Share

6. Amanah Ning Ayra

Penulis: El Alfun27
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-30 09:47:15

Saat Ashraf tetap menahan tubuh Balqis, tiba-tiba pintu kamar Ashraf terbuka.

"Waduh, Maaf ya. Umi kira kenapa, tadi ada yang teriak soalnya. Umi ganggu ya," ucap Risma penuh senyum saat melihat kedua insan itu.

Balqis dan Ashraf sama terkejutnya, lalu dengan terburu-buru Balqis bangkit dari Ashraf. Ashraf pun langsung berdiri juga.

"Tidak seperti yang Umi pikiran kok. Tadi ada tikus, jadi Balqis gak sengaja lompat ke Ustadz Ashraf," kilah Balqis.

"Loh, emangnya kenapa kalau kalian seperti itu. Kalian kan sudah menikah, hal itu wajar kok. Dan kenapa Balqis masih  manggil ustadz ke Ashraf?" tanya penuh selidik Risma.

Saking groginya, Balqis lupa panggilannya untuk Ashraf. 

"Udah, Umi. Balqis masih belum terbiasa. Udah ya umi keluar dulu, kami mau siap-siap," ucap Ashraf memegang pindah Risma ke pintu kamarnya.

"Iya deh iya, yang gak mau dilihat siapapun ini," kekeh Risma lalu meninggalkan mereka berdua di kamar.

"Ucapan saya tadi lupain. Itu gak benar," lirih Ashraf mendekati Balqis tanpa melihatnya.

"Ya, Ustadz," jawab Balqis tak ingin memperpanjang masalah ketidaksengajaan tadi. Meskipun dalam hati sebenarnya dia tadi sedikit bahagia.

Tapi bahagia itu sudah lenyap dengan penuturan Ashraf yang tak konsisten.

***

Sekarang mereka berdua ada di taman yang tak terlalu ramai. Taman itu dipenuhi dengan buka yang bermekaran dan udaranya begitu sejuk.

Balqis begitu menikmati suasana ini, meskipun disampingnya terdapat seorang laki-laki yang begitu dingin.

"Indah sekali ciptaan Allah. MasyaAllah, aku ingin setiap hari melihat pemandangan ini," ucap Balqis penuh takjub sembari melihat beberapa bunga yang indah nan cantik itu.

Ashraf hanya terdiam, tak ada sahutan apapaun. Dirinya sibuk mengetik di ponsal genggamnya itu.

Meskipun begitu, Balqis tetap mengelilingi taman itu dengan ceria. Dia harap dengan ini, pikirannya kembali tenang.

Tiba-tiba ada seorang perempuan yang menghampiri mereka berdua.

"Ustadz Ashraf, saya membawa beberapa amanah dari Ning Ayra," ucap perempuan memakai gamis hitam itu.

"Ayra kemana?" tanya Ashraf melihat sekitar taman.

Balqis yang masih sibuk memperhatikan bunga, lalu menghampiri perempuan itu juga. 

"Ning Ayra sedang banyak kegiatan, sangat sibuk. Beliau tidak bisa bertemu dengan Ustadz Ashraf," jawab perempuan itu.

Balqis terkejut mendengar nama Ayra. Tapi sebisa mungkin dia menyembunyikan raut terkejutnya itu, karena hanya percuma saja dia seperti itu.

"Apa amanahnya?" tanya Ashraf langsung.

"Perkenalkan nama saya Aulia, saya tangan kanan Ning Ayra. Ada beberapa amanah untuk Ustadz Ashraf dan juga Balqis. Pertama, Ustadz Ashraf dan Balqis tidak boleh tidur sekamar. Tidak boleh saling menyentuh. Kedua, Ustadz Ashraf harus tetap mengajar di pesantren dan Balqis juga harus kembali ke pesantren. Ketiga, Ustadz Ashraf dan Balqis melaksanakan perjanjian pernikahan tidak boleh lebih dua bulan. Paham?" Ucap Aulia menerangkan.

Suasana yang tadinya ceria, kini berubah menjadi mendung. Bahkan langit saja ikut bergemuruh, seperti akan turun hujan.

