Menaklukkan wanita itu mudah, cukup kuasai pekerjaan yang mereka anggap hanya untuk mereka."Jika kamu dapat menidurinya dalam waktu satu minggu, aku berikan mobil kesayanganku!"Ronald menyeringai saat selesai membaca pesan dalam ponselnya. Tidak sia-sia ia memberikan tempat kepada seorang buronan yang datang kepadanya beberapa bulan yang lalu."Deal," ucap Ronald sambil mengetik kata yang bersamaan di ponselnya.Siapakah yang dimaksud oleh pengirim pesan tadi? Tentu saja Kiran. Kiran adalah salah satu alasan Ronald berada di sini. Awalnya ia tidak menyangka Zainab secara tiba-tiba menghubungi dan memintanya datang ke rumah.Ronald pun datang ke rumah Zainab. Saat itu ia hanya berpikir Zainab akan memintanya memasak untuk acara kumpul-kumpul keluarganya. Namun, ternyata Zainab memintanya untuk bekerja di rumah Lukman.Zainab pun memastikan agar Ronald tidak perlu memusingkan masalah bayaran. Ronald akan mendapatkan gaji dua kali. Gaji dari Lukman dan juga dari Zainab. Selain itu, Za
Satu minggu berlalu dan dirinya tak juga takluk padaku.Mata Ronald selalu mengekori Kiran yang sedang membuat jus untuk Yoga. Kini keinginannya berubah menjadi amarah. Apa kekurangan dirinya dibanding Lukman? Dari usia, jelas dia lebih unggul karena jauh lebih muda dari Lukman. Soal wajah, tak perlu diragukan, darah bule mengalir dari ibunya tentu menjadikan wajah Ronald adalah impian setiap perempuan.Cinta? Ya, mungkin itu yang menjadi penghalang dirinya mendekati Kiran. Ada laki-laki lain dalam hati wanita itu. Ronald jelas dapat melihat wajah Kiran yang begitu mendamba saat memandang Lukman."Sial," umpat Lukman sambil membanting spatula ke dalam wastafel pencuci piring.Baru kali ini ia merasa dirinya sangat menyedihkan. Bahkan saat ini Kiran sama sekali tidak melihat ke arahnya sedikit pun.'Kamu akan aku cicipi, Kiran. Pasti! Malam ini. Apapun caranya.'*****"Tau ga? Kemaren pas kita main basket, aku dengar suara-suara aneh lagi dari paviliun belakang rumah," ucap Andika samb
Kiran mengerjapkan mata berkali-kali. Kepalanya masih terasa berputar. Sebelum berhasil mengingat apa yang terjadi, Kiran mendapati dirinya berada dalam keadaan terikat di atas ranjang dan mulut disumpal."Hmmp ... Hmmmp."Berkali-kali Kiran mencoba berteriak, tetapi tidak berhasil.Hari telah gelap. Hanya sedikit cahaya yang Kiran dapatkan dari sebuah jendela yang berada di ruangan itu. Kiran menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia mencoba mengenali tempat di mana ia berada. Sebuah kamar. Di dalam paviliun. Kiran berhasil mengingat kejadian sore tadi. Termasuk kelakuan Ronald."Hmmmmp ...."Kiran menjerit saat melihat beberapa ekor hewan yang paling menjijikan bagi Kiran muncul di hadapannya.Beberapa tikus mencicit dan berlari ke sana ke mari. Mereka tidak ragu berada di atas bahkan menggigit tubuh Kiran.*****Lukman tiba di rumah tepat saat makan malam. Ia sekuat tenaga menantang diri sendiri untuk menepati janji yang telah ia buat.Yoga berjalan menghampiri Lukman yang baru saja turun d
Ronald menyeringai. Melihat Kiran meronta membuatnya semakin pongah. Tak ada lagi wanita sombong yang menolak dirinya. Kini di hadapannya hanya ada seorang wanita dengan tangan dan kaki terikat di tiap sudut-sudut ranjang.Kiran tetap berusaha menjerit sekuat tenaga. Memaki Ronald, menangis, memohon agar Ronald menghentikan perbuatan nista itu. Namun, Ronald tak peduli. Ia terus maju menghampiri Kiran dan duduk di samping Kiran.Ronald menyentuh wajah Kiran dengan jari telunjuk. Mulai dari kening, hidung hingga ke seluruh wajah Kiran.Kiran berusaha keras menjauhkan wajah dari laki-laki brengsek itu. Namun, usahanya percuma ikatan pada tangan dan kakinya sangat kuat."Ah, sayang sekali. Kenapa tikus-tikus itu membuat kulitmu terluka seperti ini? Seharusnya hanya akulah yang membuatmu berdarah-darah malam ini."Ronald menyukai reaksi Kiran. Wanita itu sama sekali tidak menutup mata sedikitpun. Ronald kembali tertawa sinis. Ia meletakkan tas yang ia bawa, kemudian mengeluarkan beberapa
