Share

4 Ada Yang Janggal

Penulis: Miss_Pupu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-18 19:19:47

"Mengapa kamu bertanya soal, Rani? Anak itu sudah dua hari tak pulang. Dia berkata akan menginap di rumah kamu," jelasku pada mantan suamiku yang juga Papah kandung Rani. Aku bicara dengan nada suara datar. Aku tak bisa ramah pada mantanku itu. Apalagi mempersilahkan masuk ke dalam rumah, tentu tak akan mungkin kulakukan.

Isi dadaku merasa cemas. Kalau mantanku itu mencari ke sini, lantas Rani ke mana? Bola mataku memutar ke arah kiri dan kanan saat benak ini berpikir.

"Saya sudah beberapa bulan tak bertemu, Rani. Maka dari itu ingin bertemu dan mencarinya ke sini." Mantan suamiku tampak ketus.

"Kamu jangan pura-pura, Mia. Jangan halang-halangi saya untuk bertemu, Rani. Dia anak saya dan jangan pernah kamu memberi jarak antara Ayah kandung dan anak!" imbuhnya dengan tegas bernada keras sedikit mengancam.

Aku tak lagi terkejut. Mantan suamiku memang arogan. Aku bahkan bisa lebih tegas lagi darinya.

"Rani tidak ada di rumah. Saya tidak bohong kok. Satu hal yang harus kamu tahu ya, saya tidak pernah melarang Rani bertemu kamu!" tegasku seraya berkacak pinggang.

Aku segera menutup pintu dan menguncinya usai memberikan ketegasan pada mantanku itu. Aku masih berdiri di balik pintu. Aku harap papahnya Rani tak berusaha menggedor pintu. Aku tidak mau memancing keributan. Aku tidak enak pada tetangga. Terlebih suamiku tak ada di rumah.

Rasa di dalam dadaku kian tak karuan. Lalu aku mengintai dari balik jendela melihat ke arah depan saat di luar tak lagi ada suara.

Aku menghela napas lega, saat mantan suamiku akhirnya pergi.

"Huhh! Akhirnya dia pulang juga," desisku. Aku duduk di sofa ruang tamu sendirian. Mengambil ponsel di dalam saku dasterku.

Segera kuusap layar ponsel dan kuhubungi Rani detik ini juga. Aku penasaran, kemana dia pergi selama dua hari dua malam ini. Alasannya ke rumah Papah kandung tentu saja bohong saat kedatangan mantan suamiku baru saja.

Aku menempelkan benda pipih itu pada telingaku. Namun sayang, nomor yang aku tuju rupanya tidak aktiv.

"Aarrgghh! Kemana kamu, Rani!"

Rasa gejolak di dalam dada kembali memanas. Aku selalu dibuat kesal oleh anak itu. Sering keluyuran, pulang malam, terakhir menemukan kondom di kamarnya. Bahkan yang lebih parahnya, sudah dua hari dua malam dia tak ada di rumah.

Sudah beberapa kali aku menelphone Rani akan tetapi usahaku tetap saja nihil. Aku berubah haluan dengan menghubungi Mas Fery saja. Aku harap suamiku belum tidur karena ini baru saja pukul delapan malam.

"Hallo, Mas!" Aku segera menyapa saat akhirnya Mas Fery menjawab sambungan telephone dariku.

"Iya, Mia. Ada apa?" Suara Mas Fery bertanya dengan nada datar.

"Mas, kamu kapan pulang?" Aku segera bertanya lagi.

"Besok juga pulang. Ada apa sih?" Mas Fery terdengar kesal.

"Rani sudah dua hari tidak pulang, Mas. Aku khawatir sama dia," ungkapku menceritakan kecemasan pada Mas Fery.

"Bukannya dia menginap di rumah papahnya kan? Sudahlah tak usah khawatir!" tegas suamiku ketus. Mungkin karena aku telah membuat dia kesal karena mengganggu malam-malam.

Eh tunggu, Mas Fery tahu dari mana kalau Rani izin menginap di rumah papahnya? Padahal aku belum cerita. Ah ya sudahlah, mungkin Rani yang cerita.

