Share

Keberanian Shera

Author: Suzy Ru
last update Last Updated: 2025-07-30 05:23:51

Secara perlahan, Bara mulai merebahkan tubuh Shera tepat di ranjang yang tersedia dalam kamar.

Dengan cepat, ia melepaskan sepatu high heels yang berwarna putih yang melekat di kaki istrinya itu.

Jemari tangannya dengan cepat menempelkan tepat ke arah dahi untuk memastikan kondisi Shera.

"Tidak panas," batin Bara mengernyitkan dahi.

"Ini mas, minyak anginnya!" ucap mbok Darmi yang buru-buru memberikan minyak itu pada Bara.

"Makasih, Mbok!" jawab Bara tersenyum tipis. Dan dengan cepat mengoleskan minyak tersebut pada pelipis dan bagian hidung mancung Shera.

"Mungkin nona shera syok mas dengan pernikahan ini!" Pernyataan mbok Darmi seketika membuat Bara menoleh dan tersenyum.

"Sudah pasti dia sangat syok, Mbok. Apalagi dia menikah dengan orang yang tidak di cintainya. Jadi, wajar saja kalo dia pingsan seperti ini!" tutur Bara menjelaskan.

"Iya, Mas. Tapi, sebelum pernikahan kalian di mulai, nona Shera berpikir kalo dia akan menikah dengan Tuan David, lho, Mas!" tutur Mbok Darmi dengan wajah polosnya.

"Menikah dengan papa?" tanya Bara memastikan. Seakan tak percaya dengan penuturan yang keluar dari mbok Darmi.

"Iya, Mas!" jawab mbok Darmi penuh dengan keyakinan saat menceritakan apa yang terjadi pada Shera.

"Saya buatkan minuman hangat dulu, Mas. Buat nona Shera!" kata mbok Darmi melangkah pergi meninggalkan kamar milik majikannya tersebut.

Sejenak, Bara memperhatikan Shera yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Wanita yang dulu di bully olehnya kini telah menjadi istri sahnya.

"Aku tak menyangka kita akan bertemu seperti ini, Shera!" kata batin Bara mengusap rambut milik istrinya itu.

Ceklek

Bara menoleh. Senyumnya mengembang ketika ibunda tercinta datang menghampiri.

"Sayang, apa yang terjadi? Bagaimana bisa tiba-tiba dia pingsan?" tanya mama dewi selaku mama kandung Bara.

"Bara juga kurang tau, Ma! Nanti biar Agata yang menjelaskan itu semua!" jawab Bara yang tak mau pusing dengan pertanyaan mamanya.

"Apa mungkin dia sedang mengandung cucuku?" Pertanyaan konyol itu seketika membuat Bara tercekat seketika.

"Apa setiap orang yang pingsan itu tandanya hamil?" tanya Bara hati-hati.

"Ya kadang iya dan kadang juga nggak!" jawab mama Dewi tersenyum."Mama hanya bercanda, Sayang. Mana mungkin dia hamil. Tidur bersama kamu juga belum!"

"Apaan sih, Ma!"

"Itu kode dari mama lho, Sayang! Jadi, jangan sampai menundanya. Ok!"

Bara hanya tersenyum tipis mendengar permintaan ibunya itu. Sesaat, ia memperhatikan Shera yang masih tak sadarkan diri.

Tok tok

Bara dan mama dewi pun menoleh secara bersamaan. Melihat Agatha yang datang menghampiri.

Agata carolina adalah sepupu Bara yang telah menjadi seorang dokter. Dokter umum di salah satu rumah sakit sekaligus menjadi dokter keluarga besar Abisatya.

"Agatha, coba kamu priksa keadaan menantuku ini?" ucap mama dewi yang begitu khawatir.

"Ya, Tante!" jawab Agatha yang mulai mengecek kesehatan Shera.

Drt ... Drt ...

Bara beranjak dari tempatnya saat seseorang yang menghubungi.

"Ya!" jawab Bara menjauh.

Mama Dewi mengernyit heran. Kedua bola matanya memicing ke arah sang putra yang berbicara pelan tanpa terdengar olehnya.

"Siapa yang menelepon Bara? Sampai-sampai, Bara menjauh dariku?" tanya batin Mama Dewi penasaran."Apa mungkin wanita itu masih menghubungi Bara?"

Mama Dewi tercekat. Kedua tangan yang menopang di dada terlepas begitu saja ketika teringat dengan wanita yang sudah memanfaatkan putranya tersebut.

"Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Aku harus menghentikannya!" ucap batin mama Dewi bersiap melangkah.

"Kondisinya baik-baik saja, Tante! Tak ada yang perlu di khawatirkan!" ucap Agatha menghentikan niat mama Dewi.