Hati Balqis semakin teriris, saat beberapa amanah itu harus dilakukannya. Balqis begitu benci peraturan, dia tidak suka diatur.

"Paham," ucap Ashraf singkat.

"Aku gak mau. Aku bukan tipe orang yang mau diatur," ucap Balqis angkuh.

"Ini perintah, bukan aturan. Jadi turuti saja jika mau hidupmu baik-baik saja, Balqis tukang buat onar!" gertak Auli menatap tajam ke Balqis.

"Aku dan Ustadz Ashraf sudah buat perjanjian sendiri. Dan bagiku itu sudah cukup, jadi gak perlu ada aturan lain seperti itu lagi," ucap Balqis tetap pada pendiriannya.

Aulia yang merasa ditantang, lalu ingin menampar Balqis. "Kamu?" ucapnya keras, tangan kanannya sudah mengayun di udara.

Namun sebelum tangan itu mendarat di pipi Balqis, Ashraf dengan sigap menahan tangan Aulia. "Saya tidak mau ada kekerasan. Amanah itu akan tetap dilakukan, silakan kamu pergi," ucap Ashraf lalu melepas tangan Aulia.

"Baik, Ustadz," ucap Aulia lalu menatap Balqis dengan rasa tak suka.

"Aku tidak akan pernah mau menuruti permintaan Ning Ayra. Lihat saja ustadz Ashraf, dia saja membelaku," gertak Balqis menjulurkan lidah ke Aulia.

"Dasar kang caper!" ucap ketus Aulia lalu meninggalkan Balqis dan Ashraf.

"Sudah cukup, kamu harus melakukan amanah itu," kata Ustadz Ashraf lalu duduk kembali di kursi taman itu.

"Saya tidak mau, Ustadz. Ning Ayra bukan siapa-siapa saya. Perjanjian dengan ustadz Ashraf saja sudah cukup. Saya paling benci sama aturan," ucap Balqis membelakangi ustadz Ashraf.

"Ini bukan soal benci sama aturan. Tapi ini tentang Ayra, saya harus menjaga hati Ayra dan kepercayaan dia," jelas Ayra menatap Balqis serius.

Rintik hujan mulai turun, membasahi tumbuhan dan bunga yang bermekaran. Langit semakin gelap, dan air hujan mulai membasahi bumi.

"Lalu ustadz tidak ingin menjaga hati saya. Ustadz dan Ning Ayra terlalu egois. Saya juga korban tuduhan. Ini bukan kemauan saya untuk di posisi ini. Jaga perasaan saya juga, bukan cuma Ayra. Kalian hanya haus akan jati diri dan harga diri. Sementara orang disekitar kalian juga membutuhkan hal itu," ucap Balqis. Air matanya luruh bersama gemercik hujan.

"Sudah Balqis, ini bukan saatnya membahas sampai kesitu. Ayo kita pulang, hujan semakin besar," ajak Ashraf.

"Tolong tinggalkan saya sendiri, Ustadz," pinta Balqis sambil tetap meresapi setiap rintik gerimis yang semakin membesar.

Ashraf tetap berdiam diri. Sementara rintik itu berubah menjadi hujan yang deras. Semakin deras dan membuat tubuh mereka basah seluruhnya.

Balqis tetap di tempat, lalu Ashraf hendak berdiri meninggalkan Balqis seorang diri. Balqis tetap menikmati hujan meskipun suara petir saling menyahut.

"Maha suci Allah. Yang sudah menciptakan hujan. Jadi aku tidak sendirian bersedih, karena langit juga ikut meneteskan air mata," puji Balqis di tengah gemuruhnya hujan yang semakin deras.

Lalu Ashraf kembali lagi dengan membawa payung, dan mendekati Balqis. "Ayo Balqis, saya tidak mau dimarahi Umi. Kita harus segera pulang," ajak Ashraf.

Tak ada jawaban dari Balqis, dia tetap memejamkan matanya. Tapi tiba-tiba, tubuh dia terjatuh.

Bruk!

