Malam harinya setelah pesta selesai, Nick membawa Alexa ke mansion mewahnya yang ada di perbukitan.
Nick membawanya ke sebuah kamar. Awalnya, Alexa menyangka kalau Nick hanya menunjukkannya, tetapi pria itu ternyata juga ikut masuk. Ia bahkan mengunci pintunya. “K-kenapa kau ikut masuk?!” pekik Alexa sambil memeluk badannya sendiri. Padahal dia masih memakai gaun pernikahannya dengan lengkap. “Ini kamarku,” jawab Nick santai sambil membuka dasi kupu-kupunya. “Kalau begitu, kenapa kau membawaku ke sini?!” tanya Alexa lagi. Nick mengangkat sebelah alisnya ketika melihat wajah panik Alexa. Beberapa detik kemudian, satu sudut bibirnya terangkat, membuat Alexa semakin beringsut mundur. “M-mau apa kau?” langkah Alexa semakin mundur, lalu tanpa sadar sudah terpojok di ujung kasur. Ia jatuh terduduk. “Entahlah.” Nick berdiri di depan Alexa. Tangan besarnya menyentuh dagu Alexa, memaksa wanita itu untuk mendongak. "Apa kita harus melakukannya sekarang?" Nick menunduk, hingga hembusan segar napasnya menyapu wajah Alexa. Kepala Nick bergerak menuju bibir Alexa. Namun sebelum bibir mereka bertemu, bertepatan terdengar suara gedoran di pintu. Duk! Duk! Duk! “NICK! BUKA PINTUNYA!” terdengar suara teriakan kasar seorang wanita di sana. Nick mendengus, lalu beranjak begitu saja dari hadapan Alexa. Ia tampak jengah mendengar suara gedoran pintu dan teriakan wanita itu. Nick berjalan menuju pintu dan membuka kunci. Sebelum dipersilakan, wanita itu sudah mendobrak masuk. Nick refleks menyingkir saat seorang wanita masuk tanpa permisi. “Ada apa, Nyonya Camila Robert?” tanya Nick sarkas. Alexa yang masih duduk di pinggir kasur pun terkesiap. Itu adalah ibunya Nick. Saat pernikahan tadi, memang tidak ada keluarga Nick yang datang. Tamu undangan hanyalah para wartawan dan rekan bisnisnya. Mungkin itulah yang membuat Camila tampak marah sekarang. ‘Dia pasti marah karena Nick menikah diam-diam,’ batin Alexa. Tatapan Camila langsung tertuju pada Alexa dengan tajam. “Kau berbohong padaku, Nick! Yang harus kau nikahi adalah Laura, putri tunggal Sergei Corner!” pekiknya nyaring. Camila pun menunjuk kasar ke arah Alexa. “Keluarga Corner itu bisa diandalkan untuk perusahaan kita! Kenapa kau malah menikahi perempuan tidak jelas ini!?” Nick mengusap ujung bibirnya, “Syarat agar aku bertahan di posisi CEO adalah menikah. Tidak peduli dengan wanita manapun, tidak ada ketentuan seperti apa wanita yang akan aku nikahi.” Nick berjalan ke kasur, duduk di sebelah Alexa sambil menyilangkan kakinya. “Dan hari ini, aku menikahi seorang wanita.” “Tapi kenapa harus perempuan ini?!” “Wanita ini cukup membuktikan kalau pewaris keluarga Robert adalah pria normal.” jawab Nick. Namun, Camila terlihat tidak puas. “Kau tidak bisa membohongiku, Nick!” “Berhenti ikut campur, Bu,” sahut Nick dengan nada yang sama. “Nick!” Camila menatap tajam putranya. Camila melihat ke arah Alexa, spontan wanita itu merapatkan tubuhnya ke arah Nick karena kaget. “Aku tidak tau siapa dirimu, tapi aku peringatkan kalau pria ini hanya pura-pura ‘straight’ untuk menjebakmu!” Wajah Alexa pucat. Ia melihat Nick, tapi Nick tampak tidak peduli. Ternyata rumor itu benar adanya, bahkan ibunya Nick sendiri mengakui kalau Nick tidak normal. Entah ini akan menguntungkan Alexa atau malah membuatnya semakin terpuruk. Dengan tatapan sinis, Camila menatap Nick dan Alexa bergantian, “Kita lihat apa yang bisa dihasilkan pada malam pernikahan kalian!” Setelah itu, Camila langsung berbalik dan pergi. Tidak lupa ia menutup pintu dengan kasar. Alexa menelan ludahnya. Apakah ini ancaman? Tapi, Nick adalah seorang gay. Pasti itu tidak akan terjadi, kan? ‘Tapi bukankah perjanjian kita adalah menghasilkan anak? Jadi, apa pria ini akan memaksakan diri, walaupun tidak suka tidur dengan wanita?’ Pikiran Alexa penuh dengan hal-hal aneh sekarang. “Kau dengar apa yang ibuku katakan?” suara Nick tiba-tiba menyadarkan Alexa. “Bagaimana kalau kau membantu suamimu ini membuktikannya?” senyum miring terukir di bibir Nick sembari terus mendekati Alexa. Nick tiba-tiba sudah membuka kancing kemeja putih yang masih melekat di tubuhnya. Ia melemparkan kemeja tersebut sembarang arah. Langkahnya terus mengikis jarak dengan Alexa, hingga tangan besar Nick membelai wajah perempuan itu. “Tidak, tunggu!” kedua tangan Alexa terangkat, mendorong dada bidang Nick, “Aku belum siap untuk melakukannya sekarang.” Saat Alexa menyadari posisi tangannya, seketika ia menariknya kembali. Nick berkacak pinggang, memamerkan otot perut dan dadanya yang terpampang sempurna di depan mata Alexa. “Tidak bisa, aku memaksa.” balas Nick keras kepala. Jari Nick menyentuh dagu Alexa, menatap pupil mata gadis itu seraya merasukinya dengan aura mengancam sampai membuat Alexa panik. Tanpa basa-basi, satu tangan Nick mendorong Alexa sampai jatuh di atas tempat tidur. Sebelum Alexa sempat melarikan diri, Nick menekan gaun Alexa dengan lututnya, mendekat dengan kepastian yang mengancam kebebasannya. "Menjauh dariku!" protes Alexa sambil memukuli dada Nick. Suaranya terdengar lemah dalam kegugupan yang memenuhi hatinya, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersisa. “Bukankah ini kesepakatan kita? Kau harus melahirkan keturunanku, Alexa." lanjutnya, suaranya penuh dengan otoritas yang mendominasi ruangan. Meski begitu, Alexa berusaha keras meronta, sayangnya kekuatan yang ia miliki tak ada setengah dari kekuatan Nick. Kedua tangan Nick menahan lengan Alexa di sebelah kepalanya. Nick mulai mencium bagian luar leher Alexa dengan paksa. Ia mengendusnya, lalu kembali memberikan kecupan-kecupan di sana. “Nick–ahh!” Alexa tidak bisa menahan desahannya saat Nick terus melakukan itu. “Sst….” tiba-tiba saja Nick mendesis lembut di telinganya, membawa desiran aneh yang menjalar ke seluruh tubuh Alexa. Pergerakan Nick sangat lihai membuat Alexa khawatir ketika mulai menikmati saat pikiran dan tubuhnya terbakar oleh gairah. Bohong kalau Alexa tidak tergoda, apalagi ketika Nick menciumnya, dan permainan lidahnya mengakses rongga mulut Alexa dengan paksa. “K-kumohon…ahh!” suara Alexa semakin bergetar, dan air matanya mulai mengalir. “K-kau tidak bisa memaksakuhhh…” Bukan hanya pengalaman pertamanya, Alexa juga takut karena Nick adalah seorang gay. Melakukan seks dengan pria normal saja tidak pernah, apa Alexa harus menyerahkan waktu pertamanya untuk gay? Pria tampan di atasnya ini tidak menunjukkan wajah bercanda sama sekali, itu membuat Alexa merasa takut. Nick membelai wajah Alexa dengan seringai tak peduli di bibirnya. Lelaki itu kembali menundukkan wajah memberikan ciuman ke ceruk leher Alexa sampai meninggalkan jejak kemerahan. Alexa mengumpulkan kekuatan untuk mendorong sambil berteriak, “Aku tidak bisa melakukannya dengan pria gay!” Hening beberapa saat, sebelum pada akhirnya Nick ketawa terbahak-bahak sambil turun dari atas tubuh Alexa. Tanpa mengatakan apa pun, Nick pun berjalan ke kamar mandi.Hari yang dinanti akhirnya tiba, pertengahan musim semi yang sempurna, seperti yang Juan dan Alexa impikan. Pesta pernikahan mereka tak digelar di gedung mewah di pusat kota Houston, melainkan di tepi danau yang tenang dengan latar alam yang memukau. Suasana yang romantis dan intim ini benar-benar mencerminkan keinginan mereka untuk merayakan cinta dalam kesederhanaan yang elegan.Lebih dari seratus tamu hadir, terdiri dari keluarga dan sahabat yang mengenal pasangan itu dengan baik. Saat Alexa tiba di lokasi, ditemani oleh ayahnya, Steve, ia merasakan getaran bahagia dan haru yang tak bisa disembunyikan.Sebelum turun dari mobil, Steve meraih tangan putrinya. "Pada akhirnya, aku bisa mengantarmu sebagai wali di hari pernikahanmu," ucapnya dengan tulus, penuh kebanggaan.Alexa membalas senyum ayahnya, dan dengan lan
