Share

Barang haram

Author: UmiYazid
last update Last Updated: 2024-02-25 19:22:49

Ustaz Harun yang sedari tadi mendengarkan obrolan Amira dengan istrinya kini tiba-tiba berdiri dengan wajah murka lalu berkata kepada istrinya, “panggilkan Hamzah sekarang juga, anak kurang aj4r!”

Amira yang masih berdiri terkaget, lututnya tiba-tiba melemah, “ada apa ini. Ya Allah?” batin Amira.

Umi Rubiah masih bergeming, entah apa yang sedang beliau pikirkan.

“Cepat, hubungi anak itu, suruh segera kemari!” titah Ustaz Harun lagi.

Tanpa berpikir dua kali, wanita di sampingnya itu meraih tas yang terletak di atas meja di depannya, mencari nomor kontak, segera menghubungi anak tirinya itu.

“Lagi di mana, Ham. Pulang sebentar ya!” Tutur sang ibu, setelah yakin panggilannya sudah terhubung dengan anak tirinya itu.

Ya, Umi Rubiah merupakan istri kedua Ustaz Harun.

Mereka menikah sekitar sepuluh tahun lalu, setelah Umi Murni-istri pertama- sang Ustaz meninggal karena k4nker payud4r4.

Umi Rubiah merupakan sepupu Umi Murni, beliau juga alumni pondok pesantren tersebut.

Setelah beberapa bulan Umi Murni berpulang, Ustaz Harun melamar Umi Rubiah.

Umi Rubiah kala itu berusia dua puluh tahun, karena sudah sangat berjasa, merawat ibu dan juga Hamzah yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, Ustaz Harun tidak mau melepasnya lagi.

Keputusan yang dianggap paling tepat oleh Ustaz Harun, ternyata tidak dengan Hamzah.

Hamzah menentang berat ayahnya menikah dengan Umi Rubiah.

Hamzah yang berusia lima belas tahun, menganggap sang ayah tidak peduli dengan uminya yang belum lama meninggalkan mereka.

Bahkan dia menganggap Umi Rubiah memanfaatkan keadaan, karena menginginkan harta keluarga Ustaz Harun.

Bahkan di hari pernikahan ayahnya yang kedua itu, Hamzah seharian tidur di makam Umi Murni, dia meratapi nasibnya, berkeluh kesah di atas pusara sang ibu.

Hamzah yang merupakan anak tunggal itu, begitu terpukul setelah kepergian sang ibu, karena selama ini ia begitu dimanja, bukan hanya oleh Umi Murni, bahkan oleh semua orang yang berada di pesantren.

Meninggal Uminya seolah bumi tempat ia berpijak runtuh seketika, dan saat Abi nya menikah lagi, seakan langit yang jadi pelindungnya juga ikut runtuh.

Seakan nasib baik sedang tidak berpihak padanya, hatinya hancur, merasa tidak ada yang bisa memahami isi hatinya, dengan perasaan kalut, Hamzah mendatangi teman-teman jalanannya.

Hanya bersama teman yang sama-sama hatinya hancur yang bisa memahaminya.

Hingga tanpa ia sadari, Hamzah mulai masuk ke dunia gelap, dari situ dia mulai mengenal 0bat-obatan terlarang.

Tak ada yang menyadari, jika remaja itu mulai terbiasa dengan barang haram itu, hanya dengan itu ia merasa tenang, merasa beban pikirannya hilang.

“Assalamu’alaikum ....” Ucap Hamzah seraya melangkah kehadapan sang ayah, ujung matanya melirik Amira yang sedang menunduk.

“Wa'alaikumsalam, duduk!”

Hamzah menjatuhkan bobotnya di kursi tepat di depan ayahnya.

“Dari mana?” tanya sang ayah basa-basi.

“Dari Mesjid.” Jawab Hamzah singkat.

Semenjak peristiwa sepuluh tahun lalu, Hamzah menjadiirit bicara, terutama dengan ayahnya.

“Tadi malam, kamu pakek chopper untuk apa?” tanya sangayah langsung pada intinya.

Pria dua puluh lima tahun itu gelagapan, matanya menoleh pada Amira sekilas, lalu melempar pandang ke arah dinding, dia enggan untuk menjawab.

“Untuk apa?” Suara sang ayah mulai meninggi.

Dengan wajah berat, akhirnya harus menjawab

“menghaluskan obat.” Jawabnya pelan.

Gebrak

Suara pukulan meja menggema seluruh ruangan. Semua yang ada di ruangan itu terkejut. Umi Rubiah beristigfar seraya mengelus dada, lalu memberi isyarat agar Amira keluar.

Dengan langkah ragu gadis berjilbab hitam itu mundur, berbalik badan meninggalkan ruangan itu, dia kembali ke asrama dengan hati yang tidak menentu.

