Share

Bab 3: Pria berwajah Bram

“Jadi, begitu, ya..” Nara berkomentar. Ia tampak tak terlalu terkejut. “Kalian berdua sama-sama agen intelijen negara. Kakak beradik, satu profesi, tato yang sama.”

“Tato itu urusan lain.” sahut pria itu.

“Boleh aku mengetahui namamu?”

“Bram.” jawab pria itu.

Nala mendengus kesal. “Jangan konyol. Kau bisa memikirkan nama samaran yang lain, kan? Seorang agen bukankah orang yang kreatif?”

“Sial. Padahal itu nama samaranku selama ini. Kakakku sudah memakainya duluan.” Pria itu melemparkan dirinya ke sofa di pinggir Nala. Ia tampak berpikir.

“Ya, sudah. Jadi Bram saja.”

“Ya, kurasa itu solusi bagus.” Pria itu tiba-tiba terkejut. “Apa? Maksudmu aku menjadi Bram?”

“Ya. Kau gantikan posisinya saja. Aku harus bilang apa pada tetanggaku, pada teman-temannya, dan orang-orang yang mengenalku? Ribet.”

Lebih dari itu, ia juga kebingungan bagaimana menjelaskan kepada Bayu, anaknya, alasan ayahnya tiba-tiba menghilang karena sedang bertugas melayani negara dari balik layar.

“Tapi, aku ada tugas lain setelah ini.” tukas pria itu.

“Apa?”

“Mencari kakakku.”

Nala tertawa. “Ya, sudah. Solusi paling aman adalah mencarinya, kan? Tidak kah kau pikir lebih baik menyamar sebagai orang yang kau cari untuk memancingnya keluar?”

Pria itu termenung. Ia tak menyangka Nala bisa berpikir sekritis itu. Dalam hati, ia mengakui kehebatan kakaknya memilih wanita ini sebagai istrinya.

“Boleh juga.”

“Selain itu,” tambah Nala. “Aku tidak ingin Bayu hidup tanpa ayah sepertiku.”

Nala bukannya seorang yatim piatu. Dulunya, ia seorang anak perempuan bahagia sampai ayahnya mendadak meninggalkannya bersama ibunya. Karena frustasi, ibunya menikahi pria lain dan ‘membuang’ Nala dalam asuhan neneknya di sebuah pedesaan yang jauh.

Sebenarnya, masa lalu Nala adalah cerita pahit yang panjang. Ia bahkan cukup jarang menceritakan masa kecilnya kepada Bram ketika sedang dalam tahap pendekatan. Satu-satunya yang bisa Nala banggakan adalah kedai bubur enak milik neneknya.

Nala membuka topi rajut pria itu, yang kini mengganti posisi Bram. Tampak rambutnya lurus, berbeda dengan suaminya yang memiliki rambut keriting keong.

“Rambutmu lurus.”

“Iya, kenapa? Seksi, ya?”

“Aku bisa mengenyahkanmu, asal kau tahu.” ujar Nala, sebal. “Ceritakan padaku semuanya!”

Pria itu tampak ragu. Ia menimbang seberapa berbahayanya posisi Nala kalau ikut terjebak dalam posisi ini. Tapi, ia juga ingin mencari kakaknya.

Setidaknya kalau aku berpura-pura menjadi suaminya, aku bisa melindunginya untuk kakakku, pikirnya.

Setelah itu, pria itu pun memulai ceritanya. Bram adalah seorang agen yang sudah pensiun. Sebenarnya, ia pernah menangani suatu kasus yang melibatkan sebuah gembong narkoba besar yang susah dilacak. Setelah Bram berhasil menaklukan orang nomer dua di organisasi itu, Bram memilih pensiun karena alasan pribadi.

“Apakah itu ada hubungannya dengan menikahiku?” tanya Nala.

“Jangan GR! Aku tahu dia memang ingin pensiun karena ingin punya bengkel sendiri dan hidup tenang.”

Nala berusaha keras untuk tidak meninju pria itu demi mendengar lanjutan ceritanya.

Pria itu melanjutkan ceritanya. Bram menjadi agen sejak lulus SMP. Sebenarnya dia memang dididik untuk menjadi agen. Bahkan, ia diarahkan untuk mengambil banyak kelas keterampilan termasuk mengambil gelar untuk itu.

Gelar aslinya hanya 2. Sisanya, adalah gelar palsu. Bram pernah selama 2 tahun menjadi seorang dokter hewan demi menyusup di suatu organisasi penyelundupan hewan langka.

“Aku tahu itu.” potong Nala. “Bram pernah memberitahuku kalau pernah dibiayai oleh sosok misterius yang pendapatannya naik-turun.”

