Share

Sosok seorang ibu

Author: Suzy Ru
last update Last Updated: 2025-07-31 06:00:58

"Apa yang sebenarnya terjadi padanya? Apa dia benar-benar hilang ingatan?"tanya Shera berpikir sejenak. Dua bola matanya beralih menatap ke arah foto Bara yang terpampang jelas di dinding kamar. Terlihat tampan dan wibawa. Apalagi ada senyum yang merekah membuat Bara semakin mempesona.

Glek

Shera menegak salivanya dengan paksa. Seketika, ia menunduk saat rasa kagum datang menghampiri."Ah, sudahlah! Aku tak mau tau apa yang terjadi padanya," gumamnya duduk di ranjang seraya menghela nafas panjang. "Tapi, jika dia benar-benar hilang ingatan, bukankah itu berita baik untukku?" Shera mengerutkan kening. Senyumnya melebar dengan sempurna."Yah, seenggaknya aku tak akan mengalami derita batin seperti dulu lagi."

Satu jam kemudian, Shera keluar dari kamar. Bibirnya merapat seraya mengamati rumah minimalis Bara yang tertata rapi dan cantik.

"Mumpung masih sore, tak ada salahnya jika aku pulang ke rumah untuk mengambil jam tanganku yang tertinggal. Lagian, jarak antar rumah ini ke rumahku tidak terlalu jauh.Jadi, dia tidak akan tau jika aku keluar rumah," kata Shera tersenyum seorang diri.

Perlahan, ia mulai melangkah menuruni anak tangga yang menjulang tinggi di rumah tersebut. Dua bola matanya terus menatap ke arah desain rumah yang memang sangat persis dengan keinginannya sewaktu dulu.

"Ya Tuhan, bagaimana bisa dia mempunyai rumah seperti ini? Dan, kenapa juga warna dan tata letak barangnya sesuai dengan impianku waktu itu?" Shera meremang melihatnya.

Namun, langkah kakinya terhenti ketika ada seseorang yang memanggil namanya. Sosok wanita paruh baya yang terlihat cantik nan awet muda berjalan tersenyum menghampirinya.

"Kamu sudah bangun?"

Shera mengangguk pelan seraya membalas senyum manis yang tercipta untuknya.

"Syukurlah!" kata mama Dewi.

"Apa dia mertuaku?" tanya batin Shera mengingat kembali foto keluarga besar Abisatya.

"Kamu tau kan, kalo aku ini mamanya Bara?" tanya mama Dewi memastikan."Yah, lebih tepatnya sekarang telah menjadi ibu mertua kamu."

"Iya, Bu!" jawab Shera tersenyum. Seakan tak percaya memiliki mertua yang begitu welcome kepadanya.

"Bolehkah kita bicara sebentar?" Pertanyaan mama Dewi membuat Shera harus mengulur waktunya.

Shera menganggukkan kepala. Senyumnya terus mengembang meski berselimutkan kegelisahan yang besar untuk berhadapan dengan keluarga barunya.

"Semoga tak ada pernyataan yang menyulitkanku!" harap Shera dalam hati.

"Ehm, kita ngobrol di sini saja, ya?" ajak mama Dewi untuk duduk di ruang santai yang tersedia dalam rumah milik Bara.

Shera merapatkan bibir mungilnya. Jantungnya kian berdetak kencang saat mama Dewi mulai memandangi dirinya secara intens.

"Ya Tuhan, kenapa mama mertua menatapku seperti itu? Apa yang akan beliau bicarakan padaku?" ucap Shera dalam hati.

"Shera, terimakasih atas keputusanmu yang mau menikah dengan Bara. Terimakasih banyak ya!" jelas mama Dewi tersenyum seraya memegang jemari tangan Shera.

"Ehm. Seharusnya, saya yang mengucapkan terima kasih, Bu. Karena pernikahan ini, pak David tidak menjebloskan saya ke dalam penjara," ujar Shera dengan hati-hati.

"Penjara? Oh my God! Ternyata papa benar-benar mengancamnya seperti itu?" tanya mama Dewi seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Lentik indah bulu matanya yang tebal terus menatap wajah cantik n polos yang di miliki Shera.

"Apa kamu bisa menceritakan sedikit hal tentang dirimu? Dan, apa yang membuat kamu yang pada akhirnya memilih untuk menikah? Bukankah kamu sempat kekeh memilih di penjara daripada menerima pernikahan ini?" cecar mama Dewi yang begitu penasaran.

Shera tercekat. Bibirnya merapat mengimbangi kebimbangan yang datang tiba-tiba saat pertanyaan itu terlontar.

