Share

5 Penyelidikan

Aku tersentak mendengar ucapan Rani. Kali ini bicaranya sudah melampaui batas. Aku menggelengkan kepala. Merasa tak percaya.

"Kamu berani melawan Mamah, Rani! Kamu tidak sadar, semua yang Mamah lakukan hanya demi kebaikan kamu!" tegasku kepada Rani.

"Tidak! Yang ada dalam pikiran Mamah hanya mementingkan urusan pribadi saja. Uang jajanku bahkan diatur. Kehidupanku pun seperti di dalam pernjara. Banyak peraturan. Lebih baik aku pergi. Aku cape dengan, Mamah!" Rani tampak menarik menggendong tasnya. Ia akan segera pergi. Namun langkahnya segera aku tahan dengan menarik pergelangan tangannya.

Kali ini, Mas Fery hanya diam dan menjadi penonton. Padahal biasanya, dia selalu melerai saat terjadi pertengkaran diantara kami. Dia seperti mendukung kepergian anakku kali ini.

"Tunggu, Rani!" tahanku. Sebagai seorang Ibu, tentu aku tak akan membiarkan Rani pergi tanpa tujuan.

"Lepas!" Rani menghempaskan genggaman tanganku.

"Aku tidak mau lagi tinggal bersama, Mamah. Jangan cari aku karena aku sudah dewasa. Aku berhak memilih tinggal bersama siapa pun!" Rani segera melanjutkan langkahnya dengan cepat meninggalkan rumah.

"Rani, tunggu!"

Suara panggilanku bahkan tak dihiraukan lagi olehnya. Isi dadaku terasa sakit. Air mata bahkan menetes begitu saja di pipi tanpa bisa ku bendung.

"Sudahlah, Mia. Biarkan Rani memilih jalannya sendiri. Itu karena kamu sendiri yang terlalu keraa dalam mendidik anak." Mas Fery membuka suara. Ia segera masuk ke kamar tanpa perduli dengan isak tangis dan kesedihan yang aku rasakan.

Aku segera mengusap pipi yang basah ini dengan tangan kosong. Berusaha menenangkan diri dengan mengatur napas. Namun saat membalikan badan, aku melihat Mas Fery telah rapi dengan tas selempang dan kunci mobil pada jemari tangannya.

"Kamu mau kemana lagi, Mas?" tanyaku dengan selidik. Tak bisakah dia menemaniku dalam keadaan sedih seperti ini.

"Aku ada urusan," jawab Mas Fery cuek. Ia langsung berjalan ke luar menuju kendaraan roda empatnya.

Aku segera mengejar Mas Fery.

"Mas, kamu baru saja tiba di rumah. Sekarang malah mau pergi lagi. Tidak bisakah kamu di rumah sebentar saja?"

Mas Fery tak perduli dengan pertanyaanku. Dia tetap dengan langkahnya. Masuk ke sedan hitamnya dan langsung menyalakan mesin mobilnya.

"Urusanku masih banyak. Kepalaku pusing mendengar ocehan kamu di rumah ini." Mas Fery berkata dengan acuh tak acuh kemudian melajukan kendaraan roda empatnya menjauhi pekarangan rumah.

Aku menggelengkan kepala merasa hari ini bagaikan mimpi. Rani pergi entah kemana, pun dengan Mas Fery yang akhir-akhir ini terlihat acuh padaku. Ada apa dengan keluargaku ini.

Aku menatap langit yang hari ini tampak mendung. Sepertinya akan turun hujan. Pun dengan suasana hati yang terasa kelam.

Aku merogoh saku daster mengambil ponsel pintar yang ada di dalamnya. Aku akan menelephone sahabatku untuk meminta saran.

"Hallo, Mia!" Sahabatku menyapa dengan ramah di ujung sambungan telephone.

"Siska, aku ingin bertemu. Aku sedang ada masalah," ungkapku dengan suara lesu.

"Kamu kenapa, Mia?" Siska terdengar khawatir.

"Kita harus bertemu sekarang. Aku akan kirim lokasi pada kamu ya," pintaku tanpa basa-basi.

"Oke!" Siska mengiyakan. Kemudian sambungan telephone itu berakhir.

Siska memang sahabat dekatku sedari muda dulu. Aku selalu mencurahkan isi hariku padanya. Kini, saat Mas Fery tampak tak perduli lagi denganku, hanya Siska yang bisa aku mintai pertolongan.

Aku segera bersiap-siap. Aku akan bertemu dengan Siska guna mencari jalan keluar atas masalah ini. Namun saat tengah berganti pakaian, sepasang bola mataku melirik pada koper Mas Fery yang belum sempat aku rapihkan. Entah kenapa perasaanku berkata lain tentang isi koper suamiku. Aku merasa penasaran kemudian aku mendekati koper dan membukanya untuk memeriksa isinya.

