Alexa menelan ludah.
Selain ayahnya, Laura adalah satu-satunya orang yang ia sayangi. Ia tidak bisa membuat wanita lemah itu jatuh ke ancaman pria kasar ini. Terlebih, gosip mengatakan kalau Nick adalah seorang gay. ‘Kalau Laura menikah dengan Nick, apa yang akan terjadi? Aku tidak bisa membayangkan wanita lemah itu disiksa pria kasar sepertinya….’ "Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Alexa pada akhirnya dengan kepala tertunduk, suaranya hampir berbisik. "Kesepakatan sederhana.” Nick kembali menggeser surat perjanjian ke hadapan Alexa. “Kau cukup menjadi istriku sampai kau melahirkan seorang pewaris. Sebagai bayarannya, semua kebutuhanmu akan kupenuhi, dan anak buahku akan mencari Laura.” Alexa merasa terjebak. Di satu sisi, dia tidak ingin menikahi pria yang tidak dikenalnya, terlebih dia seorang gay. Di sisi lain, dia tidak bisa membiarkan ayahnya dan Laura dalam masalah. "Apa harus ada anak?" tanyanya dengan ragu. Nick malah tertawa sinis. “Aku tahu kau tidak bodoh,” katanya sarkas. “Kau pasti tahu siapa aku, kan?” Alexa menelan ludahnya. Sekali lagi, Nick mendekatkan bibirnya ke telinga Alexa, dan berbisik di sana. “Benar. Seorang anak dibutuhkan untuk meyakinkan mereka kalau aku pria normal.” ‘Lebih tepatnya, untuk melindungi posisiku sebagai CEO,’ lanjut Nick dalam hati. Alexa menarik napas dalam-dalam dan menatap Nick dengan mata menahan takut. "Aku tidak mau melahirkan anak dari lelaki yang tidak aku cintai." Nick mencengkram rahang Alexa, lalu mengeluarkan kalimat yang diucapkannya penuh penekanan, "Kalau begitu, bagaimana kalau sebagai gantinya aku akan menyeret Laura dan menghabisinya di hadapanmu?" Lagi, ancaman itu Nick keluarkan untuknya, membuat wajah Alexa langsung memucat. Sepertinya pria itu tahu betul kalau Laura dan ayahnya adalah kelemahan terbesar Alexa. Alexa tertegun, terpuruk dalam kebingungan. "Aku tidak punya banyak waktu, putuskan sekarang atau anak buahku turun tangan mencari Laura saat ini juga," lanjut Nick, cengkeramannya semakin menguat. "Setelah aku melahirkan anakmu, apa kau akan melepaskanku dan Laura?" tanya Alexa, sembari menahan perih dari cengkeraman tangan Nick. "Aku tidak tahu kalau kau lebih banyak omong daripada Laura,” Nick tersenyum miring. “Aku tidak suka mengulang ucapan, Nona. Dan aku tidak pernah mengingkari janjiku.” Alexa memejamkan mata rapat-rapat. "Baiklah, aku setuju." Nick tersenyum puas. "Bagus. Kau membuat pilihan yang tepat," ucapnya sambil melepaskan cengkraman. Alexa menandatangani surat pernikahan dengan tangan gemetar, menyadari bahwa hidupnya kini berada di bawah kendali pria yang baru dikenalnya hari ini. ‘Habis sudah masa depanku.’ batin Alexa tidak berkutik. *** Alexa hanya diberi waktu dua jam untuk mandi, berdandan, dan memakai gaun pengantin. Padahal, ia seringkali memiliki sebuah pemikiran untuk tidak menikah atau memiliki anak. Namun kini, ia mendapati dirinya akan berdiri di altar, menjadi mempelai pengantin Nick menggantikan Laura. ‘Tapi, bukankah Nick seorang gay? Kenapa dia menginginkan anak dari pernikahan ini?’ Alexa baru bisa berpikir jernih soal kesepakatan satu itu. Blitz kamera yang menyorotnya langsung membuat Alexa tersadar. Ia sedang berada di depan pintu aula, di mana Nick sudah menunggunya di altar sana. Alexa berjalan sendirian menuju altar. Ia tidak memberitahu keluarganya soal ini, karena tidak mau membuatnya semakin khawatir. Ia menggunakan veil panjang yang menutupi seluruh wajahnya dan riasan tebal, agar tidak ada yang mengenalinya. Alexa merasa jantungnya berdegup kencang, bukan karena gugup berhadapan dengan Nick, melainkan karena takut. Ia adalah mempelai pengganti untuk sahabatnya. Di ujung