Share

Bimbang

Penulis: UmiYazid
last update Terakhir Diperbarui: 2024-02-25 19:25:23

Amira tidak menyangka, bahwa hal penting yang akan disampaikan ayahnya ternyata tentang lamaran Hamzah, orang yang tidak pernah ia cintai, apakah yang harus ia jawab?

“Jadi, maksud Ayah suruh Kakak pulang, mau memberi tau kalau Kakak udah ada yang lamar, tapi Ayah belum kasih jawaban, apa Kakak terima?” Tanya sang ayah akhirnya.

Amira gugup, jantungnya berdetak cepat, ia tidak menyangka begitu cepat ada yang melamarnya.

Gadis berusia sembilan belas tahun itu bimbang, terima atau tidak.

Satu sisi Amira tidak yakin bisa mencintai Hamzah, satu sisi ia merasa tidak enak jika menolak lamaran Ustaz Harun, yaitu guru besarnya sekaligus pimpinan pondok pesantren tempat ia menimba ilmu selama empat tahun ini.

“Kakak bimbang ya?” tanya sang ayah seakan paham isi hati Amira.

Amira yang merasa wajahnya sudah sangat panas karena malu, hanya mengangguk saja.

“Semua terserah Kakak. Kalau menurut Ayah, ya bagusnya terima aja, tidak sembarangan orang bisa menjadi menantunya Ustaz Harun.” Pak Hasan mengemukakan pendapatnya.

“Tapi Amira gak cinta sama Ustaz Hamzah, Yah.” Lirih Amira sambil menunduk malu.

“Menikah itu ibadah terpanjang, Nak. Jika kamu menjalankannya karena Allah, cinta akan tumbuh dengan kehendak Allah nantinya.”Ujar sang ayah memberi pandangan.

“Ya sudah, gimana baik menurut Ayah aja.” Ucap Amira menyerahkan pada sang ayah.

Pak Hasan tersenyum, sambil mengelus pundak anak gadisnya yang masih menunduk.

Bukan tanpa alasan Pak Hasan mau menerima lamaran itu.

Ustaz Harus seorang ulama, tentu sudah membekali anaknya dengan ilmu, walau penerapan ilmu itu sendiri tergantung pada pribadi anaknya sendiri, setidaknya ia sudah ada dasar akidah yang kuat.

Seburuk-buruknya seseorang, jika ia punya ilmu maka tidak akan tersesat, ia akan tahu mana jalan benar dan mana jalan yang salah.

Sedangkan Amira, hatinya tak karuan, sebagai seorang gadis ada rasa senang karena dia baru saja dilamar, di satu sisi ada rasa takut, karena yang lamar bukanlah orang yang dia cintai, dia juga tidak yakin jika Hamzah mencintainya.

Tapi ada rasa tidak enak jika Amira atau keluarganya menolak, karena orang yang sangat mereka segani, yaitu Ustaz Harun datang langsung ke rumah menemui ayahnya Amira.

Saat Amira hendak masuk kamar, Tiba-tiba handphonenya bergetar, pertanda pesan WA masuk, melihat nama sahabatnya yang muncul, Amira segera membukanya.

“Amira, kamu di mana? Buruan balik. Ada berita duka,l sudah heboh satu pesantren ini.”

Pesan WA dari Maya sukses membuat Amira penasaran, ada berita duka apa di pesantren.

Maya memang selalu heboh, dia juga kadang suka berlebihan dalam menyikapi segala sesuatu.

Langsung saja Amira menekan tombol panggil, ingin menuntaskan rasa penasarannya, tetapi panggilannya tidak diangkat oleh Maya.

Setelah makan siang, Amira berpamitan sama ayah dan mamanya mau segera balik ke pesantren, selain ada kelas nanti sore, rasa penasaran tentang berita yang dikabarkan oleh Maya tadi membuatnya ingin segera tiba di pesantren.

Disisi lain.

Waktu sudah jam sepuluh pagi, Hamzah yang baru selesai sarapan, diminta untuk duduk di kursi depan abinya.

“Hamzah, duduk dulu, ada yang mau Abi bicarakan.”

Hamzah menurut, memilih duduk di kursi paling ujung, dekat dengan pintu.

“Bagaimana menurutmu dengan Amira?” tanya sang ayah, sukses membuat Hamzah langsung mendongak kaget.

“Maksud Abi?” Hamzah bertanya karena memang tidak paham ke mana tujuan pertanyaan Abinya.

“Maksudnya, apakah kamu tertarik sama Amira?” Ustaz Harun bertanya sambil memperhatikan ekspresi anak sulungnya itu.

Hamzah hanya diam, bingung mau menjawab apa, jika ditanya tertarik, ya pasti tertarik, Amira gadis yang cantik, orangnya juga tidak neko-neko.

“jika kamu tertarik, biar kita lamar segera, sebelum di khitbah oleh orang lain.” Tegas sang ayah.