"Saya tak mau menjadi istri kedua, Bu. Itulah alasan utama saya memilih mendekam di penjara daripada harus menikah."

"Istri kedua?" tanya mama Dewi seakan tak percaya mendengar penuturan menantunya itu.

"Ya, Bu. Saya mengira kalau saya akan menikah dengan pak David," jawab Shera yang membuat mama Dewi mengerutkan kening. Dan, seketika tawa itu pecah mendengar pernyataan Shera yang terucap.

"Ya Ampun, Shera! Bagaimana mungkin kamu berpikir seperti itu, sih? Mana mungkin suami saya menikah lagi. Bisa-bisa, mama akan potong kakinya jika berani poligami."

Shera tersenyum tipis. Sungguh, ia tak menyangka memiliki mertua yang kocak.

"Lalu, selain itu. Apa alasan lainnya?"

"Sebelum saya tau untuk apa uang yang di hutang oleh almarhum ayah dan kakak saya, saya bersikeras memilih untuk mendekam di penjara. Tapi, setelah saya tau kalau uang itu paling besar hanya untuk biaya hidup dan sekolah saya, saya tersadar untuk mau menerima pernikahan ini,"tutur Shera menjelaskan.

"Apa kamu terkejut kalau ternyata kamu menikah dengan putra saya?" tanya mama Dewi tersenyum saat melihat shera menganggukkan kepala.

"Iya, Bu."

"Sopan dan jujur! Terlihat begitu jelas di raut wajahnya," gumam batin Mama Dewi menopangkan dagu di tangannya."Lucu sekali menantuku ini. Baru pertama kali melihatnya, aku sudah sangat menyukainya."

Senyum mama Dewi mengembang ke arah Shera yang menceritakan sedikit kehidupan pribadinya.

"Mama tau, tak ada rasa cinta yang terjadi pada kalian berdua. Dan, pernikahan ini merupakan pernikahan terpaksa bagimu. Sebagai wanita, mama mengerti apa yang kamu rasakan, Shera."

Shera mencoba tersenyum meski hatinya merasa teriris perih. Mendengar seseorang yang bersimpati padanya. Sejenak, Dua bola matanya beralih ke arah jemari tangan yang menggenggam erat tangannya.

"Tapi, mama harap kamu menjalaninya dengan ikhlas, ya. Bara itu anaknya sangat perhatian dan penyanyang, mama yakin dia bisa membahagiakanmu!" Perkataan mama Dewi membuat Shera tercekat tak percaya.

"Banyak yang bilang dia seperti itu, Bu. Tapi, itu semua tidak berlaku padaku. Entah, dendam apa yang ia pendam sampai-sampai dia membully diriku habis-habisan waktu itu," gerutu Shera dalam hati.

"Ya sudah, mama pulang dulu ya! Jaga kesehatan kamu, Ok!" ucap mama Dewi mengusap rambut milik Shera yang terurai panjang."Dan satu lagi, panggil saya mama karena sekarang itu saya adalah mama mertua kamu."

"Iya, M-a!" jawab Shera yang membuat senyum mama Dewi tertoreh.

"Bye-bye!"

Shera berdiri seraya melambaikan tangan mengiringi senyum yang merekah manis. Rasa kasih sayang yang tak pernah ia dapatkan dari sosok seorang ibu.

"Jangan menangis, ya! Ayah bisa juga menjadi seorang ibu untuk kamu. Memang, mereka memiliki seorang ibu, tapi mereka tak mendapatkan kasih sayang seperti apa yang ayah berikan pada kamu." Perkataan sang almarhum ayah yang melintas kembali dalam benaknya.

"Beginikah rasanya mendapatkan kasih sayang seorang ibu?" tanya Shera yang tanpa sengaja meneteskan air mata.

***

Bara menghampiri sang ayah yang duduk di tempat kerjanya. Terlihat begitu jelas, raut wajah pak David begitu bahagia.

"Ada apa, Pa? Kenapa papa ke sini?" tanya Bara yang duduk di depan sang ayah.

"Iya. Ada hal penting yang ingin papa sampaikan sama kamu!" tutur pak David yang membuat Bara mengerutkan kening.

"Penting? Kenapa tidak di bicarakan di rumah saja? Jarak rumah ke kantornya Bara jauh lho, Pa! Apa papa lupa dengan konsekuensi yang ada jika papa berpergian lebih dari satu jam?" tutur Bara mengingatkan kesehatan sang ayah.

"Iya. Papa tau itu! Tapi kan papa harus memberitahukan hal ini padamu. Kamu juga tak ada waktu di rumah. Di hubungi juga tak pernah di jawab," gerutu pak David yang tak mau di salahkan.

