatan Alexa dan Laura begitu erat, seolah tak ada yang mampu meruntuhkannya. Bahkan, Alexa akan mengorbankan apa saja agar sahabatnya bahagia. Alexa tahu bahwa Laura adalah wanita baik dan lembut. Jadi, darah Alexa hampir membeku ketika mengetahui sahabatnya berada dalam ancaman. Hatinya dipenuhi kecemasan yang tak terkendali. Tanpa berpikir panjang, Alexa mendatangi tempat itu. "Laura! Apa yang kau lakukan di tempat ini?" gumam Alexa saat tiba di depan gudang tua. Tempat itu tampak kumuh dan terlantar. Baunya apek dan sedikit lembab. Tempat itu juga sangat sepi dan gelap, tidak tampak satu orang pun. Suasana sepi dan mencekam membuat jantung Alexa berdegup kencang. Namun, ia harus memastikan bahwa sahabatnya baik-baik saja. Dengan langkah hati-hati, ia mendekati pintu yang terbuka sedikit. Terdengar suara benda jatuh dari dalam gudang. Alexa terkejut, tapi tetap melangkah masuk. "Laura? Apa kau di sini?" panggilnya dengan suara lirih, berusaha tidak menimbulkan kegaduhan. Namun, begitu dia melangkah lebih jauh ke dalam, sebuah bayangan menyergap Alexa dari balik kegelapan. Alexa terkesiap, jantungnya berdebar kencang saat dua sosok pria bertubuh kekar tiba-tiba menyergapnya. "Hei, lepaskan aku!" teriak Alexa dengan nafas terengah-engah, seiring dengan usaha gigihnya untuk melepaskan diri dari cengkeraman kuat mereka. Akan tetapi, sebelum dia sempat berbuat sesuatu, salah satu pria itu segera menyuntikkan zat tak dikenal ke lehernya. Alhasil, pandangan Alexa buram, suaranya serak, dan badannya lumpuh seketika. Alexa merasakan cairan dingin menyusup ke dalam tubuhnya, dunianya terasa berputar, sampai semuanya menjadi gelap. *** Alexa terbangun dengan kepala berdenyut. Dia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan yang asing, diikat di kursi. Lampu gantung berayun-ayun di atasnya, memberikan cahaya yang menyilaukan. Pintu terbuka, seorang pria berjalan masuk membawa dokumen di tangannya. Alexa mengernyit merasa kepalanya masih pusing, tapi sekilas ia melihat pria itu juga mengernyitkan kening. "Di mana Laura?" tanya pria itu. Apa yang tadi dia tanyakan? Di mana Laura? Alexa bahkan tidak tahu, dan juga mencari keberadaan wanita itu. Namun sebelum Alexa menjawab, pria itu sudah bertanya lagi, "Apa kau yang membantu wanita itu kabur?" tanyanya. Alexa mengerjapkan mata, berusaha memahami situasinya. "Kabur? Siapa yang kabur? D-dan… dari mana kau mengenal Laura?” tanyanya dengan suara serak. Pria itu mendekat, tatapannya dingin dan penuh kendali. Mendadak saja mencengkram rahang Alexa, memaksa perempuan yang terikat di kursi itu untuk mendongak. Pada saat itulah Alexa melihat jelas seorang pria tampan berdiri di hadapannya. Sosok pria berambut hitam dan rahang yang kokoh. Sorot matanya begitu tajam, dengan tatapan gelap bagaikan malam tanpa cahaya. "Katakan! Di mana Laura?!" ucap pria ini menuduh. Seketika, ingatan Alexa berputar pada beberapa hari yang lalu, ketika dirinya membuka berita panas di media sosial. Bukan berita yang baik, malah menggelikan. Dikabarkan bahwa seorang CEO muda ketahuan ketahuan pergi ke klub komunitas kaum pelangi. Bukti fotonya viral, dia tengah merangkul seorang pria di depan klub itu. Dan pria itu adalah… orang ini. Nicholas Robert. 