Share

5 Hanya Office Boy

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2024-04-22 10:17:09

“Apa kamu lihat-lihat?” tanya Yolla ketus ketika dia mendongak dan melihat Mita sedang menatapnya.

“Ah, enggak Bu!” sahut Mita sambil terlonjak kaget. “Saya mau mengantar ini ....”

Dengan agak takut-takut, Mita berjalan mendekat sambil mengulurkan satu map ke meja Yolla.

“Taruh sini, cepat!” gertak Yolla dengan mata menyipit, membuat Mita terlonjak lagi untuk yang kedua kalinya. Cewek itu buru-buru menaruh mapnya dan pergi secepat kilat dari ruangan Yolla dengan jantung berdebar kencang.

Tanpa sengaja Mita menabrak Byanz yang baru saja lewat di depan ruangan, untung Byanz sigap mengulurkan lengan ke pinggang cewek itu sebelum terhuyung ke lantai.

“Maaf ....”

“Kamu nggak apa-apa, Mbak?” tanya Byanz sambil menarik tangannya kembali.

“Iya Mas,” angguk Mita. “Terima kasih ya sudah ....”

“Woy, ngapain kalian berdiri saja di situ?!” teriak Yolla saat menoleh dan menyaksikan Byanz yang saat itu sedang berdiri bersama Mita. “Kerja sana!”

Baik Byanz maupun Mita tidak berani menjawab dan lebih memilih untuk segera menyingkir ke tempat masing-masing.

“Kamu bikin perkara apa lagi sama Bu Yolla sih?” sambut Ifan ketika Byanz muncul di belakang. “Masa suaranya kedengaran sampai sini.”

“Aku sama Mbak Mita tabrakan di depan ruangan Bu Yolla,” jelas Byanz kalem. “Padahal kita nggak ngapa-ngapain, tahu-tahu dia teriak macam ada maling saja di depan matanya.”

Ifan menarik napas.

“Bu Yolla itu anaknya Pak Sony, tapi kok sikapnya beda jauh banget ya?” komentar Ifan tidak habis pikir. “Pak Sony yang punya perusahaan ini aja nggak segalak itu sama karyawannya, bakalan kiamat kalau suatu saat beliau memberikan jabatannya sama Bu Yolla betulan.”

Byanz hanya mengangguk setuju.

“Kita kan cuma karyawan bawah Fan,” katanya. “Kalaupun iya, itu haknya Pak Sony. Apalagi Bu Yolla itu anak kandung satu-satunya kalau nggak salah, kan?”

“Tapi tetap aja itu nggak bagus,” sahut Ifan sambil menggeleng. “Aku sering dengar orang-orang membicarakan Bu Yolla, dia sama sekali nggak bisa kerja. Awal-awal datang ke sini, kerjaannya cuma mainan gawai terus di ruang kerjanya. Yang kayak begitu bisa dapat gaji, Yanz.”

Byanz tersenyum tipis.

“Sudah deh, kenapa kita jadi gosipin anak bos seperti ini sih?” komentarnya sambil menyandarkan punggung di tembok. “Kita kerja saja yang bener, Fan. Rejeki orang kan sendiri-sendiri, sudah rejekinya Bu Yolla mungkin kalau dia akan memimpin perusahaan Pak Sony. Namanya juga anak kandung, masa iya mau dikasih ke orang lain.”

Ifan menganggukkan kepala tanpa berkata apa-apa lagi.

Byanz beristirahat sejenak, sebelum akhirnya dia teringat dengan pacarnya yang sedang libur kerja.

“Halo Yanz?” sapa suara renyah dari ujung sana ketika Byanz menghubunginya. “Kamu udah selesai kerja belum?”

“Sebentar lagi,” sahut Byanz. “Kamu nggak usah ke mana-mana Ran, biar aku saja yang nanti samperin kamu.”

“Eh, kata ibu kamu ... sekarang kamu kerja di perusahaan besar ya?” tanya Rani, nama pacar Byanz. “Aku pengin lihat dong, Yanz ....”

“Nggak usah, mau ngapain?” tukas Byanz. “Aku kan kerja, bukan nongkrong. Sudah ya, nanti pulang kerja aku mampir ke rumah kamu kok.”

