.
.
Tok tok tok
Aila segera menghapus airmatanya saat mendengar ada yang mengetuk pintunya, dia segera beranjak untuk membuka pintu.
“Alex?”
“Hei, kamu sudah makan malam? Aku membawakan ayam goreng bumbu pedas manis kesukaanmu, mumpung masih jam enam, ayo makan!” ucap Alex.
“A-aku tidak bisa makan banyak-banyak, Alex... lagian kenapa kamu makan di tempatku? Nanti mengundang fitnah” sahut Aila.
Alex mengernyitkan dahinya, “fitnah apa? Kita kan teman, kamu yang ngomong sendiri... lagian tuh ya, disini orangnya individualis, ini apartemen, Aila! Bukan komplek perumahan atau perkampungan, jangan khawatir.”
Alex benar juga, kenapa pula Aila harus menyulitkan Alex hanya karena postingan tidak bertanggung jawab tersebut. Mungkin Alex belum melihatnya saja, lagipula Aila tidak cantik dan menarik, mustahil Alex menyukainya. Aila hanya kebanyakan halu.
Secara logika saja sudah tidak mungkin.
Alex berdecak kagum melihat masakan yang sudah siap diatas meja.
“Wah, masakanmu terlihat sangat lezat, aku boleh ikut makan, kan?” tanya Alex.
Aila mengangguk pelan, “tentu saja boleh, tidak mungkin aku menghabiskan semuanya.”
Mereka pun makan dengan tenang, lalu sekali-kali mengobrol tentang apa saja.
Hingga kemudian apa yang Aila takutkan pun terjadi.
Alex mendapat telfon dari seseorang setelah selesai makan, Aila awalnya tidak mendengar apa yang Alex bicarakan dengan temannya di telfon, karena itu privasi, Aila harus menghargainya.
Jadi Aila menyibukkan diri dengan cucian piringnya.
Sampai Alex selesai menelfon lalu menghampiri Aila.
“Aila, apa kamu sudah tahu tentang berita viralmu di internet?” tanya Alex.
Aila mendongak menatap Alex, lalu tersenyum tipis, “aku sudah tahu, tidak perlu gelisah, aku tidak marah kok, aku kan memang tidak selevel denganmu.”
“Kamu ngomong apa? Ini pelanggaran! Orang yang mengirim seenaknya menggunakan kita sebagai pergunjingan di sosmed padahal semuanya tidak benar, aku akan mengurus semua ini, akan ku laporkan siapapun yang mengirim berita itu dan menyebarkannya” ucap Alex serius.
Aila tidak berani membantah karena Alex terlihat sangat serius dengan ucapannya.
Aila tidak bisa apa-apa saat Alex langsung pergi dari apartemennya seperti orang kalap.
“Alex, hati-hati!” teriak Aila sebelum Alex menutup pintu apartemennya.
Aila berharap, Alex baik-baik saja, Aila sangat khawatir, orang yang sedang marah itu bisa saja terjadi kecelakaan.
Selesai cuci piring, Aila kembali ke kamarnya setelah mengunci pintu apartemen.
Saat Aila memeriksa ponselnya, ada lagi obrolan di grup chat antara Aila, Asri dan Ningsih.
Asri: Aila! Aila mana?
Aila: aku disini, kenapa?
Ningsih: Aila, kamu harus tahu ini, Rendy ingin menjual semua tanah ayahnya!
Asri: Benar, dia mengamuk karena sebagian tanah sudah beralih nama atas namamu, jadi tidak bisa dijual.
Aila: Apa? Lalu bagaimana?
Ningsih: Ku rasa Rendy akan segera menghubungimu.
Obrolan grup chat itu membuat Aila semakin gelisah. Dia sudah cerai dengan Rendy, tapi Rendy masih saja menghantuinya.
Aila harus bagaimana sekarang?
Aila hampir berteriak saat poselnya bergetar.
Setelah melihat siapa yang menelfon, Aila pun mulai gugup.
Ternyata Rendy sungguhan tidak tahu malu dan menghubunginya.
Rasa dongkol itu masih ada, alasan Aila gugup adalah karena dia tidak pandai berbicara. Dia takut dia kalah berdebat dengan Rendy. Dulu saja alasan Aila belum juga membantah Rendy karena setiap Aila emosi, dia akan menangis, Aila sulit mengeluarkan emosinya dan sulit pula untuk marah-marah.
Sebelum mengangkat telfon itu Aila mengatur nafasnya dulu, dia hirup udara dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Setelah mulai tenang, baru dia mengangkat telfon dari Rendy.
“Halo?”
[Halo, sayang... kamu baik-baik saja? aku merindukanmu.]
“Apa maumu?” tanya Aila dengan nada dingin.
[Aila sayang, aku tahu kamu merindukanku kan?]
“Tidak sama sekali, cepat katakan apa maumu!”
[Bagaimana jika kita rujuk lagi?]
