Share

8. Tidak akan tinggal diam

.

.

Tok tok tok

Aila segera menghapus airmatanya saat mendengar ada yang mengetuk pintunya, dia segera beranjak untuk membuka pintu.

“Alex?”

“Hei, kamu sudah makan malam? Aku membawakan ayam goreng bumbu pedas manis kesukaanmu, mumpung masih jam enam, ayo makan!” ucap Alex.

“A-aku tidak bisa makan banyak-banyak, Alex... lagian kenapa kamu makan di tempatku? Nanti mengundang fitnah” sahut Aila.

Alex mengernyitkan dahinya, “fitnah apa? Kita kan teman, kamu yang ngomong sendiri... lagian tuh ya, disini orangnya individualis, ini apartemen, Aila! Bukan komplek perumahan atau perkampungan, jangan khawatir.”

Alex benar juga, kenapa pula Aila harus menyulitkan Alex hanya karena postingan tidak bertanggung jawab tersebut. Mungkin Alex belum melihatnya saja, lagipula Aila tidak cantik dan menarik, mustahil Alex menyukainya. Aila hanya kebanyakan halu.

Secara logika saja sudah tidak mungkin.

Alex berdecak kagum melihat masakan yang sudah siap diatas meja.

“Wah, masakanmu terlihat sangat lezat, aku boleh ikut makan, kan?” tanya Alex.

Aila mengangguk pelan, “tentu saja boleh, tidak mungkin aku menghabiskan semuanya.”

Mereka pun makan dengan tenang, lalu sekali-kali mengobrol tentang apa saja.

Hingga kemudian apa yang Aila takutkan pun terjadi.

Alex mendapat telfon dari seseorang setelah selesai makan, Aila awalnya tidak mendengar apa yang Alex bicarakan dengan temannya di telfon, karena itu privasi, Aila harus menghargainya.

Jadi Aila menyibukkan diri dengan cucian piringnya.

Sampai Alex selesai menelfon lalu menghampiri Aila.

“Aila, apa kamu sudah tahu tentang berita viralmu di internet?” tanya Alex.

Aila mendongak menatap Alex, lalu tersenyum tipis, “aku sudah tahu, tidak perlu gelisah, aku tidak marah kok, aku kan memang tidak selevel denganmu.”

“Kamu ngomong apa? Ini pelanggaran! Orang yang mengirim seenaknya menggunakan kita sebagai pergunjingan di sosmed padahal semuanya tidak benar, aku akan mengurus semua ini, akan ku laporkan siapapun yang mengirim berita itu dan menyebarkannya” ucap Alex serius.

Aila tidak berani membantah karena Alex terlihat sangat serius dengan ucapannya.

Aila tidak bisa apa-apa saat Alex langsung pergi dari apartemennya seperti orang kalap.

“Alex, hati-hati!” teriak Aila sebelum Alex menutup pintu apartemennya.

Aila berharap, Alex baik-baik saja, Aila sangat khawatir, orang yang sedang marah itu bisa saja terjadi kecelakaan.

Selesai cuci piring, Aila kembali ke kamarnya setelah mengunci pintu apartemen.

Saat Aila memeriksa ponselnya, ada lagi obrolan di grup chat antara Aila, Asri dan Ningsih.

Asri: Aila! Aila mana?

Aila: aku disini, kenapa?

Ningsih: Aila, kamu harus tahu ini, Rendy ingin menjual semua tanah ayahnya!

Asri: Benar, dia mengamuk karena sebagian tanah sudah beralih nama atas namamu, jadi tidak bisa dijual.

Aila: Apa? Lalu bagaimana?

Ningsih: Ku rasa Rendy akan segera menghubungimu.

Obrolan grup chat itu membuat Aila semakin gelisah. Dia sudah cerai dengan Rendy, tapi Rendy masih saja menghantuinya.

Aila harus bagaimana sekarang?

Aila hampir berteriak saat poselnya bergetar.

Setelah melihat siapa yang menelfon, Aila pun mulai gugup.

Ternyata Rendy sungguhan tidak tahu malu dan menghubunginya.

Rasa dongkol itu masih ada, alasan Aila gugup adalah karena dia tidak pandai berbicara. Dia takut dia kalah berdebat dengan Rendy. Dulu saja alasan Aila belum juga membantah Rendy karena setiap Aila emosi, dia akan menangis, Aila sulit mengeluarkan emosinya dan sulit pula untuk marah-marah.

Sebelum mengangkat telfon itu Aila mengatur nafasnya dulu, dia hirup udara dalam-dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Setelah mulai tenang, baru dia mengangkat telfon dari Rendy.

“Halo?”

[Halo, sayang... kamu baik-baik saja? aku merindukanmu.]

“Apa maumu?” tanya Aila dengan nada dingin.

[Aila sayang, aku tahu kamu merindukanku kan?]

“Tidak sama sekali, cepat katakan apa maumu!”

[Bagaimana jika kita rujuk lagi?]

“Tidak bisa Rendy, kita sudah resmi bercerai, sudah talak tiga, untuk rujuk aku harus menikah dengan orang lain dulu, lalu bercerai dengannya. Tapi meski sudah seperti itupun, aku tidak akan tertipu denganmu apalagi kembali padamu” ucap Aila.

[Ayolah, jangan egois begitu, aku dan ayah membutuhkanmu, sekarang Sari sudah pergi]

“Aku dengar Sari kembali lagi saat ayah pulang dari rumah sakit kan?”

[Oh, kau tahu darimana?]

Aila menghela nafas lelah, sepertinya Rendy selalu berpikir Aila itu bodoh.

“Aku tahu dari Asri dan Ningsih, kau menghubungiku juga karena ingin menjual tanah-tanah ayah bukan? Kau tidak bisa karena suratnya sudah atas namaku, kau butuh persetujuanku bukan? Anak macam apa kau ini? Kau ingin menjual semua tanah itu tanpa persetujuan ayahmu? Dia akan mengutukmu, Rendy!”

[Diam kau! Aku butuh uang, kalau tidak begitu Sari tidak mau lagi tidur denganku!]

“KAU SUDAH GILA!”

Akhirnya Aila emosi juga, nafasnya tersenggal-senggal saking marahnya dia. Rendy benar-benar, sakit dan kegilaannya sudah diluar nalar.

[Kau yang gila! Kau sekarang bukan siapa-siapaku tapi beraninya mengubah nama surat tanah atasmu!]

“Aku bahkan baru tahu jika surat tanah itu atas namaku!”

[Aku akan menuntutmu atas penipuan, Aila!]

Apa?

“Re-rendy, tunggu! Rendy!”

Panggilan itu terputus.

Sepertinya Rendy berpikir Aila akan panik, lalu menelfon lagi dan menyerah kemudian rela memberikan tandatangannya. Itu tidak akan terjadi, Aila menghargai ayahnya Rendy, karena ayahnya Rendy diam-diam mengubah nama surat tanah atas nama Aila karena tidak mau hal seperti Rendy menjual semua tanah demi Sari itu terjadi.

“Dia pikir aku perempuan bodoh...” Aila dengan cepat menelfon seseorang.

[Halo, Aila?]

“Asri, aku butuh bantuanmu dan Ningsih, kita kerjakan rencana B.”

[Serius? Akhirnya kau mau juga! Akan segera kami laksanakan, kamu hanya harus duduk diam melihat mereka menerima balasan yang setimpal]

“Terimakasih, aku tidak tahu harus bagaimana tanpa kalian.”

Aila tersenyum lega, jangan kira Aila akan terus-terusan diam diperlakukan buruk.

.

.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status