Rani terdengar merajuk, tapi Byanz dengan tegas melarangnya karena tidak ingin jam kerjanya terganggu.

“Siapa sih, pacar kamu ya?” tebak Ifan ingin tahu saat Byanz memasukkan kembali ponsel bututnya ke dalam saku celana.

“Iya,” Byanz menganggukkan kepalanya. “Ngotot banget mau nyamperin aku ke sini, jelas saja aku larang. Bisa dikuliti hidup-hidup dia sama Bu Yolla kalau sampai ketahuan.”

“Tapi ... dia tahu kalau kamu kerja bersih-bersih di sini?” tanya Ifan penasaran. “Bukan apa-apa, kadang ada cewek yang meremehkan pekerjaan laki-laki kalau menurutnya nggak sesuai sama ekspektasi dia.”

Byanz terdiam, dia memang belum cerita kepada Rani bahwa dirinya untuk sementara menggantikan tugas ayahnya menjadi petugas cleaning service di perusahaan besar.

“Aku pikir itu nggak perlu,” ujar Byanz. “Lagipula kan aku cuma sementara kerja di sini sampai ayah aku sembuh, setelah itu aku akan cari kerja lain lagi di luar.”

Ifan hanya tersenyum tidak enak menanggapinya.

Setelah jam kerja berakhir, Byanz mengurungkan niatnya untuk berganti seragam karena dia ingin secepatnya pulang agar bisa segera mampir ke rumah Rani.

Baru juga Byanz berjalan menyusuri halaman, dia melihat seorang perempuan dengan rambut diikat ekor kuda melambai dari kejauhan.

“Rani?” gumam Byanz yang lantas mempercepat langkah kakinya.

“Byanz!” panggil perempuan itu dengan wajah gembira.

“Kamu ngapain ke sini sih?” tanya Byanz begitu tiba di hadapan Rani. “Aku kan sudah bilang biar aku saja yang ke rumah kamu nanti.”

Bertepatan dengan itu, Yolla baru saja keluar dari ruangannya dan mngurungkan niatnya untuk pergi ke parkiran mobil saat melihat Byanz yang sedang bersama seorang perempuan muda yang tidak dia kenal.

Terusik oleh rasa keingintahuannya, diam-diam Yolla berjalan mendekati mereka.

“Perusahaan kamu gede juga ya, Byanz?” komentar Rani dengan wajah takjub. “Jabatan kamu sebagai apa di sini?”

“Jabatanku nggak tinggi-tinggi banget kok,” geleng Byanz. “Lagipula aku cuma sementara menggantikan ayah aku yang lagi sakit, setelah itu aku bakalan berhenti.”

Rani terlihat menyapukan pandangannya ke sekitaran gedung yang menjulang megah di hadapannya.

“Kok cuma sementara sih, kenapa nggak dilanjutkan saja? Lumayan kan,” tanya Rani kemudian. “Memangnya kamu jadi apa Byanz, manajer?”

Mendadak Yolla tertawa sebelum Byanz menjawab pertanyaan itu, membuat Rani menolehkan kepalanya.

“Bu Yolla?” ucap Byanz sambil mengernyit heran saat melihat kemunculan Yolla.

“Manajer dari Hong Kong?” komentar Yolla dengan nada meremehkan.

“Serius kamu jadi manajer di Hong Kong?” tanya Rani antusias sambil memandang Byanz. “Hebat kamu, aku benar-benar bangga.”

Byanz menggeleng sementara Yolla menepuk jidatnya sambil masih tertawa.

“Pikiran kamu di mana sih?” sinis Yolla kemudian. “Siapa yang bilang kalau Babangs ini jadi manajer? Kamu nggak lihat seragam yang dia pakai? Lihat dong baik-baik.”

“Seragam ...?” Rani nampak kebingungan sesaat.

“Iya, seragam!” tegas Yolla sementara Byanz diam saja.

“Oh, jadi ini seragam manajer itu?” tanya Rani dengan wajah polos.

“Ya ampun, kamu ini ogeb atau apa sih?” sembur Yolla gemas. “Ini tuh seragam office boy! Alias cleaning service, tukang bersih-bersih kalau kamu nggak paham apa itu office boy!”

Rani terpaku, pandangannya perlahan bergeser ke arah Byanz yang terlihat tenang.