Bara menghela nafas panjang. Mencoba menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya pada sang ayah. Sejenak, pandangan bola mata Bara beralih ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Tepat pukul 18.00 WIB, waktu yang menandakan dirinya untuk mengakhiri pekerjaan.

"Hal penting apa yang ingin papa sampaikan?" tanya Bara penasaran.

"Papa pernah mengatakan pada istrimu. Kalo seandainya dalam lima tahun tidak ada kecocokan, dia bisa mengajukan gugatan perceraian." Pernyataan sang ayah seketika membuat Bara tercekat mendengarnya.

"Lima tahun? Bagaimana bisa ayah mengatakan hal itu padanya?" tanya Bara.

"Tapi, jika kamu berniat menceraikannya sebelum lima tahun. It's Ok! Papa tak mempermasalahkan hal itu. Asalkan, hutang keluarganya kamu transfer ke rekening papa!" ucap pak David seraya menaikkan kedua alis tebalnya.

Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka jika sang ayah tak mau rugi dalam urusan keuangan. Padahal, ia mengira kalau dengan adanya pernikahan ini semua masalah Shera terselesaikan. Tapi, ternyata tidak! Ancaman bertubi-tubi di lakukan oleh sang ayah pada wanita yang ingin ia lindungi saat ini.

Bara meraih ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja. Jemari tangannya dengan cepat membuka ponsel yang terkunci itu.

"Berapa hutangnya, Pa? Bara akan melunasinya?" tanya Bara yang seketika mengejutkan sang ayah.

"Apa dia benar-benar akan menceraikan wanita itu secepatnya?" tanya batin pak David seraya mengerutkan kening.

"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Tangkai Mawar

    "Sama persis dengan punyaku dulu!" gumam Shera menyentuh dan meraba tulisan tersebut.Flashback TUARRRTamparan keras melesat mengenai pipi Bara. "Kamu benar-benar tak punya hati! Apa kamu tahu, butuh perjuangan aku mendapatkan tanaman ini. Dan bisa-bisanya, kamu dengan mudahnya menginjak-injak dan membuangnya begitu saja! Keterlaluan!" ucap Shera berderai air mata.Bara hanya terdiam. Untuk kali pertamanya, ia membiarkan Shera mencaci maki dan menampar dirinya.Shera duduk berjongkok. Mengambil tangkai pohon bunga mawar yang rusak akan ulah Bara dan temannya."Bagaimana ini? Bagaimana dengan nilaiku? Tak mungkin ada waktu untuk menanamnya kembali," kata Shera menangis.Lamunan Shera buyar. Dua bola matanya mengarah ke arah bunga yang bermekaran begitu indah."Apa mungkin dia mengambil pohonku yang telah aku buang dan menanamnya kembali?" tanya Shera seorang diri."Hah, tapi rasanya tidak mungkin terjadi!""Tapi itu memang kenyataannya!" tegas Bara yang mengejutkan Shera.Shera berba

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Mie instan

    Jantung Shera berdetak kencang. Kedua tangannya meremas mengimbangi rasa tak karuan yang bergejolak di dada."Lagi dan lagi! Kenapa tubuhku seakan tak berdaya setiap kali bersamanya? Sulit sekali untuk di gerakkan! Padahal, seharusnya di saat seperti inilah aku bisa membalas dendamku padanya. Menendangnya, menamparnya bahkan membunuhnya! Tapi entah kenapa, saat dia memperlakukanku dengan baik, dendam yang dulu terasa menguasai diriku perlahan mulai menipis. Dan tak seharusnya juga aku menolak jika dia meminta haknya padaku. Karena, hutang keluargaku padanya sudah membuat harga diriku jatuh di hadapannya," gumam batin Shera pasrah dengan keadaan."Apa kamu sudah makan?" suara khas Bara membuat Shera membuka kedua matanya. Dua bola matanya mengerling menatap wajah tampan rupawan yang di miliki suaminya itu. Melirik ke arah tangan kekar yang mulai berani membelai rambut panjangnya."Kamu sudah makan?" ulang Bara memastikan.Shera bangkit dari tidurnya. Dengan cepat, ia berpindah menjau