Pria itu terdiam. Ia tak tahu harus melanjutkan ceritanya dengan kalimat apa. Ia pikir, sepertinya kakaknya sudah memberi gambaran lain soal panti asuhan dan asal-usul pembiayaan mereka.

Kini, ia berusaha untuk berhati-hati agar tidak membuat Nala berpikir yang tidak-tidak terkait masa lalu mereka sebagai kakak beradik.

“Umur asli Bram, berapa?”

“Kau pikir berapa?”

“50 tahun?”

“Kau ini bodoh, ya?”

Nala menghela nafas lega. Setidaknya, ia tahu kalau tidak sedang menikahi seseorang yang berusia sama dengan ibunya.

“Singkatnya, organisasi narkoba ini sudah mengakar di negeri ini, dan sudah menewaskan banyak agen sejak kakakku memasukkan salah satu orang pentingnya ke penjara. Kakakku dipanggil oleh pusat, dan dalam waktu 3 hari, kakakku tidak bisa dihubungi lagi. Lalu aku diarahkan untuk mencari tahu. Sampailah aku disini.”

“Apa ada kemungkinan aku akan dibunuh setelah aku mengetahui fakta ini?” tanya Nala.

“Tentu saja.”

Nala terhenyak. Sebenarnya, kenapa Tuhan memberikan kehidupan yang pelik dan rumit begini padanya.

“Aku jadi Bram, kan?”

“Apa?”

“Kalau begitu, aku suamimu kan?”

Nala menatap pria itu dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dilihat bagaimanapun, pria itu memiliki perawakan yang sama dengan suaminya, bahkan garis wajah yang mirip. Yang membedakan hanya rambut dan warna kulit Bram yang lebih gelap.

“Tapi aku akan membunuhmu kalau kau berani menyentuhku.” ancam Nala. “Kita harus mencari Bram, bagaimanapun caranya.”

“Ya, oke. Terserah padamu saja.”

Nala teringat sesuatu. Lalu, ia beranjak. Mencari di sekitar ruang tamu, dan kembali lagi ke ruang tengah.

Nala menyodorkan surat dari Bram kepada pria itu. “Kau tahu apa maksud metafora ini?”

Pria itu nampak serius membaca surat dari Bram. “Ya, aku tahu. Tapi, kau tanya saja kepada kakakku langsung. Pantang menyebutkan nama asli seorang agen saat sedang bertugas.”

“Eh? Di surat itu ada nama aslinya?” Nala merebut surat itu dan membacanya lagi. Namun, Nala tidak menemukan apapun.

“Sky.” kata pria itu.

“Apa?”

“Sky adalah kode kakakku sebagai agen. Sedangkan aku Blue.”

Sky, pikir Nala. Nama yang bagus dan sangat Bram sekali.

“Blue, nama organisasi narkoba itu.. apakah Elang Grup?”

Blue tampak terkejut. Keringat dingin mengalir disekitar pelipisnya. Ia khawatir kalau-kalau kakaknya tak sengaja membeberkan rahasia saat mabuk pada Nala. “Kau.. Bagaimana kau mengetahuinya? Apa Sky pernah memberitahumu sesuatu tentang Elang Grup?”

Nala menggeleng pelan. “Aku pernah menemukan.. sesuatu.”

Blue mendesah kesal. “Oh, kau mengutil ya?”

Nala melempari Blue dengan boneka Kokeshi, mainan Bayu. Tentu saja Blue dengan cepat mengelak.

“Aku pernah menemukan sebuah dokumen yang berstempelkan nama perusahaan itu. Tapi, bukankah Elang Grup sebuah perusahaan makanan terkenal?” tanya Nala. “Tidak ada yang aneh dengan perusahaan itu. Bahkan beberapa kali muncul diberita bahwa mereka sudah banyak memberikan bantuan untuk anak-anak, termasuk ke panti asuhan.”

Rahang Blue mengeras. Tampaknya ia sudah cukup marah. “Tapi mereka banyak membunuh orang dan anak-anak juga, sebenarnya.”

Nala terdiam. Ia sudah muak dengan segala hal yang terjadi di hidupnya. Dulu, ia pasrah saat ditinggalkan oleh ayah, ibu dan neneknya. Sekarang, ia tak mau lagi ditinggalkan siapapun.

“Blue..” panggil Nala. Dadanya bergemuruh. Matanya menyala-nyala. Hatinya berkobar karena marah. Siapa yang dengan berani merebut suaminya yang penyayang? Siapa yang berani menculik suaminya yang takut serangga?

Nala sudah bertekad. “Ayo, kita cari Bram!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dina0505
hati2 Nala jangan sampai permintaan kamu jadi Boomerang untuk diri kamu sendiri
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status