Awalnya tak ada yang aneh, hanya beberapa pakaian kotor saja. Namun di sela bagian terkecil di dalam koper itu ada benda pipih berwarna merah dengan gambar wanita cantik sebagai logo product. Aku terheran. Kemudian mengambilnya.

Bola mataku dibuat terbelalak saat membawa kalau produt itu adalah sebuah alat kontrasepsi yang biasa digunakan oleh pria dewasa untuk berhubungan intim.

"Kondom!"

Isi dadanya bergemuruh lesu. Sungguh suamiku tak pernah menggunakan alat itu saat berhubungan denganku. Aku bahkan sudah dua bulan tak diberikan nafkah batin oleh Mas Fery.

Aku menggelengkan kepala merasa tak percaya. Kalau memang kondom ini milik Mas Fery, lalu dengan wanita mana dia menggunakannya?

Dengan kondisi tangan yang bergetar, aku membuka dus kecil berbentuk pipih itu. Isinya hanya sisa satu lagi. Degup jantung benar-benar dibuat kencang lagi dengan benda menjijikan ini.

Aku mengusap kasar wajahku. Ingin rasanya marah, tapi aku tak memiliki kekuatan. Kemudian aku segera keluar dari rumah guna bertemu dengan Siska siang ini.

***

Aku duduk kursi kayu berwarna cokelat di sebuah coffe shop yang hanya menempuh jarak dua puluh menit dari rumah. Aku menunggu kedatangan Siska dengan perasaan resah dan isi dada yang menggebu-gebu.

"Hai, Mia! Sorry terlambat." Siska segera menarik kursi di depanku laku duduk di sana. Sepertinya dia sudah bisa menebak dengan wajah frustasi yang aku pasang saat ini.

"Ada masalah apa lagi, Mia? Suami kamu selingkuh?" Siska menerka secara langsung. Dia memang tahu dengan masa laluku.

"Aku tidak tahu, Sis. Aku tak punya bukti," jawabku sudah putus asa.

"Masalah utamanya apa?" Siska memastikan lagi.

Tanpa ragu, aku kemudian menceritakan masalahku dengan Rani, anakku. Aku juga menceritakan penemuan kondom yang mengejutkan di dalam koper suamiku tadi pagi. Sungguh ceritaku ini membuat Siska terkejut.

Siska tampak menggelengkan kepala kemudian diam seraya berpikir.

"Kita harus menyelidiki suami kamu, Mia. Aku curiga dia memiliki wanita simpanan lain," celetuk Siska dengan yakin.

"Tapi bagaimana dengan, Rani. Aku khawatir dia luntang-lantung di jalanan. Dia tak memiliki uang karena uang jajannya aku jarah lima puluh ribu saja sehari," resahku.

"Kamu tenang saja. Rani masih memiliki Papah kandung. Minta bantuan papahnya saja untuk mencarinya," saran Siska. Aku mengangguk pasrah. Walau sudah bisa dipastikan Papah kandung Rani akan menyalahiku.

Banyak sekali rencana-rencana yang aku bahas bersama Siska siang ini. Aku tidak mau terjadi lagi penghianatan dalam rumah tangah ini. Setelah selesai, Siska akan mengantarkanku pulang dengan kendaraan roda empatnya.

Di tengah perjalanan aku menemukan mobil milik Mas Fery masuk ke sebuah hotel. Dengan penasaran aku meminta Siska membuntuti.

"Untuk apa Mas Fery ke hotel ini?" Aku bertanya-tanya dengan perasaan yang resah

"Kita akan lihat, siapa yang keluar dari mobil suami kamu," balas Siska. Kami berdua masih berada di dalam mobil saat sedan Mas Fery berhenti di parkiran utama di hotel itu.

Aku dan Siska benar-benar dibuat terkejut dengan pemandangan kali ini. Bahkan jantungku terasa mau lepas dari sarangnya.

Mas Fery membuka pintu mobilnya, lalu keluar seorang gadis yang sangat aku kenal. Dia adalah Rani. Aku dan Siska tak mungkin salah lihat. Mas Fery dan Rani berjalan seraya bergandengan tangan, lalu masuk menuju lobi hotel.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rina Manuk
jahat ya ,si anak
goodnovel comment avatar
Indah Syi
nah tuuh kecolongan
goodnovel comment avatar
Orchid
betulkan sdh bs ketebak dr alur pertama kalau selingkuh ma anak sambungny
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status