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Data pribadi Shera

    "Jadi, apa yang di katakan kak Manda itu memang benar adanya toh?" cecar Maudy yang baru menyadari akan pernyataan yang terucap dari kakak Shera beberapa jam yang lalu."Jadi, kak Manda memberitahu Maudy tentang pernikahanku?" tanya batin Shera melirik ke arah teman-teman lainnya terbelalak kaget dengan perkataan yang terlontar dari bibir tipis Maudy.Sesaat, Shera menelan ludahnya dengan paksa. Tatapan mata mereka beralih memandang intens pada dirinya."Serius, Ra?" tanya mereka serempak.Terlihat begitu jelas, mereka menanti sebuah jawaban yang pasti darinya."Apa yang harus aku katakan? Apa aku harus jujur saja sama mereka tentang apa yang terjadi padaku? Dan, apabila aku berbicara sejujurnya, apakah Bara akan mempermasalahkannya?" batin Shera bergejolak."Sungguh, aku sangat takut jika mulutku salah dalam berucap."TekJentikan tangan Maudy membuyarkan lamunannya. Helaan nafas panjang keluar dari hidung mancung mengimbangi rasa bimbang yang menyelimuti hatinya."Malah ngelamun? K

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Ganti Rugi

    "Kamu itu liat nggak sih, kalo di depan ada mobil dan lampu rambu-rambu lalu lintas berwarna merah! Apa kamu baru belajar mengemudi? Sampai -sampai kamu bingung antara rem dan gas?" Suara ibu Lena menggelegar memekakkan telinga. Semua mata tertuju ke arah wanita paruh baya bertubuh besar itu melabrak Shera.Shera membuka helmnya dan turun dari motor."Maaf, Bu Lena. Saya benar-benar minta maaf!" kata Shera menangkupkan kedua tangannya.Bu Lena mengernyit. Sudut matanya memicing ke arah kerah baju yang muncul di balik jaket yang di kenakan Shera."Tolong, maafkan saya, Bu!" ucap Shera memohon."Kamu karyawan Pt Horizon?" tanya Bu Lena memastikan."I-ya!" jawab Shera hati-hati.Bu Lena menghela nafas panjang. Dua bola matanya mengerling saat melihat ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Kita selesaikan di tempat kerja!" gegas Bu Lena mengambil name tag yang menggantung di leher Shera.Shera mendesah sebal. Bibirnya memanyun memandang Bu mandor yang mulai naik ke da

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Pasrah dengan keadaan

    Shera menghela nafas panjang. Rasa lapar yang mendera tiba-tiba hilang saat mendengar nama orang yang merupakan musuh bebuyutannya."Ternyata mereka masih berhubungan sampai sekarang?" tanya Shera seorang diri. Ia mendesah sebal. Sudut matanya memicing sinis ke arah Bara yang berdiri di sudut ruangan. Sejenak, ia berpaling ke arah hidangan yang tersaji di depannya."Apa mereka berencana meracuniku melalui makanan ini?" tanya Shera seorang diri."Sampai dunia terbalikpun posisi kamu itu tetap di bawah Luna Margaretha! Dan, satu lagi, Bara itu milikku dan jangan sampai kamu atau teman kamu mempunyai rasa padanya. Ya, meskipun Bara akan menolak kalian! Tapi, aku tak suka jika ada orang yang menyukainya kecuali diriku! Mengerti!" Hinaan yang terkubur dalam masa lalunya kini kembali teringat kembali.Luna Margaretha, salah satu sahabat Bara yang juga membully dirinya habis-habisan. Bahkan, melebihi Bara.GlekTenggorokan Shera tercekat saat memori yang begitu pahit terlintas kembali.Tubuhn

  • Suamiku adalah Musuh bebuyutanku    Makanan favorit

    Rasa takut dan was-was mulai datang saat dua orang berpakaian serba hitam itu mengetuk pintu mobil dengan tatapan tajam.Dua bola mata Shera tertuju ke arah sopir taksi online yang membuka pintu mobil begitu saja. Terlihat begitu jelas, orang asing itu menarik tubuh sopir hingga keluar dari mobil."Seharusnya kamu menginap di sini saja, Sher! Kamu tau kan ini sudah malam. Dan kamu juga tau betul kan, kalo jalanan rumah ke rumahnya pak David itu sangat sepi jika menginjak pukul 9 malam. Atau nggak? Kamu naik taksi online saja," perkataan Manda melintas kembali dalam benaknya.Shera tertunduk. Memejamkan mata seraya berdoa untuk keselamatannya."Ya Tuhan, aku sudah pasrah. Jika aku akan mati di tangan dua begal itu, aku sudah ikhlas!" gumam batin Shera menitikkan airmata.KlekShera membuka matanya bersamaan saat pintu itu terbuka."Tenang Shera tenang. Sebentar lagi, kamu akan bertemu dengan ayah!" kata batin Shera menyemangati dirinya sendiri."Maaf ya, Mbak. Saya menghentikan kendara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status