“Kemarin sudah Abi temui ayahnya, dan ayahnya setuju, tinggal menunggu jawaban dari anaknya.” Tambah sang ustaz.

Maya yang kebetulan lagi di dapur, sempat mendengar kalimat terakhir Ustaz Harun, gadis berbadan gemuk itu langsung syok, karena selama ini dia menaruh rasa sama Ustaz pujaannya itu.

Dia keluar langsung memberitahu teman lainnya, bahwa Ustaz Hamzah mau melamar seorang gadis, orang tuanya sudah setuju, dengan sekejap berita itu langsung viral di asrama santri putri.

Maya teringat dengan Amira, dia segera mengirim pesan pada sahabatnya itu, ingin sahabatnya juga tau berita heboh ini.

Selesai salat zuhur, para santri dengan teratur keluar dari mesjid menuju ruang makan, setelah makan akan ada kelas lagi sampai azan asar.

Amira yang sudah makan siang di rumahnya, langsung menuju asrama, menunggu Maya ingin menanyakan langsung kabar tersebut.

“Eh, Mira, tau gak, Maya patah hati, Ustaz Hamzah mau lamaran.” Ucap Wati begitu Amira masuk kamar.

Amira, Wati juga Maya, mereka tinggal dalam satu kamar.

Deg

Amira kaget mendengar informasi dari Wati, ternyata ini toh kabar dukanya.

Amira diam saja, tidak mengomentari, tak juga memberitahu bahwa dialah yang mau dilamar oleh Hamzah.

Sore menjelang magrib, gawai milik Amira berdering, ternyata ayahnya yang menelepon.

“Kak, hari minggu ini Kakak pulang ya, Ustaz Harun bilang dua hari lagi mau datang melamar secara resmi.” Ucap Pak Hasan setelah Amira menjawab salamnya.

Amira yang lagi bersiap untuk salat magrib ke mesjid, tiba-tiba gemetar mendengar kabar itu, hatinya tak menentu, ada bahagia juga gelisah, tapi dia tidak mau bercerita dulu pada teman-temannya.

Setelah menyimpan gawainya ke dalam lemari dan menguncinya, Amira gegas ke mesjid, di pintu gerbang asrama dia berpapasan dengan Hamzah yang baru pulang. Ya, rumah Ustaz Harun berada di dalam komplek asrama putri.

Amira yang mengenakan mukena serba putih, tanpa sengaja menatap tepat ke mata Hamzah yang juga sedang menatapnya, sejenak keduanya saling berpandangan, bisa dipastikan jantung Amira sudah berdisko ria di dalam sana, pun dengan Hamzah, yang tidak lagi fokus menatap jalan hingga dia hampir tersandung rel pintu gerbang.

Amira terus melangkah menuju mesjid yang hanya berjarak sekitar lima belas meter lagi, tanpa sadar Amira tersenyum kecil.

Hamzah yang awalnya niat sampai rumah mau mandi, kini telentang di tempat tidurnya, matanya menatap langit-langit kamar, tapi hatinya terus terbayang wajah Amira ketika di gerbang tadi, sambil tersenyum-senyum sendiri, terlebih dua hari lagi ia akan meminang gadis cantik itu.

Tiba-tiba handphonenya berbunyi, hati Hamzah yang sedang berbunga-bunga, tiba-tiba harus luntur ketika ia membaca pesan dari seseorang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku, Ustad Bucin   Kejadian konyol

    Dengan hati panas ia mendatangi suaminya, memergoki mereka yang sedang duduk dengan posisi yang begitu dekat membuat hati Amira kian terbakar.“Hmm, lagi seru ini kayaknya!” seru Amira sesaat setelah berada tepat di samping tempat duduk Miska. Miska yang tampak terkejut dengan kehadiran Amira lalu bergeser ke posisinya semula.“Abang, ikut sini, kita ke atas yuk!” Ajak Amira seraya mengulurkan tangannya manja.Ia sengaja tidak menampakkan kemarahan di depan Miska, walau hatinya sudah sangat dongkol, karena ia tidak mau dipandang lemah, dan Miska merasa punya celah untuk masuk ke dalam hubungannya dengan Hamzah. Tanpa menjawab dan bertanya, Hamzah bangun dari tempat duduknya, lalu mengikuti langkah istrinya, setibanya di atas lelaki itu juga terpana dengan pemandangan dari atas kapal.Sementara masih dengan ketakjubannya, Amira malah memasang wajah merengut, niat mau mengajak foto berdua pun diurungkan oleh lelaki berkemeja flanel tersebut. “Tadi semangat ngajak ke atas, sekarang, k

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bab 16

    Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh

  • Suamiku, Ustad Bucin   Jebakan

    Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu 2

    Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu

    Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur

  • Suamiku, Ustad Bucin   Cemburu

    Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status