Kiran melepaskan semua alat bantu laknat yang dipasang Ronald dari tubuhnya. Badannya terasa amat sakit, tulang seakan remuk, tetapi hatinya ratusan kali terasa lebih hancur. Walau Ronald belum sempat menidurinya, tetapi tetap saja lelaki bejat itu telah melecehkan tubuhnya dengan berbagai alat yang belum pernah ia lihat sebelumnya.Kiran segera merapikan pakaiannya dan berjalan ke arah kamera yang Ronald pasang. Kiran sama sekali tidak mengerti tentang kamera yang ada di depannya. Saat mencoba mematikan kamera, ia tidak sengaja menekan tombol yang membuat video yang baru saja direkam terputar.Tubuh Kiran gemetar hebat. Ia jatuh terduduk di lantai. Ia melihat apa saja yang telah Ronald lakukan. Ia mendengar dengan jelas kata-kata kotor dan juga hinaan yang tadi Ronald lontarkan kepadanya. Kiran bukanlah seorang perempuan lemah. Kiran menutup kedua telinga dan berteriak sekencang-kencangnya. Malam ini ia tahu bahwa dirinya berada di ambang batas pertahanan diri. Sekuat apapun Kiran
Lukman meletakkan Kiran di atas ranjang. Ia segera memasang selimut pada tubuh Kiran. Anak-anak berdiri di tepi ranjang. Mereka tidak tahu apa yang telah menimpa Kiran. Mereka hanya tahu, Kiran terjebak dalam kebakaran di paviliun."Mbak Kiran kenapa ke paviliun sih? Di sana kan sereeem?" ucap Yoga, sambil terisak.Diandra dan Andika saling tatap satu sama lain. Mereka merasa ikut bersalah karena mereka yakin bahwa Kiran pasti memeriksa keadaan paviliun berdasarkan percakapan mereka kemarin.Lukman duduk di lantai, menatap wajah Kiran. Ia merasa sangat menyesal atas kejadian yang menimpa Kiran. Seharusnya dari awal ia bersikap tegas menolak permintaan Zainab untuk menerima Ronald bekerja di rumahnya.Lukman mengepalkan kedua tangannya, ia bertekad akan mencari Ronald sampai ke lubang semut. Ia juga tidak bisa berjanji akan membiarkan Ronald menghabiskan sisa hidup di dalam penjara. Jika Lukman berhasil menemukan lelaki itu, ia tidak akan membiarkan lolos kembali, ia akan menghabisi hi
Lukman melangkah ke kamar Kiran. Kiran masih meringkuk di sudut kamar. Sedangkan ranjang di kamar itu ditempati oleh anak-anaknya. Ia juga melihat salah satu karyawan perempuannya tertidur, menggelar kasur di lantai, tidak jauh dari posisi Kiran.Lukman mendekati Kiran secara perlahan. Ia melihat mata wanita itu terpejam. Lukman bisa melihat ada gurat kelelahan bercampur kesedihan di wajah Kiran. Wajah itu membuat hati Lukman remuk. Sekali lagi, ia tidak dapat melindungi orang-orang yang berada di dekatnya.Lukman akan berusaha sebisanya untuk menyembuhkan Kiran. Bagaimana pun, Kiran pernah menyelamatkan anak-anaknya."Kamu harus kuat, Kiran," ucap Lukman pelan hingga tak ada seorang pun yang mendengarnya.Lukman keluar kamar Kiran, masih dengan langkah kaki yang pelan tanpa suara. Di luar kamar, ia bertemu dengan Ning."Ning," panggil Lukman."Ya, Pak.""Saya mau minta tolong sama kamu."Wanita berusia empat puluhan awal itu menganguk."Tolong jaga Kiran. Siang dan malam. Mudah-mudah
Kiran terbangun dari tidur meringkuknya. Rasa takut menghampiri. Ia tak sanggup menggerakkan badan bahkan ia tak sanggup memandang anak-anak yang berada di depannya."Mbak Kiran," sapa Yoga.Suara Yoga, membuat Kiran semakin merapatkan diri ke dinding."Aku sudah mandi dong. Tadi cari bajunya sendiri," ucap Yoga."Boong, Mbak. Dibantuin sama Mbak Ning tadi," timpal Andika.Kiran menutup kedua telinga, membuat anak-anak bingung. Ning segera meminta anak-anak pergi ke meja makan untuk sarapan karena melihat reaksi Kiran seperti itu. Anak-anak pun menurut."Mbak Kiran. Kita sarapan dulu, yuk," ajak Ning dengan suara berhati-hati.Kiran menatap ke arah Ning. Reaksinya berbeda saat mendengar suara laki-laki dan perempuan. Ia lebih bisa menerima kehadiran sosok perempuan di dekatnya.Berbeda dengan sosok laki-laki. Rasa takut menyergapnya seketika jika mendengar suara laki-laki. Ia merasa bahwa suara laki-laki itulah yang telah melecehkan dirinya. Kini ia berpikir bahwa semua laki-laki akan