'Kenapa pria seperti ini bisa memiliki hubungan dengan Laura?' “Aku bicara padamu, Nona!” Nick masih mencengkram rahang Alexa, membuatnya meringis kesakitan. “Di mana kau menyembunyikan pengantinku?!” Semua pertanyaan Nick, harusnya menjadi pertanyaan Alexa. Kenapa ia ada di tempat ini, dan berhadapan dengan pria mengerikan ini? Apalagi dia terus menuduh Alexa menyembunyikan Laura, padahal dia bahkan tidak tau keberadaan Laura. Dan satu lagi… "Pengantin?" gumam Alexa dengan mata membulat. Pria itu menghempaskan cengkramannya. "Wanita itu harusnya menikahiku hari ini!” Pagi-pagi sekali, Nick mendapat laporan dari anak buahnya kalau Laura Corner menghilang dari kamar hotel. Padahal, mereka sudah ada kesepakatan, dan Nick sudah membayar uang mahar sebesar 20 juta dolar. Ketika ponselnya dilacak, wanita itu berada di gudang ini. Namun bukannya Laura Corner, tetapi malah wanita berkaus hitam ini yang muncul di depan pintu gudang. Nick tidak bisa menahan amarahnya lagi. Nick menatap tajam ke arahnya. “Kau pasti yang sudah membantu Laura melarikan diri." "Apa yang kau katakan! Aku tidak membantu Laura melarikan diri, aku bahkan tidak tau kau siapa dan di mana Laura!" protes Alexa. Pria itu mengumpat, "Sial, aku tidak punya banyak waktu." geramnya sambil menyugar rambut dengan jari ke belakang. “Cepat bawa dia!” perintah Nick, entah kepada siapa. Namun, sebelum Alexa mencari tahu situasi yang terjadi, dua orang pria berbadan besar tiba-tiba muncul dan melepaskan ikatan tali di tangannya. Setelah itu, ia pun diseret untuk berdiri. “Hei! Apa lagi ini?!” teriak Alexa, sambil memberontak. Nick menoleh karena teriakan Alexa. Pria itu berdiri tegak di hadapannya dengan tangan terlipat di atas perut. Ia memberikan tatapan yang begitu tajam ke arah Alexa. "Aku tidak punya banyak waktu menunggumu," kata Nick dengan nada tidak sabaran. "Dan tepat hari ini, aku butuh istri untuk status. Tidak peduli siapa." Nick berjalan mendekati Alexa yang masih memberontak dengan kedua tangan dipegangi pengawalnya itu. Pria itu menatap Alexa yang lebih pendek darinya. “Dan karena kau yang ada di sini, maka kau yang akan menjadi pengantinku.” Alexa menggeleng cepat. Namun, Nick langsung saja mengeluarkan ancaman kedua. "Jika kau menolak, aku akan mencari Laura dan aku pastikan wanita itu membayar atas perbuatannya ini."Hari yang dinanti akhirnya tiba, pertengahan musim semi yang sempurna, seperti yang Juan dan Alexa impikan. Pesta pernikahan mereka tak digelar di gedung mewah di pusat kota Houston, melainkan di tepi danau yang tenang dengan latar alam yang memukau. Suasana yang romantis dan intim ini benar-benar mencerminkan keinginan mereka untuk merayakan cinta dalam kesederhanaan yang elegan.Lebih dari seratus tamu hadir, terdiri dari keluarga dan sahabat yang mengenal pasangan itu dengan baik. Saat Alexa tiba di lokasi, ditemani oleh ayahnya, Steve, ia merasakan getaran bahagia dan haru yang tak bisa disembunyikan.Sebelum turun dari mobil, Steve meraih tangan putrinya. "Pada akhirnya, aku bisa mengantarmu sebagai wali di hari pernikahanmu," ucapnya dengan tulus, penuh kebanggaan.Alexa membalas senyum ayahnya, dan dengan lan
Hari demi hari berlalu dengan cepat, dan Alexa semakin menjauh dari Nick. Bukan karena kebencian, tetapi karena ia ingin menghargai perasaan Juan, pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Alexa tahu, menjaga jarak dengan Nick adalah yang terbaik demi kebahagiaan mereka semua.Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar, setiap detail diperhatikan oleh Juan, dari pemilihan cincin hingga pemesanan gaun pernikahan. Hidup Alexa kini dipenuhi dengan canda dan tawa, terutama saat ia berada di dekat Juan. Ada perasaan hangat yang mengalir di antara mereka, sebuah kebahagiaan yang tak tergantikan."Menurutmu, aku perlu memilih gaun yang cantik?" tanya Alexa sambil tersenyum ketika Juan tengah mengukur tubuhnya untuk pembuatan baju."Tentu saja. Hari pernikahan ini harus menjadi yang paling spesial untukmu. Pilihlah ga