"Tidak, Mas. Rani tidak ada di rumah papahnya!" tukasku.

"Ya sudah, tunggu saja dia pulang. Aku sibuk!" Sepertinya Mas Fery tak mau berlama-lama bicara denganku.

"Ya sudah. Maaf ya, Mas. Kalau aku ganggu."

Mas Fery kemudian mengakhiri percakapan kami tanpa berucapkan pamit. Biasanya suamiku tak seperti ini. Perhatiannya semakin hari terasa semakin berkurang. Apalagi sudah hampir dua bulan dia tak pernah menjamah tubuhku. Dia sering terlihat lelah, mungkin karena pekerjaan yang menumpuk dan aku bisa memaklumi. Tapi, apa bisa seorang pria beristri mampu menahan syahwat selama dua bulan?

Ah apa-apaan aku ini. Pikiranku benar-benar tidak karuan. Aku mengusap kasar wajahku kemudian memilih kembali ke kamar dan tidur saja. Semoga saja besok Rani sudah bisa dihubungi nomor telephone-nya.

***

"Kamu dari mana? Mamah berusaha menelephone tapi ponsel kamu terus saja tidak aktiv."

Aku segera mencerca pertanyaan pada anak gadisku. Dia baru saja pulang, tak lama setelah kepulangan Mas Fery.

Rani mematung di depanku dengan wajah kesal. Aku yakin dia sedang mencerna alasan untuk menjawab pertanyaanku.

"Kenapa harus bertanya lagi. Aku dari rumah Papah, Mah!" jawab Rani dengan tegas. Bisa-bisanya dia mempertegas kebohongannya.

"Kamu bohong! Mamah sudah tahu kalau kamu tak pernah menginap di rumah Papah kamu!" Aku benar-benar kesal dengan anakku. Entah akhir-akhir ini dia terus saja membuat aku merasa kesal.

"Kamu terus saja berbohong pada, Mamah. Apa sih yang ada dalam pikiran kamu? Mau jadi apa kamu. Keluyuran sampai tak pulang-pulang!" imbuhku dengan nada suara yang naik satu oktav.

Namun belum sempat Rani menjawab pertanyaanku, di waktu yang bersamaan pula Mas Fery memotong pembicaraan kami. Dia baru saja keluar dari kamar saat aktivitas mandinya telah selesai.

"Sudahlah, Mia! Rani baru saja tiba, kamu terus saja bertanya dengan keras. Dia mungkin cape. Beri dia waktu untuk menjelaskan alasannya!" Mas Fery membela Rani. Dia bahkan membiarkan Rani untuk masuk ke dalam kamarnya dan menghindari pertanyaanku.

"Mas, Rani itu anak gadis. Wajar kalau aku bertanya saat kepergiannya sangat tidak jelas!"

"Aku khawatir anakku bergaul dengan orang yang salah! Aku tidak mau gagal mendidik anakku!" tegasku pada Mas Fery. Kali ini aku tak suka saat dia terlihat melindungi kesalahan Rani.

"Tapi kamu juga harus tahu waktu. Kamu bisa kan bicara baik-baik? Tak usah bernada suara tinggi, karena aku tak suka mendengarnya!"

Mengapa Mas Fery yang malah memarahiku? Aku benar-benar dibuat aneh siang ini.

Tak lama, Rani keluar dari dalam kamar dengan membawa gembolan tas yang entah apa isinya.

"Mau kemana lagi kamu?" Aku segera bertanya pada Rani.

"Aku akan pergi dari rumah ini!" jawab Rani tampak murka.

Mengapa malah dia yang marah? Harusnya aku yang marah. Rani benar-benar telah berubah. Sikapnya bahkan menjadi pembangkang.

"Apa-apaan kamu! Mau pergi kemana? Kamu bahkan baru saja tiba setelah dua hari dua malam entah tidur dimana!" Dengan kesalnya aku membentak Rani.

Namun bukannya takut, Rani malah membalas tatapanku lebih tajam dan berbicara lebih keras dari nada suaraku.