“Kapan kamu mau berubah, heh?”

Tatapan Ustaz Harun setajam belati, yang siap menikam.

Pimpinan pesantren itu sebenarnya sudah begitu jengah dengan kelakuan anaknya itu.

“Kamu sudah dewasa, bahkan sudah pantas berumah tangga, tapi kelakuan kamu yang tidak berubah ini, siapa yang mau dengan pemakai kayak kamu ini!”

“Jika kamu tidak bisa merubah diri kamu sendiri, maka bulan depan akan saya daftarkan ke BNN.” Tegas sang ayah.

Hamzah yang mendengar itu, langsung mengangkat pandangan menatap ayahnya.

“Ketahuan sama Amira saja udah malu setengah mati, gimana kalau didaftarkan ke BNN?” Monolog Hamzah.

Sebenarnya dari hati yang paling dalam, memang ada niat untuk berhenti, tapi kenyataan hidup yang harus dia jalani, terkadang membuat kepalanya pusing, gundah yang ia rasakan hanya hilang di saat bersama barang laknat itu.

Apalagi jika sedang berhadapan dengan gadis yang selama ini berhasil mencuri hatinya, niat untuk jadi orang benar semakin kuat, tapi sesekali masih juga tergelincir.

Setelah memarahi sekaligus menasehati anak sulungnya, Ustaz Harun kembali bertanya.

“Adakah gadis yang kamu sukai selama ini?”

Bukan tanpa alasan beliau bertanya seperti itu, pasalnya sudah beberapa kali mendengar dari orang-orang, Hamzah ke rumah gadis tersebut.

Hamzah gamang, mau menjawab malu, jika tidak menjawab menjadi ganjalan di hati.

“Besok Abi mau ketemu orang tuanya.” Ucap sang ayah berhasil membuat Hamzah terperangah.

Orang tua siapa?

Bertemu untuk apa?

“Kamu gantikan Abi, mengajar di kelas enam putra besok.” Pinta sang ayah sebelum meninggalkan ruang tamu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku, Ustad Bucin   Kejadian konyol

    Dengan hati panas ia mendatangi suaminya, memergoki mereka yang sedang duduk dengan posisi yang begitu dekat membuat hati Amira kian terbakar.“Hmm, lagi seru ini kayaknya!” seru Amira sesaat setelah berada tepat di samping tempat duduk Miska. Miska yang tampak terkejut dengan kehadiran Amira lalu bergeser ke posisinya semula.“Abang, ikut sini, kita ke atas yuk!” Ajak Amira seraya mengulurkan tangannya manja.Ia sengaja tidak menampakkan kemarahan di depan Miska, walau hatinya sudah sangat dongkol, karena ia tidak mau dipandang lemah, dan Miska merasa punya celah untuk masuk ke dalam hubungannya dengan Hamzah. Tanpa menjawab dan bertanya, Hamzah bangun dari tempat duduknya, lalu mengikuti langkah istrinya, setibanya di atas lelaki itu juga terpana dengan pemandangan dari atas kapal.Sementara masih dengan ketakjubannya, Amira malah memasang wajah merengut, niat mau mengajak foto berdua pun diurungkan oleh lelaki berkemeja flanel tersebut. “Tadi semangat ngajak ke atas, sekarang, k

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bab 16

    Saat Hamzah berbalik badan hendak kembali ke kamar, ia di kagetkan oleh sosok Miska yang berdiri tepat di depannya.“Astagfirullah, Miska. Bikin kaget tau!” geram Hamzah seraya memijat dahinya.“Maaf. Sekalian juga mau minta maaf soal tadi malam, terima kasih ya,” ucap wanita berkemeja pastel dengan celana jeans itu.“Iya.” Jawab Hamzah malas.Suami dari Amira itu tak tertarik untuk mengobrol lebih banyak, ia hendak segera masuk, tiba-tiba lengannya dicekal oleh gadis itu.“Bang... Boleh aku ikut pulang sama kalian?” Miska berkata masih dengan memegang lengan Hamzah, sesaat kemudian Hamzah segera menarik dan agak menjauh dari gadis ia tahu masih menaruh hati padanya.“Mm... Gini, saya tanya sama istri saya dulu ya!”Hamzah segera berlalu dari hadapan Miska yang masih menatap punggungnya.Sementara dari lantai tiga, Amira yang hendak merapikan gorden, matanya menangkap sosok suaminya sedang berbincang dengan seseorang di tempat parkir, yang berada di halaman hotel, setelah ia coba perh

