Share

Dijodohkan

Author: UmiYazid
last update Last Updated: 2024-02-25 19:24:21

“Kamu gantikan Abi, mengajar di kelas enam putra besok.” Pinta sang ayah sebelum meninggalkan ruang tamu.

Sementara Hamzah masih dengan kebingungannya, Umi Rubiah ikut bangun dan menyusul sang suami ke kamar.

“Abi mau bertemu orang tua siapa?” tanya Umi Rubiah seraya ikut duduk bersama suaminya dipinggir ranjang.

“Saya rasa lebih baik Hamzah kita nikahkan saja, sudah beberapa kali ada yang menyampaikan jika Hamzah sering ke rumah seorang gadis, menurut kabar gadis itu bukanlah gadis baik-baik.” Tutur Ustaz Harun.

“Gadis itu kehidupannya terlalu bebas, juga jarang menutup aurat, saya rasa gadis itu bukanlah gadis yang tepat untuk istri dan juga ibu untuk anak-anak Hamzah kelak.”

Ustaz Harun menarik nafas, lalu melanjutkan.

“Jika tidak segera kita nikahkan, saya takut terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, kucing mana yang tahan jika disodorkan ikan asin.”

“Tapi anak siapa yang mau Abi jodohkan sama Hamzah?” tanya Umi Rubiah penasaran.

“Saya rasa Amira gadis yang cocok kita jadikan menantu.” Jawab pimpinan pesantren tersebut.

“Ya sudah jika itu terbaik menurut Abi, tapi Hamzah dan Amira mau gak dijodohkan.” Umi Rubiah teringat dengan perasaan kedua anak itu.

Ustaz Harun mengambil gawainya yang sedari tadi disaku celananya, lalu mencari kontak orang tua Amira, setelah tersambung, beliau menyampaikan bahwa besok akan ke rumah untuk bertemu ayah dari Amira.

***

“Suatu kehormatan Ustaz dan Umi mendatangi kediaman kami.” Ucap pak Hasan, ayah Amira.

“Jadi begini, Pak, Buk. Kedatangan saya kemari, ingin bertanya, apakah Amira sudah ada yang mengkhitbah atau belum?” tanya Ustaz Harun setelah sedikit berbasa-basi.

Sang pimpinan pesantren meraih cangkir, menyesap teh yang dihidangkan oleh ibunya Amira.

Sementara ayah dan ibu Amira duduk di kursi persis di depan Ustaz Harun dan Umi Rubiah.

“Sampai hari ini, Amira belum ada yang mengkhitbah, kenapa ya Ustaz?” Tanya Pak Hasan penasaran.

“Begini Pak, Buk. Jika berkenan, kami ingin melamar Amira untuk anak kami, Hamzah.” Ujar ayah dari Hamzah tersebut.

“Jika Bapak tidak keberatan, saya ingin Amira menjadi menantu kami, karena kami juga sudah sangat mengenal Amira.”

Pak Hasan terlihat terkejut, lalu saling berpandangan dengan istrinya, Bu Salma.

Ayah dari gadis bernama Amira itu terdiam sejenak, menarik nafas, lantas berucap.

“Jika itu baik menurut Ustaz, saya juga tidak keberatan. Akan tetapi, saya akan bertanya lebih dulu dengan Amira sendiri, bagaimanapun juga, Amira yang akan mengalaminya. Jadi tolong beri saya waktu untuk bertanya dulu pada Amira.” Jawab Pak Hasan tenang.

“Baiklah Pak Hasan, memang benar, segala sesuatu ke depannya anak-anak lah yang melewatinya, kita hanya perantara saja, tetapi saya berharap, kita bisa menjadi besan, Pak.” Harap Ustaz Harun.

“Seperti yang Ustaz tau, Amira masih dalam masa kuliah, baru semester dua, saya takut akan merepotkan keluarga Ustaz nantinya.”

“Untuk soal itu, Pak Hasan tidak usah khawatir. Insya Allah Hamzah akan meneruskan tanggung jawab Pak Hasan pada Amira, saya juga membantu, termasuk biaya kuliahnya.” Jelas Pimpinan pesantren itu.

“Baiklah jika begitu Ustaz, nanti saya tanyakan dulu sama yang punya badan, jika memang berjodoh, pasti ada jalannya.”

Sementara Umi Rubiah dan Buk Salma hanya mendengarkanpembicaraan bapak-bapak itu.

“Jika perlu, Bapak hubungi saja Amira, saya akan mengizinkanAmira untuk pulang, jika sudah ada keputusan nanti Pak Hasan bisa hubungi saya.” Ucap Ustaz Harun penuh harap.