"Balqis!" ucap Ashraf panik.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Andi Rachmah Chairiah
katanya ustadz... bukannya ustadz itu paham ilmu agama yah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suamiku Ustadz Dingin   122. Tamat : Kisah mereka telah usai.

    Setelah empat tahun semenjak kelahiran ketiga anak kembar Balqis dan Ashraf. Akhirnya Ashraf mampu membuat pesantren sendiri. Bermodalkan dari usahanya yang sukses semakin berkembang besar dan jerih payahnya atas dakwahnya yang berhasil membuat banyak orang mengenalnya. Dari sanalah, Ashraf membangun relasi yang banyak dan kuat. Pesantren Al Muhajirin yang bertepatan di kota Semarang. Pesantren yang masih memiliki beberapa ratus santri. Karena memang baru berdiri sekitar dua tahunan. Merupakan pencapaian terbesar untuk Ashraf dan Balqis.“Kyai Ashraf, tamunya sudah datang. Beliau sedang menunggu di Masjid,” ucap seorang pengurus putra menemui Ashraf di ruang khusus tempat Ashraf beribadah.“Setelah ini saya kesana,” kata Ashraf menyudahi dzikirnya. Lalu segera menuju ke rumah yang berada di ujung pertengahan antara asrama putra dan asrama putri.“Humairah,” panggil Ashraf memasuki kamarnya. Pandangan pertama yang dilihat ialah ketiga putranya yang sedang belajar menulis bahasa arab d

  • Suamiku Ustadz Dingin   121. Sebuah Kebahagiaan dan bertemu kembali

    Satu tahun kemudian, Gibran lulus madrasah Aliyah dan dia berhasil mendaftar kuliah di universitas luar negeri. Yaitu Universitas Cairo, Mesir. Dengan mengambil jurusan Tafsir Hadits. Perasaan terharu oleh kelas sebelas PK A. Saat ini mereka sedang merayakan kelulusannya di asrama putra. Setelah acara resmi kelulusan mereka oleh pesantren Al Fatah.“Bye bro, setelah ini kamu akan merindukan aku,” kata Andre dengan menyalami satu per satu temannya. Semuanya pun tertawa ngakak karena ekspresi Andre yang hampir mau menangis.“Sampai bertemu di waktu lain, bro,” ucap Gibran pada Andre sambil menepuk bahu Andre berkali-kali.“Siap bro, kamu semoga sukses ya,” kata Andre pada Gibran. Mereka semua melakukan pelukan persahabatan. Acara sederhana di kantin asrama putra itu. Mereka makan bersama sambil merencanakan rencana yang akan mereka lakukan setelah lulus. Lalu Ashraf datang bersama dengan Fakih. Sudah agak lama Ashraf tak berkunjung ke Al Fatah. Paling hanya kalau mau ketemu Gibran atau

  • Suamiku Ustadz Dingin   120. Maaf menganggumu

    Ashraf membawa Balqis di suatu tempat tak jauh dari gang komplek rumahnya. Mereka berdua pergi dengan menggunakan motor. Terlihat begitu mesra saat Balqis memeluk Ashraf dari belakang. Ashraf pun terlihat memperlakukan Balqis dengan sebaik mungkin. Memasangkan helm dan juga membantu Balqis naik dan turun dari motor.Setelah sampai di gedung yang tak seberapa besar itu. Mereka pun sama-sama turun. Memasuki gedung itu sambil bergandengan tangan. Tak ada yang berniat untuk melepas gandengan tangan keduanya. Disana mereka sudah disambut dengan beberapa orang. Ada Fakih dan Bagas dan beberapa ibu-ibu yang memakai baju yang seragam warnanya. Mereka semua tersenyum menyambut kedatangan Ashraf dan Balqis.Lalu mereka berkumpul di satu ruangan yang sama. Ada beberapa bapak-bapak yang juga cukup berumur.“Hari ini adalah pembukaan untuk bisnis kuliner kering, ini Ashraf selamu owner. Semoga bisnis kita lancar,” ucap Fakih membuka pembicaraan. Semuanya tampak memperhatikan dengan baik setiap pes