"Aku sudah tidak betah tinggal bersama, Mamah! Banyak aturan dan seperti hidup di dalam penjara. Apalagi sekarang, Mamah telah berani memasang CCTV di kamarku. Mamah pikir aku anak bayi yang harus dipantau setiap detiknya?!" Rani berbicara dengan hardiknya.

Apa! Dari mana Rani bisa tahu menganai CCTV itu? Bukankah tak ada yang tahu mengenai kamera pemantau itu selain aku, Mba Parni dan Mas Fery. Kamera pemantau itu bahkan terpasang di sudut yang tak bisa Rani ketahui.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (15)
goodnovel comment avatar
Alfia Innayati
malas juga bacanya
goodnovel comment avatar
L W
"mengapa kamu bertanya soal Rani?" bukan "mengapa kamu bertanya soal, Rani?" bikin pusing orang baca aja!
goodnovel comment avatar
Yuni
blm jauh membaca udh ketebak jadi mls baca nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   334 Happy Ending

    Siang ini 40 hari sudah setelah kelahiran Yusra dan Yumna. Kediaman Yusuf nampak dipenuhi bunga serba putih. Semua dekorasi serba putih. Ini bukan sedang berpesta, melainkam sedang ada acara aqiqah si kembar Yusra dan Yumna.Dua bayi kembar yang lucu yang memakai pakaian muslim ala-ala bayi, sudah dibawa pengasuhnya masing-masing ke tengah-tengah pengajian. Sebagai rasa syukur yang luar biasa pada Tuhan, Yusuf dan Mia menggelar acara pengajian sekaligus aqiqahan untuk bayi kembarnya. Bukan hanya itu, Yusuf dan Mia juga mengadakan santunan anak yatim yang diundang dari salah satu panti asuhan yatim piatu di kota Jakarta. Yusuf berharap, anak-anak yang kurang beruntung itu bisa merasakan kebahagiaan yang kini tengah dia rasakan.Kediaman Zubair dipenuhi banyak jamaah pengajian dan anak yatim piatu yang hadir. Mereka membacakaan dzikir dan puji-pujian. Menggunting rambut si kembar Yusra dan Yumna secara bergantian.Seperti ada cahaya yang terpancar pada bayi kembar Yusra dan Yumna kali i

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   333 Hijrah

    Benar saja dengan apa yang sudah ditebak sebelumnya. Kediaman Zubair nampak ramai oleh suara tangisan bayi yang silih berganti. Sudah menjadi kebiasaan bayi yang pusarnya belum copot memang agak rewel. Akan tetapi Mia nampak piawai menghandle. Mungkin karena bukan yang pertama kalinya, jadi Mia sudah paham.Bayi kembar yang mungil nampak anteng apabila dalam gendongan Mia. Mungkin karena bayi kembar itu merasakan kenyamanan saat berada di dekat orang tuanya."Kenapa kalian tidak bisa menghandle? Bukankah kalian sudah pengalaman sebagai baby sitter! Dimana keahlian kalian?!" Suara Yusuf terdengar mengeras di kamar anaknya. Dia bicara pada dua pengasuh anaknya."Sstt! Mas, jangan begitu dong." Mia meluruskan jari telunjuknya di depan bibir.Rupanya Yusuf tengah memarahi dua baby sitter anaknya yang tampak tak bisa menghandle tugas. Dua anak kembar Mia dan Yusuf hanya bisa anteng dan tak menangis saat berada dalam dekapan mamanya."Habisnya mereka salah, Sayang. Kamu kan belum benar-bena

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   332 Bayi Kembar Datang

    Banyak sekali yang harus dipelajari Mia setelah operasi. Mulai dari belajar tidur miring kiri miring kanan, belajar bangun sendiri kemudian sampai berjalan.Yusuf mendukung Mia yang belajar dengan antusias. Saat ini bahkan Mia sudah berada di ruangan rawat inap. Banyak sekali perjuangan yang telah dia lakukan untuk anak kembarnya.Mia juga mulai memberikan asi pertamanya untuk kedua anak kembar, meski pun belum ada asi putih yang keluar. Anak kembar itu juga akan dibantu susu formula karena asi Mia belum keluar dan mungkin tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dua anak kembar."Sayang, anak kita cantik dan tampan ya. Mirip sekali dengan wajah mamanya. Mamanya cantik sih, jadi anaknya juga cantik dan tampan," kata Yusuf tanpa bisa berhenti menatap wajah anak kembarnya. Rasa syukur pada Tuhan pun ia ungkapkan berkali-kali atas rasa bahagia yang sangat luar biasa."Papanya juga tampan, Mas. Makanya saya jatuh cinta," balas Mia pada suaminya. Dia kini sudah bisa berbicara."Masa sih?" Y