Hari demi hari berlalu dengan cepat, dan Alexa semakin menjauh dari Nick. Bukan karena kebencian, tetapi karena ia ingin menghargai perasaan Juan, pria yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Alexa tahu, menjaga jarak dengan Nick adalah yang terbaik demi kebahagiaan mereka semua.Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar, setiap detail diperhatikan oleh Juan, dari pemilihan cincin hingga pemesanan gaun pernikahan. Hidup Alexa kini dipenuhi dengan canda dan tawa, terutama saat ia berada di dekat Juan. Ada perasaan hangat yang mengalir di antara mereka, sebuah kebahagiaan yang tak tergantikan."Menurutmu, aku perlu memilih gaun yang cantik?" tanya Alexa sambil tersenyum ketika Juan tengah mengukur tubuhnya untuk pembuatan baju."Tentu saja. Hari pernikahan ini harus menjadi yang paling spesial untukmu. Pilihlah ga
Alexa menutup pintu kamar Brian dengan perlahan, memastikan putranya tidur dengan nyaman. Saat berbalik, ia terkejut mendapati Nick sudah berdiri di sana, tanpa suara."Kamu tidak terburu-buru pulang, kan? Pelayan sudah menyiapkan makan siang. Setidaknya makanlah dulu," ujar Nick dengan nada lembut, meski ada kekhawatiran terselip di sana.Alexa menghela napas, menimbang sejenak. "Sepertinya aku akan langsung pulang," tolaknya, walau terdengar ragu.Nick tak menyerah begitu saja. "Kamu baru tiga jam di sini. Apa itu cukup untuk bermain dengan Brian?"Kata-kata Nick membuat Alexa berhenti sejenak. Tanpa banyak bicara, ia turun ke meja makan, di mana makanan favoritnya sudah tertata rapi. Ia duduk, menoleh sebentar ke arah Nick, lalu mulai makan dalam diam.
Mimpi? Tidak, ini bukan mimpi. Saat Alexa membuka mata dan melepaskan pelukan dari Juan, ia sadar seratus persen kalau ini bukan mimpi. Alexa mendongak menatap Juan yang tersenyum lembut menatapnya, sentuhan tangan Juan membuat Alexa sejenak memejamkan mata."Kenapa tidak kau katakan dari awal kalau wanita yang kerap kali kamu ceritakan padaku adalah diriku sendiri?" tanya Alexa."Karena aku tidak mau hubungan kita menjadi renggang setelah kamu tau perasaan yang aku pendam padamu selama ini. Tapi, aku sudah memastikan bahwa kamu juga menyukai diriku sebelum memutuskan untuk melamarmu."Alexa tersenyum manis, tak tahan dengan wajah cantik di wajah Alexa. Juan membingkai wajah perempuan itu, tanpa segan memberika ciuman mesra untuk Alexa. Dengan senang hati Alexa menerima sentuhan tersebut, mengalungkan
Setelah menembus cukup jauh ke dalam hutan, Juan dan Alexa menemukan rimbunan buah beri liar yang segar. Tanpa ragu, Alexa langsung memetik dan menyantapnya, menikmati rasa manis dan asam yang meledak di mulutnya. Matahari menyelinap di antara pepohonan, menciptakan kilauan cahaya yang mempercantik setiap sudut hutan yang mereka jelajahi.Juan, yang berjalan tak jauh di belakang Alexa, membuka percakapan dengan suara tenang namun penuh rasa ingin tahu, "Kau sering berkomunikasi dengan Nick?"Alexa menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu, namun segera menjawab, "Jarang. Kami hanya berkomunikasi kalau itu tentang Brian. Selebihnya, tak ada. Sepertinya memang sebaiknya begitu, mengingat satu-satunya yang masih menghubungkan kami hanyalah Brian."Juan berhenti sejenak, memperhatikan ekspresi Alexa
Penolakan tetap Juan dapatkan, Alexa lebih memilih menahan gairahnya ketimbang menjalani hubungan intim tanpa status. Kini keduanya tidur bersebelahan, tidak ada yang saling bicara selain suara hujan yang terdengar masih belum berhenti."Kamu pasti mencintai wanita dari masa lalumu itu, tapi kenapa kamu mendekatiku dengan cara seperti ini, Juan? Apa kamu ingin menjadikan aku pelarian untuk memuaskan nafsumu?" tanya Alexa dengan nada datar.Juan langsung menoleh, ingin rasanya ia mengatakan sekarang kalau perempuan yang Alexa maksud adalah dirinya sendiri. Namun masih belum, Juan ingin menciptakan suasana yang romantis saat ia mengutarakan perasaannya."Jadi, kamu berpikir kalau aku menjadikanmu pelarian karena berpikir aku masih mencintai wanita itu?"Alexa mengganggu. "