"Syukurlah!" jawab mama dewi mengusap wajahnya dengan kedua tangan.

"Sungguh, Agatha tak menyangka jika kak Bara mau menikah. Di balik sifatnya yang pendiam, ternyata dia juga bisa mendapatkan seorang wanita secantik ini," ungkap Agatha lirih.

"Pamanmu yang mencarikannya. Tante juga tak menyangka jika dia mau menerima," bisik mama Dewi mengejutkan agatha.

"O ya?" Agatha seakan tak percaya.

"Ssssttttt! Bara ke sini!" bisik mama Dewi.

"Bagaimana Agatha? Apa dia baik-baik saja?" tanya Bara tiba-tiba.

"Kondisinya baik-baik saja, Kak. Dan tak ada yang perlu di khawatirkan!" ucap Agatha menjelaskan.

"Mungkin istri kamu kecapekan, Sayang. Kamu tau sendiri kan, kemarin banyak menyita waktunya untuk mempersiapkan pernikahan ini," tutur mama Dewi yang begitu bangga dengan pernikahan putranya itu.

Bara hanya tersenyum tipis. Sungguh, ia tak habis pikir jika sang ibu menyukai shera.

Satu jam kemudian

Shera membuka kedua bola matanya secara perlahan. Mengamati seisi ruangan yang sangat berbeda dari tempat yang ia tempati semalam.

"Aku di mana?" tanya batin Shera mengerling saat melihat foto Bara yang terpajang besar di depannya.

"Apa kamar ini kamarnya ...," kata Shera terhenti ketika melihat lelaki keluar dari kamar mandi yang tersedia dalam kamar tersebut. Mengenakan handuk putih yang menutupi setengah badan membuat tubuh atletis lelaki tersebut terpancar kian sempurna.

Glek

Shera tercekat. Bola matanya mengerling saat menyadari lelaki tersebut adalah Bara, lelaki yang saat ini sudah menjadi suaminya.

Rambutnya yang basah dadanya yang bidang membuat dirinya tertunduk tak mau menatap.

"Ya Tuhan, ternyata saat ini aku berada di kamarnya?" gumam batin Shera menggigit bibir bawahnya."Seharusnya, sewaktu aku sadar tadi, aku tidak memejamkan mata kembali. Sampai-sampai, aku tertidur pulas di kamarnya. Huft! Lalu, bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Rasanya lidahku tak bisa bergerak untuk berbicara," kata batin Shera mendengar hentakan kaki bara mulai mendekat ke arahnya."Tidak-tidak! Aku harus bisa berbicara di depannya. Harus! Tunjukkan Shera! Tunjukkan kalo kamu bukan Shera yang lemah," gumam Shera mencoba mendongakkan kepalanya secara perlahan.

Deg

Jantungnya kian berdetak lebih kencang. Tenggorokan tercekat mengiringi tatapan tajam yang mengarah padanya.

"Kamu sudah sadar?" Suara khas Bara terdengar begitu jelas di telinganya.

"Ya Tuhan! Kenapa mulutku terasa begitu berat untuk berucap?" gumam batin Shera mengerjapkan kedua bulu matanya.

"Are you Ok?" tanya Bara memastikan.

"Tak usah merasa kasihan padaku, Bara Abisatya!" ucap Shera dengan tegas. Rasa kesal dan emosi yang terpendam beberapa tahun silam seakan -akan mulai meledak dengan sendirinya."Sudah pasti kamu senang kan melihatku seperti ini?"

"Shera ...," kata Bara terhenti.

"Aku bingung? Sebenarnya apa tujuanmu mau menikah denganku? Apa kamu masih belum puas menindasku waktu dulu?" cecar Shera memicing.

"Kamu masih memendam rasa itu?"

"Hah, kamu pikir aku bisa melupakan perlakuanmu itu? Kalo aku gila, baru aku bisa melupakan semua itu, Bara Abisatya. Dan untungnya, sampai saat ini aku masih waras," tegas Shera beranjak dari tempatnya dan pergi meninggalkan Bara yang terdiam membisu.

Bara menegak salivanya dengan paksa. Sungguh, ia tak menyangka Shera membenci dirinya begitu dalam.

Shera menghela nafas panjang. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah lelaki yang dulu selalu berbicara keras dan kasar padanya kini terdiam tak mampu berucap sepatah katapun.

"Hebat Shera! Kamu benar-benar hebat bisa berbicara panjang lebar di depannya!" ucapnya tersenyum lebar dengan keberaniannya itu.

Dan

Tek

Lamunan Shera buyar saat jentikan tangan Bara mengarah tepat di depan wajahnya.

Bara tersenyum tipis melihat Shera tersenyum seorang diri sembari menatapnya.

"Mandilah! Kamu pasti lelah dengan semua ini!" ucap Bara berlalu.