“Tidak bisa Rendy, kita sudah resmi bercerai, sudah talak tiga, untuk rujuk aku harus menikah dengan orang lain dulu, lalu bercerai dengannya. Tapi meski sudah seperti itupun, aku tidak akan tertipu denganmu apalagi kembali padamu” ucap Aila.
[Ayolah, jangan egois begitu, aku dan ayah membutuhkanmu, sekarang Sari sudah pergi]
“Aku dengar Sari kembali lagi saat ayah pulang dari rumah sakit kan?”
[Oh, kau tahu darimana?]
Aila menghela nafas lelah, sepertinya Rendy selalu berpikir Aila itu bodoh.
“Aku tahu dari Asri dan Ningsih, kau menghubungiku juga karena ingin menjual tanah-tanah ayah bukan? Kau tidak bisa karena suratnya sudah atas namaku, kau butuh persetujuanku bukan? Anak macam apa kau ini? Kau ingin menjual semua tanah itu tanpa persetujuan ayahmu? Dia akan mengutukmu, Rendy!”
[Diam kau! Aku butuh uang, kalau tidak begitu Sari tidak mau lagi tidur denganku!]
“KAU SUDAH GILA!”
Akhirnya Aila emosi juga, nafasnya tersenggal-senggal saking marahnya dia. Rendy benar-benar, sakit dan kegilaannya sudah diluar nalar.
[Kau yang gila! Kau sekarang bukan siapa-siapaku tapi beraninya mengubah nama surat tanah atasmu!]
“Aku bahkan baru tahu jika surat tanah itu atas namaku!”
[Aku akan menuntutmu atas penipuan, Aila!]
Apa?
“Re-rendy, tunggu! Rendy!”
Panggilan itu terputus.
Sepertinya Rendy berpikir Aila akan panik, lalu menelfon lagi dan menyerah kemudian rela memberikan tandatangannya. Itu tidak akan terjadi, Aila menghargai ayahnya Rendy, karena ayahnya Rendy diam-diam mengubah nama surat tanah atas nama Aila karena tidak mau hal seperti Rendy menjual semua tanah demi Sari itu terjadi.
“Dia pikir aku perempuan bodoh...” Aila dengan cepat menelfon seseorang.
[Halo, Aila?]
“Asri, aku butuh bantuanmu dan Ningsih, kita kerjakan rencana B.”
[Serius? Akhirnya kau mau juga! Akan segera kami laksanakan, kamu hanya harus duduk diam melihat mereka menerima balasan yang setimpal]
“Terimakasih, aku tidak tahu harus bagaimana tanpa kalian.”
Aila tersenyum lega, jangan kira Aila akan terus-terusan diam diperlakukan buruk.
.
.
Aila jarang sekali pergi berkemah, dulu pernah pergi dengan Gavin, hanya berdua saja, itupun hanya di belakang rumah nenek mereka.Sebenarnya dulu Aila iri melihat adiknya yang bisa bebas kemana saja, memiliki banyak teman. Jauh berbeda dengan Aila.Banyak juga gadis yang menyukai Gavin, itu juga membuat Aila iri. Dia hanya ingin tahu rasanya disukai oleh seseorang, sekali saja.Dan saat keinginan dia dikabulkan, malah ada dua orang yang mengaku jika menyukainya."Kak, kenapa diam aja disini?" Tanya Travis.Aila yang hanya duduk di depan kompor portabel sambil membuat s'more, menoleh pada Travis.Lelaki tampan yang memiliki mata tajam dan bibir mungil itu sedang berjongkok sambil menatap Aila.Bahkan saat Travis jongkok saja, Aila masih lebih mungil darinya. Aila bengong karena dia sedang berpikir 'mengapa anak-anak yang lebih muda darinya bertubuh besar-besar?'"Kak?" "Oh, aku lagi buat s'more, ini lho... Marshmallow yang dibakar, terus diapit diantara biskuit coklat, kamu coba deh
Aila membuka matanya perlahan. Matanya terasa berat, dan saat dia mencari cermin, dia melihat kedua matanya sudah membengkak, wajahnya pun sedikit membengkak.Menurut cara yang Aila tahu, dia hanya harus mengompresnya dengan air hangat atau kompres dingin. Aila memilih kompres dingin, baru kemudian menempelkan irisan mentimun pada matanya, sambil kembali rebahan di ranjang.Tanpa Aila sadari, dia kembali terlelap.Dalam tidurnya, teringat kembali kehidupan pernikahan yang menyakitkan bersama Rendy.Saat itu Aila masih gemuk, dia harus merasakan tatapan jijik dari suaminya. Setiap hari suaminya berkata padanya, "cewek gendut kayak kamu tuh, siapa sih yang mau nikahin kali bukan aku? Aku tuh kasihan sama kamu, harusnya kamu bersyukur punya suami kaya aku yang mau Nerima kamu apa adanya, iya kan? Coba sekarang sebutin, pernah pacaran nggak? Enggak kan? Hahaha, itu karena kamu udah kayak babi, kayak buldozer tahu nggak. Ya nggak aneh lah kalo aku nggak mau nyentuh kamu lagi, makanya diet
