Share

Bimbang

Amira tidak menyangka, bahwa hal penting yang akan disampaikan ayahnya ternyata tentang lamaran Hamzah, orang yang tidak pernah ia cintai, apakah yang harus ia jawab?

“Jadi, maksud Ayah suruh Kakak pulang, mau memberi tau kalau Kakak udah ada yang lamar, tapi Ayah belum kasih jawaban, apa Kakak terima?” Tanya sang ayah akhirnya.

Amira gugup, jantungnya berdetak cepat, ia tidak menyangka begitu cepat ada yang melamarnya.

Gadis berusia sembilan belas tahun itu bimbang, terima atau tidak.

Satu sisi Amira tidak yakin bisa mencintai Hamzah, satu sisi ia merasa tidak enak jika menolak lamaran Ustaz Harun, yaitu guru besarnya sekaligus pimpinan pondok pesantren tempat ia menimba ilmu selama empat tahun ini.

“Kakak bimbang ya?” tanya sang ayah seakan paham isi hati Amira.

Amira yang merasa wajahnya sudah sangat panas karena malu, hanya mengangguk saja.

“Semua terserah Kakak. Kalau menurut Ayah, ya bagusnya terima aja, tidak sembarangan orang bisa menjadi menantunya Ustaz Harun.” Pak Hasan mengemukakan pendapatnya.

“Tapi Amira gak cinta sama Ustaz Hamzah, Yah.” Lirih Amira sambil menunduk malu.

“Menikah itu ibadah terpanjang, Nak. Jika kamu menjalankannya karena Allah, cinta akan tumbuh dengan kehendak Allah nantinya.”Ujar sang ayah memberi pandangan.

“Ya sudah, gimana baik menurut Ayah aja.” Ucap Amira menyerahkan pada sang ayah.

Pak Hasan tersenyum, sambil mengelus pundak anak gadisnya yang masih menunduk.

Bukan tanpa alasan Pak Hasan mau menerima lamaran itu.

Ustaz Harus seorang ulama, tentu sudah membekali anaknya dengan ilmu, walau penerapan ilmu itu sendiri tergantung pada pribadi anaknya sendiri, setidaknya ia sudah ada dasar akidah yang kuat.

Seburuk-buruknya seseorang, jika ia punya ilmu maka tidak akan tersesat, ia akan tahu mana jalan benar dan mana jalan yang salah.

Sedangkan Amira, hatinya tak karuan, sebagai seorang gadis ada rasa senang karena dia baru saja dilamar, di satu sisi ada rasa takut, karena yang lamar bukanlah orang yang dia cintai, dia juga tidak yakin jika Hamzah mencintainya.

Tapi ada rasa tidak enak jika Amira atau keluarganya menolak, karena orang yang sangat mereka segani, yaitu Ustaz Harun datang langsung ke rumah menemui ayahnya Amira.

Saat Amira hendak masuk kamar, Tiba-tiba handphonenya bergetar, pertanda pesan WA masuk, melihat nama sahabatnya yang muncul, Amira segera membukanya.

“Amira, kamu di mana? Buruan balik. Ada berita duka,l sudah heboh satu pesantren ini.”

Pesan WA dari Maya sukses membuat Amira penasaran, ada berita duka apa di pesantren.

Maya memang selalu heboh, dia juga kadang suka berlebihan dalam menyikapi segala sesuatu.

Langsung saja Amira menekan tombol panggil, ingin menuntaskan rasa penasarannya, tetapi panggilannya tidak diangkat oleh Maya.

Setelah makan siang, Amira berpamitan sama ayah dan mamanya mau segera balik ke pesantren, selain ada kelas nanti sore, rasa penasaran tentang berita yang dikabarkan oleh Maya tadi membuatnya ingin segera tiba di pesantren.

Disisi lain.

Waktu sudah jam sepuluh pagi, Hamzah yang baru selesai sarapan, diminta untuk duduk di kursi depan abinya.

“Hamzah, duduk dulu, ada yang mau Abi bicarakan.”

Hamzah menurut, memilih duduk di kursi paling ujung, dekat dengan pintu.