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   331 Melahirkan

    Saat ini Mia masih berada di ruang rawat inap. Operasi akan dilakukan besok siang pukul sepuluh pagi. Mia tengah beristirahat membaringkan tubuhnya di atas bed pasien."Sayang, perutnya masih sakit?" Yusuf mengusap kening istrinya. Ia duduk di kursi yang ada di dekat ranjang. Dalam benaknya berkecamuk rasa. Khawatir cemas bercampur jadi satu. Apalagi saat melihat wajah Mia yang terlihat layu."Tak terlalu sakit, Mas. Semoga besok pagi operasinya lancar ya." Suara Mia terdengar lemas. Yusuf mengecup kembali kening Mia. "Sayang, tentu saja saya do'akan semoga operasinya lancar. Kamu dan bayi kita selamat. Kamu harus semangat dan kuat, karena ini adalah impian kita berdua," ia menyemangati."Iya, Mas. Saya akan berjuang. Saya akan semangat," balas Mia.Sejujurnya Yusuf tidak tega melihat Mia yang tiba-tiba meringgis kesakitan. Namun, jadwal caesar memang sudah ditentukan dan surat perjanjian sudah ditanda tangani. Ia tak tega melihat istrinya kesakitan. Andai tak malu dengan diri sendir

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   330 Tiba-tiba Sakit Perut

    Yusuf dan Mia telah sampai di depan rumah sakit. Mereka langsung duduk di kursi tunggu karena nomor antrian telah diambilkan oleh anak buahnya.Yusuf mengusap perut Mia. Walau di depan banyak orang, Yusuf tak mau perduli. Rasa sayangnya pada Mia menutup matanya dari orang-orang yang ada di sekelilingnya."Nyonya Mia Lestari!"Saat namanya dipanggil, Mia dan Yusuf langsung berdiri. Dia segera masuk ke ruang Dokter kandungan.Setelah ditanya-tanya sebentar, Dokter langsung menyuruh Mia berbaring di atas bed pasien. Perut buncitnya dioleskan cairan dan alat USG langsung ditempelkan pada perut Mia.Bola mata Yusuf seketika berkaca-kaca melihat calon anaknya pada layar monitor."Selamat ya, Pak. Tuhan memberikan bayi kembar. Sepertinya jenis kelaminnya sepasang ni," kata Dokter sambil terus menempelkan alat USG di perut Mia. Sementara layar monitir menampilkan hasilnya."Apa! Kembar, Dok?" Yusuf terbelalak. Pun dengan Mia yang terkejut."Serius, Dok?" Timpal Mia. Mulutnya sedikit terbuka k

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   329 Pulang

    Pagi hari di cappadocia.Sinar matahari telah masuk menerobos jendela kamar. Keduanya masih asik dalam mimpi indah usai bergelut dalam permainan panas semalam.Mata Mia menyipit saat mulai membuka kelopak matanya. Ia sadar dari mimpi indah semalaman tadi. Ia terkejut saat sadar telah bangun keiangan."Ya ampun! Kesiangan!" Mia bangkit dari tempat tidur. Dia bahkan masih memakai lingerie berwarna silver sisa semalam. Ia menuju kamar mandi dan akan segera membersihkan tubuhnya.Perut mulusnya mulai terlihat membuncit. Mia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang terlihat basah. Sepertinya harus segera dikeringkan. Melihat ke atas ranjang, Yusuf tampak masih terlelap dalam tidurnya. Cuaca dingin membuat suami Mia tampak nyaman di balik selimut tebal yang menutupi tubuhnya yang hanya memakai bokser saja."Sayang, jam berapa?" Suara serak pria yang masih terbaring di atas ranjang, tampak membuka sedikit kelopak matanya. Terlihat kelelahan."Sudah siang, Mas. Cepetan mandi. Katanya mau ng