sana, Nick tersenyum manis penuh ancaman saat mengulurkan tangannya. Dengan ragu Alexa menerima ukuran itu, dan keduanya memulai prosesi pernikahan di hadapan para tamu yang hadir. "Bekerjasamalah denganku untuk meyakinkan semua orang di ruangan ini," bisik Nick ketika menyematkan cincin ke jarinya. "Apa maksud—” Belum selesai Alexa bertanya, Nick menyeringai dan tiba-tiba menciumnya begitu dalam di depan semua para tamu undangan. Sontak saja Alexa yang belum siap membeku di tempat. Ia hanya bisa meremas jas mewah Nick ketika bibir pria itu bergerak semakin panas di atas bibirnya. Nick menarik dirinya sedikit, lalu membisikkan kalimat di depan bibir Alexa, "Mulai hari ini, kamu adalah istriku.” Tubuh Alexa semakin menegang. Untung saja Nick memegangi pinggangnya, jika tidak, ia mungkin sudah jatuh. Kemudian, bibir pria itu bergerak ke telinga Alexa. “Jika kamu berani kabur, Laura akan membayar dengan nyawa mereka," ancamnya, lalu tersenyum seolah tak ada yang terjadi. Suara tepuk tangan meriah mengiringi akhir prosesi pernikahan. Alexa masih belum bisa percaya kalau dia justru menikah dengan seorang gay berwajah tampan yang hobi memberikan ancaman. Nick memberikan lirikan dengan senyum yang dipaksakan dari bibirnya.Hari yang dinanti akhirnya tiba, pertengahan musim semi yang sempurna, seperti yang Juan dan Alexa impikan. Pesta pernikahan mereka tak digelar di gedung mewah di pusat kota Houston, melainkan di tepi danau yang tenang dengan latar alam yang memukau. Suasana yang romantis dan intim ini benar-benar mencerminkan keinginan mereka untuk merayakan cinta dalam kesederhanaan yang elegan.Lebih dari seratus tamu hadir, terdiri dari keluarga dan sahabat yang mengenal pasangan itu dengan baik. Saat Alexa tiba di lokasi, ditemani oleh ayahnya, Steve, ia merasakan getaran bahagia dan haru yang tak bisa disembunyikan.Sebelum turun dari mobil, Steve meraih tangan putrinya. "Pada akhirnya, aku bisa mengantarmu sebagai wali di hari pernikahanmu," ucapnya dengan tulus, penuh kebanggaan.Alexa membalas senyum ayahnya, dan dengan lan
Hari demi hari berlalu dengan cepat, dan Alexa semakin menjauh dari Nick. Bukan karena kebencian, tetapi karena ia ingin menghargai perasaan Juan, pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Alexa tahu, menjaga jarak dengan Nick adalah yang terbaik demi kebahagiaan mereka semua.Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar, setiap detail diperhatikan oleh Juan, dari pemilihan cincin hingga pemesanan gaun pernikahan. Hidup Alexa kini dipenuhi dengan canda dan tawa, terutama saat ia berada di dekat Juan. Ada perasaan hangat yang mengalir di antara mereka, sebuah kebahagiaan yang tak tergantikan."Menurutmu, aku perlu memilih gaun yang cantik?" tanya Alexa sambil tersenyum ketika Juan tengah mengukur tubuhnya untuk pembuatan baju."Tentu saja. Hari pernikahan ini harus menjadi yang paling spesial untukmu. Pilihlah ga
Alexa menutup pintu kamar Brian dengan perlahan, memastikan putranya tidur dengan nyaman. Saat berbalik, ia terkejut mendapati Nick sudah berdiri di sana, tanpa suara."Kamu tidak terburu-buru pulang, kan? Pelayan sudah menyiapkan makan siang. Setidaknya makanlah dulu," ujar Nick dengan nada lembut, meski ada kekhawatiran terselip di sana.Alexa menghela napas, menimbang sejenak. "Sepertinya aku akan langsung pulang," tolaknya, walau terdengar ragu.Nick tak menyerah begitu saja. "Kamu baru tiga jam di sini. Apa itu cukup untuk bermain dengan Brian?"Kata-kata Nick membuat Alexa berhenti sejenak. Tanpa banyak bicara, ia turun ke meja makan, di mana makanan favoritnya sudah tertata rapi. Ia duduk, menoleh sebentar ke arah Nick, lalu mulai makan dalam diam.