“Kamu ... hanya tukang bersih-bersih di perusahaan sebesar ini?” tanya Rani menegaskan.

“Iya,” jawab Byanz, meskipun pekerjaan ini hanya sementara dilakoninya selama ayahnya belum sembuh total.

“Memang selama ini kamu nggak tahu?” sergah Yolla, yang merasa perlu melibatkan diri dalam pembicaran sepasang insan ini. “Bangs, kamu sudah nipu cewek ini, ya?”

Byanz menggelengkan kepala.

“Saya nggak nipu, saya cuma belum sempat menjelaskan yang sebenarnya sama Rani.” Dia menyahut.

Bersambung—

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar    118 Perwujudan Suami Kamu

    "Begitulah," sahut Clerin melalui sambungan telepon. "Kalau nggak, mana mungkin dia bisa tahu soal obat yang kamu berikan itu." Sunyi sesaat selain hanya dengusan napas yang Clerin dengar dari seberang sana. "Sekarang bagaimana? Aku bisa dicabut izin praktekku kalau sampai masalah Callisto ini ketahuan ...." "Tenang!" potong Clerin segera. "Aku akan menanggung semua risikonya, kamu nggak perlu khawatir izin praktek kamu dicabut." Teman Clerin tentu saja mulai gelisah mendengar kabar ini. Dulu, awalnya dia sudah tidak setuju saat Clerin memintanya untuk menangani Callisto dengan masalah ingatannya. "Aku akan berusaha bikin Callisto mau periksa di tempat kamu lagi," janji Clerin. "Asal kamu ...." "Ya ampun Clerin, jangan lagi-lagi deh!" tolak teman Clerin. "Aku nggak mau terlibat lebih jauh soal pria asing yang kamu panggil pakai nama mendiang suami kamu. Sadarlah, suami kamu sudah meninggal dan bukan hal yang bagus kalau kamu sengaja menghidupkannya kembali dalam diri pria itu .

  • Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar    117 Mungkin Akan Layu dan Mati

    "Halo?" "Kamu suka?" tanya Callisto begitu Yolla menjawab panggilannya. "Buket bunga yang aku kirim tadi ...." "Suka sekali!" sahut Yolla, nyaris melonjak seperti anak kecil yang mendapatkan mainan kesukaannya. "Bunga yang kamu kirimkan ke aku selalu bagus-bagus, terima kasih." Sunyi sebentar. "Bunga itu mungkin akan layu dan mati dalam beberapa hari ke depan, tapi kamu harus yakin kalau niat aku untuk melamar kamu tidak akan pernah mati." Callisto menegaskan. "Kamu cuma harus bersabar sedikit, Yolla." "Iya ..." lirih Yolla tersipu saat Callisto terang-terangan memanggil namanya. "Kamu juga ya ... Niat baik pasti akan menemukan jalannya sendiri." "Kamu benar," sahut Callisto. "Ya sudah, aku kerja dulu. Ingat, jangan mikir macam-macam hanya karena aku satu kantor sama Bu Clerin." "Iya ..." sahut Yolla sambil tersenyum meskipun Callisto tidak dapat melihat tingkahnya. "yang penting kamu tidak macam-macam sama dia. Jangan kegenitan juga, ingat kalau dia yang sengaja membuat ingat

  • Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar    116 Nggak Muda Lagi

    Yolla langsung lemas saat mendengar jawaban papanya yang tidak sesuai harapan. "Tapi kenapa, Pa?" tanya Yolla ingin tahu. "Kan yang penting Shano masih sendiri. Bukannya itu yang Papa tunggu sejak Shano melamar aku?" Sony menarik napas dan memandang Yolla lurus-lurus. "Papa lega kalau memang benar Shano itu masih sendiri," katanya lambat-lambat. "Tapi di luar itu, ada beberapa hal lain yang menjadi pertimbangan papa juga. Misalnya saja siapa kedua orang tua Shano dan keluarganya yang lain." Yolla menarik napas. "Namanya juga orang hilang ingatan, Pa. Shano juga sedang menjalani proses pengobatan ... Tapi kalau Papa mengharapkan dia sembuh dalam waktu dekat, siapa yang bisa menjamin itu? Apa aku juga harus nunggu sampai Shano benar-benar sembuh total?" Sony tidak segera menjawab. "Ayo dong, Pa ..." bujuk Yolla dengan wajah memelas. "Apa Shano yang mendesak kamu untuk segera menikah?" tanya Sony ingin tahu. Yolla buru-buru menggelengkan kepalanya. "Shano sudah tahu kalau Pap

  • Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar    115 Dosa tidak Termaafkan

    "Maksud kamu apa sih?" tanya Callisto bingung. "Aku sama Bu Clerin hanya bertemu setiap hari di kantor, itu juga karena pekerjaan saja. Tidak lebih, jadi kenapa kamu harus mempermasalahkan soal ini?" Yolla melengos. "Aku tidak mempermasalahkannya," bantah Yolla. "Kalau aku menjadikannya masalah, pasti aku sudah dari kemarin protes sama kamu." Callisto tersenyum samar, menurutnya ucapan Yolla sangat berbanding terbalik dengan sikapnya. "Kamu mempermasalahkannya dengan cara menghindari aku," komentar Callisto sambil mengangkat cangkir kopinya. "sengaja tidak mau menjawab telepon dari aku bahkan tidak membalas pesanku sama sekali." Yolla tidak menampik, karena semua yang diucapkan Callisto adalah benar adanya. "Terus maksud kamu kalau aku sama Bu Clerin itu seperti keluarga kecil yang bahagia itu apa?" tanya Callisto ingin tahu. "Kamu tidak perlu berpikir jelek soal aku ...." "Memang itu kenyataannya," potong Yolla sambil merogoh tasnya untuk mengambil ponsel. "Kamu tidak perlu m

  • Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar    114 Aku Tunggu Kamu

    Hari itu Yolla sedang mengendarai mobilnya di jalan raya sepulangnya dia dari kantor. Tanpa dia sadari, ada sebuah mobil merah yang berjalan tepat beberapa meter di belakangnya. Awal-awal, lalu lintas di sekitar ruas jalan yang dilalui Yolla terlihat biasa-biasa saja. Sampai pada saat mobil yang dia kendarai memasuki jalanan yang lebih lebar tapi dengan dominasi kendaraan-kendaraan besar seperti mobil dan truk. Mobil merah yang semula berjarak agak jauh dari mobil Yolla, perlahan menambah kecepatan hingga kini jaraknya agak lebih mendekat. Namun, Yolla sama sekali tidak memperhatikan karena baginya jalan raya adalah tempat umum yang siapapun bebas mengendarai mobilnya di sana. Namun, lama kelamaan Yolla merasa juga jika mobil itu seakan sengaja membuntutinya. "Kok mobil itu nggak nyalip-nyalip sih?" gumam Yolla curiga. "Perasaan dari tadi di belakang terus ... apa jangan-jangan tujuannya sama?" Yolla tanpa ragu menambah kecepatan mobilnya demi memperlebar jarak dengan mobil merah

  • Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar    113 Memenangkan Hatimu Lagi

    "Papa ...?" Callisto tidak mampu lagi untuk tidak mempedulikan bocah perempuan yang tak berdosa itu. "Vhea, kamu harus cepat tidur ya?" ucap Callisto akhirnya, membuat langkah Clerin terhenti. "Aku kangen Papa," ulang Vhea sambil melongok melewati bahu sang mama. "Aku mau Papa temani aku ... Aku sayang Papa ...." Beberapa kata terakhir yang dilontarkan Vhea sukses membuat hati Callisto terenyuh, dan dia seketika sadar yang menjadi musuh dalam selimutnya adalah Clerin. Bukannya Vhea. "Kamu mau tidur sama papa?" tanya Callisto sambil berdiri. Vhea diam saja dan hanya menganggukkan kepalanya. "Tidak perlu kalau kamu sedang tidak ingin diganggu," geleng Clerin sambil menolehkan wajahnya. "Saya mengerti kalau kamu juga mempunyai kehidupan sendiri." Callisto kali ini yang terdiam, seharusnya dia senang saat Clerin menyadari hal itu. Namun, kenapa rasanya dia tidak tega jika harus menolak Vhea dan membuat bocah perempuan itu kecewa? "Malam ini kamu boleh tidur di tempat papa k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status