“Bagaimana menurutmu dengan Amira?” tanya sang ayah, sukses membuat Hamzah langsung mendongak kaget.

“Maksud Abi?” Hamzah bertanya karena memang tidak paham ke mana tujuan pertanyaan Abinya.

“Maksudnya, apakah kamu tertarik sama Amira?” Ustaz Harun bertanya sambil memperhatikan ekspresi anak sulungnya itu.

Hamzah hanya diam, bingung mau menjawab apa, jika ditanya tertarik, ya pasti tertarik, Amira gadis yang cantik, orangnya juga tidak neko-neko.

“jika kamu tertarik, biar kita lamar segera, sebelum di khitbah oleh orang lain.” Tegas sang ayah.

“Kemarin sudah Abi temui ayahnya, dan ayahnya setuju, tinggal menunggu jawaban dari anaknya.” Tambah sang ustaz.

Maya yang kebetulan lagi di dapur, sempat mendengar kalimat terakhir Ustaz Harun, gadis berbadan gemuk itu langsung syok, karena selama ini dia menaruh rasa sama Ustaz pujaannya itu.

Dia keluar langsung memberitahu teman lainnya, bahwa Ustaz Hamzah mau melamar seorang gadis, orang tuanya sudah setuju, dengan sekejap berita itu langsung viral di asrama santri putri.

Maya teringat dengan Amira, dia segera mengirim pesan pada sahabatnya itu, ingin sahabatnya juga tau berita heboh ini.

Selesai salat zuhur, para santri dengan teratur keluar dari mesjid menuju ruang makan, setelah makan akan ada kelas lagi sampai azan asar.

Amira yang sudah makan siang di rumahnya, langsung menuju asrama, menunggu Maya ingin menanyakan langsung kabar tersebut.

“Eh, Mira, tau gak, Maya patah hati, Ustaz Hamzah mau lamaran.” Ucap Wati begitu Amira masuk kamar.

Amira, Wati juga Maya, mereka tinggal dalam satu kamar.

Deg

Amira kaget mendengar informasi dari Wati, ternyata ini toh kabar dukanya.

Amira diam saja, tidak mengomentari, tak juga memberitahu bahwa dialah yang mau dilamar oleh Hamzah.

Sore menjelang magrib, gawai milik Amira berdering, ternyata ayahnya yang menelepon.

“Kak, hari minggu ini Kakak pulang ya, Ustaz Harun bilang dua hari lagi mau datang melamar secara resmi.” Ucap Pak Hasan setelah Amira menjawab salamnya.

Amira yang lagi bersiap untuk salat magrib ke mesjid, tiba-tiba gemetar mendengar kabar itu, hatinya tak menentu, ada bahagia juga gelisah, tapi dia tidak mau bercerita dulu pada teman-temannya.

Setelah menyimpan gawainya ke dalam lemari dan menguncinya, Amira gegas ke mesjid, di pintu gerbang asrama dia berpapasan dengan Hamzah yang baru pulang. Ya, rumah Ustaz Harun berada di dalam komplek asrama putri.

Amira yang mengenakan mukena serba putih, tanpa sengaja menatap tepat ke mata Hamzah yang juga sedang menatapnya, sejenak keduanya saling berpandangan, bisa dipastikan jantung Amira sudah berdisko ria di dalam sana, pun dengan Hamzah, yang tidak lagi fokus menatap jalan hingga dia hampir tersandung rel pintu gerbang.

Amira terus melangkah menuju mesjid yang hanya berjarak sekitar lima belas meter lagi, tanpa sadar Amira tersenyum kecil.

Hamzah yang awalnya niat sampai rumah mau mandi, kini telentang di tempat tidurnya, matanya menatap langit-langit kamar, tapi hatinya terus terbayang wajah Amira ketika di gerbang tadi, sambil tersenyum-senyum sendiri, terlebih dua hari lagi ia akan meminang gadis cantik itu.

Tiba-tiba handphonenya berbunyi, hati Hamzah yang sedang berbunga-bunga, tiba-tiba harus luntur ketika ia membaca pesan dari seseorang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status