Tak terasa, orang tua Hamzah dan Amira sudah mengobrol panjang lebar, matahari pun sudah semakin naik, pertanda sebentar lagi sudah waktunya zuhur.

Ustaz Harun memang tidak terburu-buru, karena jam mengajarnya sudah digantikan oleh Hamzah.

Yang hendak disampaikan pun sudah selesai, ayah dari Hamzah dan Ibu sambungnya itu pamit seraya bersalaman.

Setelah Ustaz Harun dan istrinya pulang, Pak Hasan berdiskusi sebentar dengan istrinya, lalu menghubungi Amira untuk pulang sebentar.

Ternyata Amira besok baru bisa pulang, mengingat sore masih ada mata kuliah yang harus ia ikuti.

***

“Kata Ayah ada sesuatu yang penting, ada apa sebenarnya, Mak?” tanya Amira sambil mencium tangan mamanya begitu sampai rumah.

Ya, Amira pulang ke rumahnya pagi-pagi sekali, menggunakan ojek.

Karena sudah tercatat sebagai guru di pondok pesantren, walaupun masih status mengabdi, tetapi sudah diperbolehkan menggunakan handphone, juga pulang pergi sendiri, tanpa harus dijemput orangtua.

“Masuk dulu, istirahat dulu, tunggu Ayah pulang dulu.” Jawab Bu Salma sambil mengelus pundak anak sulungnya.

Amira sudah hafal, setiap pagi setelah subuh ayahnya pasti ke ladang, pulang ketika matahari sudah mulai naik.

Sedangkan kedua adiknya pasti sudah berangkat sekolah.

Amira masuk ke rumah, setelah menyimpan tas di kamar yang ditempatinya bersama sang adik, berlalu ke arah dapur, memang perutnya belum terisi sejak bangun tidur.

Bagi gadis berpostur langsing itu, makan masakan mama merupakan suatu yang selalu ia rindui, karena hampir setiap hari sejak menjadi santri, Amira selalu makan telat, bahkan tidak makan, khususnya pagi.

Setelah makan, Amira duduk di teras sambil bercerita dengan sang mama yang lagi menyapu halaman.

“Assalamu'alaikum, udah pulang, Nak.” Pak Hasan memberi salam sambil menyimpan cangkul yang dibawanya.

“Wa ‘alaikumsalam.” Jawab Amira dan Mamanya serentak, lalu Amira meraih dan mencium tangan ayahnya itu.

Setelah mandi dan berganti pakaian, Pak Hasan menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi kayu sederhana ruang tamu rumahnya, lalu meminta Amira ikut duduk di sampingnya.

“Kemarin Ustaz Harun datang kemari, melamar Kakak untuk Hamzah....” Jelas Pak Hasan terjeda.

Amira biasa dipanggil kakak di rumahnya, karena ia anak paling tua.

Amira terkejut mendengar penjelasan ayahnya, jantungnya mulai tak karuan, wajahnya tiba-tiba menghangat bagai orang demam.

Amira tidak menyangka, bahwa hal penting yang mau ayahnya sampaikan rupanya tentang lamaran Hamzah, orang yang tidak pernah ia cintai, apakah yang harus ia jawab?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku, Ustad Bucin   Kejadian konyol

    Dengan hati panas ia mendatangi suaminya, memergoki mereka yang sedang duduk dengan posisi yang begitu dekat membuat hati Amira kian terbakar.“Hmm, lagi seru ini kayaknya!” seru Amira sesaat setelah berada tepat di samping tempat duduk Miska. Miska yang tampak terkejut dengan kehadiran Amira lalu bergeser ke posisinya semula.“Abang, ikut sini, kita ke atas yuk!” Ajak Amira seraya mengulurkan tangannya manja.Ia sengaja tidak menampakkan kemarahan di depan Miska, walau hatinya sudah sangat dongkol, karena ia tidak mau dipandang lemah, dan Miska merasa punya celah untuk masuk ke dalam hubungannya dengan Hamzah. Tanpa menjawab dan bertanya, Hamzah bangun dari tempat duduknya, lalu mengikuti langkah istrinya, setibanya di atas lelaki itu juga terpana dengan pemandangan dari atas kapal.Sementara masih dengan ketakjubannya, Amira malah memasang wajah merengut, niat mau mengajak foto berdua pun diurungkan oleh lelaki berkemeja flanel tersebut. “Tadi semangat ngajak ke atas, sekarang, k

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bab 16

    Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh

  • Suamiku, Ustad Bucin   Jebakan

    Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu 2

    Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu

    Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur

  • Suamiku, Ustad Bucin   Cemburu

    Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status