  • Suamiku Ustadz Dingin   119. Mereka benar-benar ikhlas dan mencoba memberi rasa pada orang baru

    Ayra memutuskan untuk mempunyai hobi baru dan memilih untuk hidup lebih mandiri lagi. Semenjak hari itu Ayra benar-benar memikirkan nasibnya lagi. Mencoba untuk melupakan semua kenangannya dengan Ashraf. Bahkan semua hal tentang Ashraf, Ayra sudah buang jauh-jauh. Seperti hari ini Atra memilih untuk ke pentas seni lukisan di sekitar Jakarta Timur. Sebab Ayra memang punya hobby yang pernah dia tekuni yaitu suka melukis.Tampilan beberapa seni lukis yang di pajang di lorong-lorong menuju ruangan bazar seni lukis itu. Ada banyak tampilan lukisan dari berbagai penulis besar. Banyak orang yang hadir termasuk para penikmat lukis dan juga beberapa orang yang ingin belajar khusus di seni lukis.“Ning Ayra,” sapa seorang laki-laki dengan pakaian khas santri. Para santri Al Fatah memang se konsisten itu tentang pakaian ke santriannya. Baik itu masih menjadi santri maupun sudah menjadi alumni santri.Ayra menoleh dan melihat laki-laki itu dengan cermat. Namun Ayra sedikit lupa laki-laki itu siap

  • Suamiku Ustadz Dingin   118. Anak itu pembawa rezeki, Mas.

    Balqis menepuk-nepuk punggung putranya dengan bergantian. Sebab salah satu menangis maka keduanya juga ikut menangis. Karena mereka sedang tertidur jadi bangun karena salah satunya ramai karena menangis.“Cup cup cup, ayo anak ibu, diemnya jagoan. Ibu lagi sendirian soalnya, ayah lagi ada urusan. Ayo mana anak Sholeh kok cengeng sih, ayo diam, kalian kenapa sih nak? Mas Ashraf, angkat dong,” ucap Balqis seorang diri sambil menenangkan ketiga buah hatinya. Dan juga sambil berusaha menghubungi Ashraf. Karena panggilannya tak diangkat sudah beberapa kali.Lalu Ashraf tiba-tiba masuk ke kamar dengan terburu-buru dan langsung menggendong satu per satu putranya. “ Maaf Humairah, tadi hpnya ke silent, jadi ga kedengaran waktu kamu nelfon. Maaf ya anak-anak ayah, ayah telat datengnya. Sekarang tenang ya, kasian ibu kamu pasti capek,” kata Ashraf sambil menggendong anaknya. Satu per satu dan sampai mereka semuanya tenang. Baru Ashraf taruh kembali ke ranjang tempat tidurnya.“Gak apa-apa kok M

  • Suamiku Ustadz Dingin   117. Bisnis yang sekiranya menguntungkan

    Balqis memberikan asi pada ketiga putranya. Dengan sangat pelan dan bergantian, putranya pun terlihat sangat menikmati. “Mas, liat anak-anak kita, dia semakin gembul ya,” ujar Balqis menunjukan salah satu putranya pada Ashraf yang sedang berkutat dengan laptopnya.“Iya Humairah, mirip kamu ya kalau gembul gini,” kata Ashraf sambil menoel-noel pipi putra-putranya. Anak pertama dipanggil Adam anak kedua dipanggil Idris dan anak ketiga dipanggil Ibrohim. Semua itu nama-nama yang diberikan oleh Ashraf. Karena memang dari jauh-jauh hari mereka mempersiapkannya. Ashraf sangat senang dengan pemberian nama itu kepada ketiga putranya. Sebab dia tak menyangka kalau akan dikarunia langsung tiga putra yang sangat menggemaskan. Sementara Balqis memang menyerahkan nama-nama untuk anaknya kepada sang suami.“Humairah, saya izin mau bertemu dengan teman saya. Mau bahas seputar bisnis, boleh?” tanya Ashraf meminta izin untuk pergi keluar.Balqis meletakkan bayinya di ranjangnya. “Iya Mas, hati-hati y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status