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   328 Cappadocia

    Satu bulan kemudian."Mas, koper punya saya mana?" Mia mencari koper miliknya. Mereka kini dalam perjalanan menuju bandara. Perut Mia kali ini sudah terlihat menonjol ke depan. Semakin nampak kalau dia tengah hamil.Sejak satu minggu yang lalu semua telah dipersiapkan. Mulai dari tiket, paspor dan perlengkapan yang lainnya. Yusuf juga telah konsultasi ke Dokter kandungan Mia. Beruntung janin yang ada dalam perut Mia dalam keadaan sehat dan bisa diajak jalan-jalan ke luar negri."Sepertinya sudah dimasukan Ijah ke dalam bagasi," jawab Yusuf menerka saja. Padahal dia tak terlalu yakin. Ia mengusap kening mengiyakan saja dari pada salah. Maklum semenjak hamil, Mia jadi sering baperan dan Yusuf paham akan hal itu."Baguslah, Mas. Soalnya saya tak melihatnya tadi. Mungkin karena Ijah telah merapihkannya." Mia bergelayut manja di dada bidang milik suaminya. Sementara supir yang mengemudikan mobil tetap fokus ke jalan raya.Bersamaan dengan itu ponsel Mia nampak berdering ada panggilan masuk

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   327 Naik Daun

    Hampir satu jam Yusuf mengantri di cafe martabak itu. Dia memijat pelipis karena baru kali ini dia rasakan rasanya menunggu sungguh membosankan."Mas, apa masih lama?" Akhirnya memberanikan diri bertanya karena sudah merasa kesal."Sebentar lagi kok, Pak. Hanya tinggal satu orang lagi," jawab pelayan cafe dengan ramahnya."Oke baik." Yusuf memutuskan untuk menunggu lagi. Semua itu semata-mata demi sang istri tercinta yang tengah mengandung buah hatinya.Dengan tambahan waktu lima belas menit akhirnya dua dus martabak pesanan Mia telah selesai dibuat dan kini sudah berada dalam genggaman. Yusuf segera kembali ke rumah. Dia sudah tidak sabar ingin melihat senyuman istrinya malam ini. Apalagi imbalannya yang akan menengok dede bayi dalam kandungan, tentu saja semakin membuat dia semangat.Perjalanan malam ini sangat cepat karena suasana jalanan yang sepi Yusuf tiba di rumah lebih cepat. Ia segera masuk ke kamar menenteng dus martabak pesanan istrinya."Sayang, ini pesanan kamu." Yusuf me

  • Suara Desahan di Kamar Anakku   326 Hamil

    Sampai satu hari berganti, keadaan Mia masih saja tetap sama. Tubuhnya lemas ia tak berdaya. Mual muntah. Setiap kali ada makanan yang masuk maka kembali ia muntahkan.Yusuf yang siaga, segera membawa istrinya ke Dokter. Ia tak akan membiarkan Mia kesakitan.Yusuf kini tengah memunggu di depan ruang pemeriksaan. Salah satu perawat memanggilnya atas perintah Dokter. Dia segera menghadap dan duduk di kursi yang berseberangan dengan Dokter."Selamat, Pak!" Dokter wanita berlesung pipit itu menyodorkan tangannya ke hadapan Yusuf. Yusuf mengernyitkan dahi saat Dokter yang telah memeriksa istrinya itu malah mengajak berjabat tangan."Selamat untuk apa, Dok?" Yusuf kemudian bertanya karena tak paham."Selamat karena Bu Mia positif hamil. Sebentar lagi Pak Yusuf akan jadi seorang Ayah," jelas wanita berjas putih itu.Tentu saja Yusuf menyeringai senang mendengar berita yang baru saja di dengarnya."Apa!" Yusuf langsung beranjak menghampiri Mia yang duduk di atas ranjang rumah sakit usai dipe

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status