  • Suamiku, Ustad Bucin   Jebakan

    Tok tok tokSuara ketukan pintu dari luar terdengar nyaring, Hamzah begitu kaget, ia langsung teringat istrinya yang tadi ia suruh menyusul.Lelaki yang tengah dilanda nafsu itu lantas mendorong kuat tubuh Miska yang sedang dalam pelukannya. Ia meraih gagang pintu lalu keluar begitu saja.Amira yang berdiri tepat di depan pintu itu sempat melihat penampakan Miska yang hampir acak-acakan itu dan menunggu penjelasan dari suaminya.Sementara Miska terus memanggil-manggil nama Hamzah.“Ada apa, Bang?”Hamzah gelagapan, ia seketika bingung mau menjawab apa, hasrat kelelakiannya yang sudah dipuncak membuat pikirannya kacau.Hamzah tak menjawab pertanyaan istrinya, ia memilih menarik pergelangan wanita yang sangat ia damba sekarang ini.Tanpa banyak bertanya lagi, Amira mengikuti suaminya yang menarik tangannya dengan terburu-buru.Pergerakan lift menuju lantai tiga terasa begitu lambat bagi Hamzah yang tengah mati-matian menahan gejolak bir*hi, tangan Amira terus ia genggam kuat.“Sebenarny

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu 2

    Amira dan Hamzah menoleh bersamaan ke arah suara, keduanya kaget begitu melihat siapa yang sudah berdiri di depan mereka.Gadis bergaun biru yang membentuk lekuk tubuh dan hijab pendek itu menatap Amira dan Hamzah bergantian.“Kebetulan aku belum makan juga, boleh ikut makan sama kalian?” pinta Miska dengan wajah polosnya, lalu langsung menarik kursi di sebelah Amira dan mendudukinya walau belum ada yang mempersilakan.“Iya, silakan.” Jawab Amira begitu melihat Miska sudah duduk di kursi sebelah kirinya, sedangkan Hamzah duduk berhadapan dengan kedua wanita tersebut.“Kak, saya samain aja sama Amira ya, makanan dan minumnya.”“Baik, Kak. Mohon tunggu sebentar ya, nanti makanannya kami antar.” Waitress itu undur diri seraya membawa kembali daftar menunya.“Kamu kenapa bisa ada di sini, Mis?” tanya Hamzah setelah waitress itu beranjak dari hadapan mereka.“Oh, aku bosan banget, aku ingin liburan, tapi karena belum ada suami, pacar juga gak punya, jadinya aku pergi sendiri. Kebetulan ban

  • Suamiku, Ustad Bucin   Bulan madu

    Hamzah yang sedang duduk di kursi kamarnya hanya melirik sekilas, tidak berusaha menahan istrinya walau hatinya masih ingin bersama, menikmati hangatnya pengantin baru, bahkan ia baru saja ingin mendiskusikan tentang bulan madu di akhir pekan ini.Di asrama, Wati yang melihat Amira masuk dengan berjalan sedikit pincang mengerutkan keningnya.“Amira, kakinya kenapa?” tanya sahabat yang selalu peduli pada Amira tersebut.“Ada orang stres tadi bawa motor sembarangan, udah nyerempet, gak bertanggung jawab pula.” Jawab Amira seraya terus merengut.“Makanya tadi siang dengar-dengar ada adegan gendong-gendongan, ya?” celutuk Wati dengan diiringi senyuman menggoda.“Ih, apaan sih. Bang Hamzah tu, bikin malu aja!” gerutu Amira.“Lah, kan udah halal, ngapain mesti malu, lagian kan kakimu lagi sakit juga.” Ucap Wati membuat Amira semakin jengkel, karena terkesan membela Hamzah.“udah, ah. Aku mau tidur sini!”“Lo, kok, tidur sini, suamimu gimana?”“Biarin aja, jangan berisik, pokoknya aku tidur

  • Suamiku, Ustad Bucin   Cemburu

    Pov Author.Hamzah segera melangkah ke arah bangkar tempat istrinya sedang berbaring, saat dia melihat keadaan Amira ia terheran karena tidak menemukan ada sedikit pun perban atau anggota badan yang berdarah.“Kamu kenapa, Dek, apanya yang sakit?”Kedua teman Amira bergeser memberi ruang kepada Hamzah, tiba-tiba seorang pria muda dengan gaya anak kuliahan datang menghampiri mereka, pria itu adalah Rido yang masuk dengan membawa empat botol minuman kalengan serta camilan. Beruntung ruang instalasi gawat darurat sedang tidak terlalu ramai.Hamzah yang bertemu kembali dengan lelaki yang kemarin tampak akrab dengan istrinya, seketika darahnya memanas.Rido juga tak kalah canggung, dia belum mengetahui bahwa pria yang sedang di depannya itu adalah suami dari gadis yang dia sukai, siapa yang menyangka Amira menikah muda, saat kuliahnya baru semester dua.“Gak apa-apa kok, hanya kaki yang terkilir, jadi gak bisa dibawa jalan, kata Dokternya harus dikusuk.” Amira menjawab pertanyaan suaminya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status