Shera terdiam membisu. Sungguh, ia tak menyangka hanya berani melawan Bara lewat angan belaka.

"Ya Tuhan, ternyata aku selemah ini di depannya!" keluh Shera mengerucutkan bibir mungilnya itu.

"Tapi, kenapa dia berbicara lembut padaku? Apa mendadak dia hilang ingatan?" tatap Shera ke arah Bara yang sibuk memilih baju.

Bara berbalik. Dahinya mengernyit ketika melihat Shera yang masih saja melihatnya.

"Apa perlu aku memandikanmu?" Pertanyaan Bara seketika membuat Shera berpaling.

"Tidak! A-ku aku bisa sendiri!" kata Shera yang beranjak dari tempatnya menuju kamar mandi.

Bara hanya tersenyum tipis melihat Shera yang masih sama seperti dulu.

Di kamar mandi, shera berkali-kali mengatur nafasnya yang kian tak beraturan.

"Bisa-bisanya dia berbicara seperti itu padaku! Dia pikir aku ini ...!" kata Shera terhenti. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat melihat cincin manis yang melingkar di jari tengahnya.

"Tapi sekarang, dia adalah suamiku. Jadi, tak ada salahnya jika dia berkata seperti itu!"

***

Tepat pukul 15.00 WIB

Dahi Shera mengernyit. Dua bola matanya mengarah ke arah secarik kertas yang tergeletak di ranjang. Secara perlahan, ia mulai mengambil dan membacanya. Sebuah tulisan pena yang begitu jelas nan rapi.

"Hari ini, aku masih ada pertemuan dengan klien. Dan apabila kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa bilang sama mbok Darmi! Dan, satu hal lagi. Untuk hari ini, tolong! Kamu jangan pergi kemana-mana!" Perkataan Bara yang tertera dalam secarik kertas tersebut.

Shera melumat bibirnya yang merah tanpa lipstik. Dia benar-benar bingung akan perlakuan Bara terhadapnya.

"Tolong?"

Lagi dan lagi shera di buat terkejut akan perkataan Bara kepadanya. Orang yang dulu selalu tak sopan dan berbicara seenaknya kini berubah lembut.

"Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Apa dia benar-benar hilang ingatan?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Pasar Malam

    "Sesudah dari rumah sakit, kita pergi ke pasar malam, yuk!" pinta Shera menggandeng tangan bara."Pasar malam?" tanya bara mengernyitkan dahi. Melirik ke arah Kevin yang berjalan tak jauh darinya sembari membawa bingkisan parcel tersebut.Kevin hanya menganggukkan kepala. Seakan memberi isyarat kepada tuan mudanya itu.Shera memicing menatap sang suami yang beralih menatapnya. Terlihat begitu jelas, ada sesuatu yang di sembunyikan dari mereka berdua."Jangan bilang kamu tak mengerti pasar malam?" "Kata siapa aku tak mengerti pasar malam. Mengertilah!" ucap bara menoel hidung mancung istrinya itu."Serius?" Shera seakan tak percaya.Bara menghela nafas panjang. Perlu ekstra hati-hati untuk berbicara pada istrinya saat ini. "Bukankah waktu sekolah dulu, kamu pernah bekerja di pasar malam?" tutur Bara mulai meyakinkan."Ternyata dia juga tau saat aku bekerja di pasar malam?" tanya batin Shera menyeringai. Benar-benar tidak menyangka, bara memperhatikan dirinya di saat hubungan mereka se

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    rindu seorang ibu

    "Kamu harusnya sadar diri. Jika perceraian itu tiba, jangan menuntut apa-apa lagi. Setidaknya, kamu dan keluargamu berterimakasih pada kami karena sudah melunasi hutang dan memberikan fasilitas yang layak. Dan apabila kamu melahirkan anak, sudah pasti kamu mendapatkan hadiah lebih dari istriku. Jadi, aku peringatkan sekali lagi. Untuk sadar diri!" Perkataan pak David sebelum pernikahan terjadi terlintas kembali dalam benaknya.Shera tersenyum saat Bara tiba-tiba melihatnya. Sosok lelaki yang dulu sangat ia benci kini telah mengisi relung hatinya. "Saling memiliki dan saling mencintai. Dia bilang seperti itu padaku! Tapi, tetap saja sepuluh tahun ke depan perceraian datang menanti. Gara-gara sebuah perjanjian, aku harus menelan kebahagiaanku bersamanya. Entah apa sebenarnya yang ia sembunyikan padaku, sampai-sampai dia tak mampu melawan perjanjian yang telah ditetapkan oleh pak David. Sebelum merubah isinya kembali, setidaknya dia berbicara dulu denganku. Mengubah salah satu perjanjia