Alexa menepuk bahu kakaknya, Alex, lalu berbisik di telinganya, "kak, aku itu bukannya ingin mengejar Ricky, tapi aku ingin mengawasinya, karena aku tahu dia suatu saat akan berbuat yang lebih dari hari ini pada kak Aila."Alex hanya bergeming, dia tidak bisa mengatakan apapun untuk mengiyakan atau membantah adiknya, karena dia sendiri juga tidak tahu apakah adiknya berbohong atau tidak.Kemudian Alexa berdiri, mengambil sesuatu dari laci warna putih yang ada di meja, lalu memberikannya pada Alex."Lihat ini, aku menemukan foto-foto ini di kamar Ricky, dan itu hanya sebagian. Ricky memotret kak Aila diam-diam dan memandanginya tiap malam, aku melakukan ini semua untuk mu Alex... Aku tidak menyukai Ricky!"Alex memeriksa semua foto yang Alexa berikan padanya. Memang sebagian foto dipotret secara diam-diam, tapi sebagian lainnya pernah Alex lihat di ponsel Aila sendiri, entah itu diposting atau tidak."Tapi aku tahu kamu menyukai Ricky, Alexa... Kamu tidak perlu mengelak hal itu, karena
"Kak, kamu kenapa?"Gavin yang baru saja sampai di apartemen harus dikejutkan dengan Aila yang menangis di kamarnya tanpa suara, hanya terdengar suara ingus yang dibersihkan dengan tisu.Aila menoleh pada adiknya sebentar, lalu menggeleng pelan. Gavin menghela nafas berat. Aila memang sudah biasa memendam sendiri semua masalahnya, apa yang dia pikirkan, apa yang orang lain katakan padanya. Itu karena dari kecil, tidak ada yang mau mendengarkan ceritanya, bahkan saat ingin bercerita pada ibunya, yang ada Aila malah dibentak.Meski begitu, Aila selalu menjadi pendengar yang baik bagi adik-adiknya, Gavin juga sering bercerita pada Aila.Jadi, Gavin tidak mau membiarkan kakaknya seperti itu terus."Kak, ayo cerita... Jangan dipendam sendiri, nanti malah stress dan jadi jerawat, kulit jadi kusam, bukankah kakak bilang gitu kemarin?"Gavin duduk ditepi ranjang, tersenyum lembut pada kakak perempuannya.Aila beringsut mendekati Gavin, lalu memeluk adiknya erat, kemudian menangis lagi disana.
Ricky menghapus sedikit darah yang keluar dari sudut bibirnya, lalu dia menyeringai pada Alex."Ada apa bro? Aila ada disini, dia baik-baik saja, tidak perlu terburu-buru." Ucap Ricky santai.Dia sudah meminta Aila untuk sembunyi, karena awalnya Ricky mengira yang datang Alexa, karena jika Alexa yang datang, dia bisa mencelakai Aila."Tidak perlu pura-pura baik, aku sudah tahu tabiat burukmu, kau berpura-pura menjadi temanku tapi menusukku dari belakang!" Alex menunjukkan rekaman video yang Alexa kirimkan pada Ricky, membuat Ricky menaikkan satu alisnya."Ah, jadi dia menaruh kamera disana, aku akan membuangnya nanti. Katakan pada adikmu untuk tidak terobsesi denganku, aku hanya menyukai Aila—"Alex kembali berniat memukul Ricky, tapi Ricky dengan cepat menghindar dan menarik lengan Alex, menahannya dibalik punggung."Hei lepaskan aku!"Alex yang saat itu sedang kelelahan karena pekerjaannya, bisa kalah dengan Ricky dan dia merasa sangat kesal."Tidak, tunggu, kau harus menenangkan di
Saat itu Alex memiliki banyak pekerjaan, dia membantu dokter senior untuk menangani beberapa pasien. Dokter senior itu sangat menyukainya, jadi dia selalu meminta Alex untuk datang. Alex juga senang, dia jadi bisa banyak belajar dari dokter tersebut.Tapi akhir-akhir ini Alex diberi tugas lain, untuk membantu seorang dokter forensik yang sudah sangat terkenal, untuk menangani suatu kasus yang diduga rencana pembunuhan. Korbannya adalah selebriti, makanya tidak semudah itu.Maka dari itu, Alex jadi sangat sibuk. Padahal dia ingin sekali menemui Aila. Perasaannya tidak enak saat itu, ketika tiba-tiba ada Lexa, adiknya, menelfonnya.(Kak Alex!) Ucap Lexa dengan ceria setelah Alex akhirnya menerima panggilan tersebut."Iya, Lexa ada apa? Bagaimana dengan kerja pertamamu di cafenya Aila? Apa kamu sudah pulang?"Lexa bergumam kecil, (hmm, aku baru saja pulang dan aku ingin mengatakan sesuatu padamu, kamu mau mendengarkan ku kan, kak? Kita memang tidak seakrab itu, tapi aku tetap menyayangim