Mimpi? Tidak, ini bukan mimpi. Saat Alexa membuka mata dan melepaskan pelukan dari Juan, ia sadar seratus persen kalau ini bukan mimpi. Alexa mendongak menatap Juan yang tersenyum lembut menatapnya, sentuhan tangan Juan membuat Alexa sejenak memejamkan mata."Kenapa tidak kau katakan dari awal kalau wanita yang kerap kali kamu ceritakan padaku adalah diriku sendiri?" tanya Alexa."Karena aku tidak mau hubungan kita menjadi renggang setelah kamu tau perasaan yang aku pendam padamu selama ini. Tapi, aku sudah memastikan bahwa kamu juga menyukai diriku sebelum memutuskan untuk melamarmu."Alexa tersenyum manis, tak tahan dengan wajah cantik di wajah Alexa. Juan membingkai wajah perempuan itu, tanpa segan memberika ciuman mesra untuk Alexa. Dengan senang hati Alexa menerima sentuhan tersebut, mengalungkan
Setelah menembus cukup jauh ke dalam hutan, Juan dan Alexa menemukan rimbunan buah beri liar yang segar. Tanpa ragu, Alexa langsung memetik dan menyantapnya, menikmati rasa manis dan asam yang meledak di mulutnya. Matahari menyelinap di antara pepohonan, menciptakan kilauan cahaya yang mempercantik setiap sudut hutan yang mereka jelajahi.Juan, yang berjalan tak jauh di belakang Alexa, membuka percakapan dengan suara tenang namun penuh rasa ingin tahu, "Kau sering berkomunikasi dengan Nick?"Alexa menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, namun segera menjawab, "Jarang. Kami hanya berkomunikasi kalau itu tentang Brian. Selebihnya, tak ada. Sepertinya memang sebaiknya begitu, mengingat satu-satunya yang masih menghubungkan kami hanyalah Brian."Juan berhenti sejenak, memperhatikan ekspresi Alexa
Penolakan tetap Juan dapatkan, Alexa lebih memilih menahan gairahnya ketimbang menjalani hubungan intim tanpa status. Kini keduanya tidur bersebelahan, tidak ada yang saling bicara selain suara hujan yang terdengar masih belum berhenti."Kamu pasti mencintai wanita dari masa lalumu itu, tapi kenapa kamu mendekatiku dengan cara seperti ini, Juan? Apa kamu ingin menjadikan aku pelarian untuk memuaskan nafsumu?" tanya Alexa dengan nada datar.Juan langsung menoleh, ingin rasanya ia mengatakan sekarang kalau perempuan yang Alexa maksud adalah dirinya sendiri. Namun masih belum, Juan ingin menciptakan suasana yang romantis saat ia mengutarakan perasaannya."Jadi, kamu berpikir kalau aku menjadikanmu pelarian karena berpikir aku masih mencintai wanita itu?"Alexa mengganggu. "