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Masalah shera

    Mama Dewi mendongak. Bibirnya merapat mengimbangi rasa takut yang datang menghampiri."Aduh! Papa bangun lagi," gumam mama dewi memasukkan foto itu kembali ke dalam laci meja.Sesaat, ia menoleh. Bernafas lega saat sang suami tidur kembali."Syukurlah! Papa tak mendengarnya," ucap mama Dewi kembali merebahkan tubuhnya. Perlahan, jemari tangannya menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Kedua matanya mengerling menatap ke arah atas seraya mengingat kenangan indah saat bersama Rony, anak angkat Mana Dewi dan pak David sebelum mempunyai Kiara dan Bara."Rony, mama sangat merindukanmu, Nak!" gumam batin mama Dewi memejamkan kedua mata. Meneteskan air mata yang tertahan di pelupuk mata. Rasa rindu yang membuncah terasa begitu sakit hingga menusuk hati."Semoga saja, waktu bisa mempertemukan kita kembali!" harap mama dewi.****Shera menyeringai melihat bara yang begitu sibuk dengan pekerjaannya. Melangkah perlahan sembari membawakan secangkir kopi untuk sang suami tercinta."Apa masih lam

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Rindu yang tak tertahankan

    "Kevin, siapkan mobil!" Suara bara terdengar dari balik handphone Kevin.Kevin terbangun. Baru saja ia merebahkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa lelah. Tiba-tiba, ada perintah yang menghampiri."Buat apa, Mas?Bukankah jadwal acaranya besok pagi?" tanya Kevin mencoba mengingatkan."Batalkan semua! Kita pulang ke Malang sekarang juga!" Bara mematikan ponselnya seketika.Kevin mengernyit heran. Sejenak, ia berpikir. Apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarga besar atasannya itu. Sampai-sampai, menyuruhnya untuk pulang secara tiba-tiba."Digo juga tak ada kabar. Biasanya, kalo ada masalah dengan keluarga besar, digo selalu memberi kabar padaku," ucap Kevin berpikir sejenak."Apa jangan-jangan mbak Shera kenapa-kenapa?"Drt ... Drt ...Kevin beranjak dari tempatnya. Bergegas berlari keluar dari kamar, saat panggilan bara tertuju kembali padanya.Sepanjang perjalanan, Bara mendesah sebal saat Pikirannya selalu tertuju ke arah shera. Kedua matanya memicing ke arah depan yang macet total.

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Keyakinan Manda

    "Dokter salah paham. Dia bukan suami saya," tutur Shera mencoba menjelaskan. Namun percuma saja. Dokter itu melangkah menjauh darinya saat ada panggilan mendesak yang datang."Huft!" Helaan nafas keluar dari mulut dan hidung mancungnya. Duduk kembali sembari menjinjing rok panjang yang ia kenakan. Memastikan keadaan kaki kirinya yang terluka."Pantes saja, masih nyeri. Ternyata, lukanya sepanjang ini," gumam Shera menutup kembali rok panjangnya.Sesaat, pandangan matanya beralih ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Hampir satu jam berlalu, ia duduk seorang diri menunggu orang yang telah ia tolong."Kenapa tak ada satupun keluarganya yang ke sini? Apa mungkin ...," kata shera terhenti saat ada seseorang lelaki yang datang menghampiri."Apa Anda yang menghubungi saya menggunakan handphonenya pak Rony?" tanya lelaki tersebut yang merupakan sopir pribadi."Iya. Ini dompet dan handphone beliau," ucap Shera menyerahkan dompet coklat kecil dan benda layar pipih yang te

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    curahan hati Adit

    "Jika ada waktu, kamu ke sini, ya! Kakak butuh kamu," sebuah chat manda yang mengingatkan Shera kembali."Apa karena ini? Kak Manda memyuruhku ke sana?" batin shera bertanya. Memicing ke arah wanita yang terus saja melingkarkan tangan di lengan sahabatnya itu."Mas Adit, ada banyak hal yang perlu kita bicarakan!"Shera mendesah sebal. Memalingkan muka dan tak ingin melihat sikap manja yang keluar dari kekasih baru sahabatnya itu.Melangkah pergi meninggalkan mereka berdua yang masih saja berdiskusi.Lima menit sudah, Shera duduk seorang diri. Menunggu seseorang yang seharusnya bisa menyelesaikan beberapa pertanyaan yang bergelut dalam pikirannya.Shera mendongak. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa ketika Adit mulai datang dan duduk di sampingnya."Shera!" "Bagaimana dengan kak Manda, Mas?" Shera menoleh. Tersirat jelas, adit menunduk dan tak mampu menatapnya. Seakan rasa bersalah mulai datang menyelimuti diri lelaki berusia dua puluh tujuh tahun tersebut."Mas Adit telah putus d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status