Alexa menutup pintu kamar Brian dengan perlahan, memastikan putranya tidur dengan nyaman. Saat berbalik, ia terkejut mendapati Nick sudah berdiri di sana, tanpa suara."Kamu tidak terburu-buru pulang, kan? Pelayan sudah menyiapkan makan siang. Setidaknya makanlah dulu," ujar Nick dengan nada lembut, meski ada kekhawatiran terselip di sana.Alexa menghela napas, menimbang sejenak. "Sepertinya aku akan langsung pulang," tolaknya, walau terdengar ragu.Nick tak menyerah begitu saja. "Kamu baru tiga jam di sini. Apa itu cukup untuk bermain dengan Brian?"Kata-kata Nick membuat Alexa berhenti sejenak. Tanpa banyak bicara, ia turun ke meja makan, di mana makanan favoritnya sudah tertata rapi. Ia duduk, menoleh sebentar ke arah Nick, lalu mulai makan dalam diam.
Mimpi? Tidak, ini bukan mimpi. Saat Alexa membuka mata dan melepaskan pelukan dari Juan, ia sadar seratus persen kalau ini bukan mimpi. Alexa mendongak menatap Juan yang tersenyum lembut menatapnya, sentuhan tangan Juan membuat Alexa sejenak memejamkan mata."Kenapa tidak kau katakan dari awal kalau wanita yang kerap kali kamu ceritakan padaku adalah diriku sendiri?" tanya Alexa."Karena aku tidak mau hubungan kita menjadi renggang setelah kamu tau perasaan yang aku pendam padamu selama ini. Tapi, aku sudah memastikan bahwa kamu juga menyukai diriku sebelum memutuskan untuk melamarmu."Alexa tersenyum manis, tak tahan dengan wajah cantik di wajah Alexa. Juan membingkai wajah perempuan itu, tanpa segan memberika ciuman mesra untuk Alexa. Dengan senang hati Alexa menerima sentuhan tersebut, mengalungkan
Setelah menembus cukup jauh ke dalam hutan, Juan dan Alexa menemukan rimbunan buah beri liar yang segar. Tanpa ragu, Alexa langsung memetik dan menyantapnya, menikmati rasa manis dan asam yang meledak di mulutnya. Matahari menyelinap di antara pepohonan, menciptakan kilauan cahaya yang mempercantik setiap sudut hutan yang mereka jelajahi.Juan, yang berjalan tak jauh di belakang Alexa, membuka percakapan dengan suara tenang namun penuh rasa ingin tahu, "Kau sering berkomunikasi dengan Nick?"Alexa menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, namun segera menjawab, "Jarang. Kami hanya berkomunikasi kalau itu tentang Brian. Selebihnya, tak ada. Sepertinya memang sebaiknya begitu, mengingat satu-satunya yang masih menghubungkan kami hanyalah Brian."Juan berhenti sejenak, memperhatikan ekspresi Alexa
Penolakan tetap Juan dapatkan, Alexa lebih memilih menahan gairahnya ketimbang menjalani hubungan intim tanpa status. Kini keduanya tidur bersebelahan, tidak ada yang saling bicara selain suara hujan yang terdengar masih belum berhenti."Kamu pasti mencintai wanita dari masa lalumu itu, tapi kenapa kamu mendekatiku dengan cara seperti ini, Juan? Apa kamu ingin menjadikan aku pelarian untuk memuaskan nafsumu?" tanya Alexa dengan nada datar.Juan langsung menoleh, ingin rasanya ia mengatakan sekarang kalau perempuan yang Alexa maksud adalah dirinya sendiri. Namun masih belum, Juan ingin menciptakan suasana yang romantis saat ia mengutarakan perasaannya."Jadi, kamu berpikir kalau aku menjadikanmu pelarian karena berpikir aku masih mencintai wanita itu?"Alexa mengganggu. "