Suara Di Bilik Iparku (50)
**
Pagi ini, aku sudah bersiap dengan segala peralatan dan beberapa tas besar di samping mobil yang telah Oki siapkan. Begitu juga dengan kedua orang tuaku, mereka ikut serta denganku yang hendak pergi dan pindah dari rumah yang telah kuhuni sedari kecil.
Ya, Oki memintaku untuk pindah dari rumah ini supaya Mas Akbar atau siapapun tak dapat lagi menggangguku. Terlebih setelah kemarin pagi Mas Akbar datang ke rumah dan mengganggu mentalku untuk kesekian kalinya.
Kedua orang tuaku pun setuju, mereka sangat tidak nyaman dengan sikap Mas Akbar hingga akhirnya setuju untuk meninggalkan rumah ini dengan segala kenangan yang tersimpan di dalamnya. Bukan tanpa alasan lain pula aku menyetujui perintah Oki, aku merasa jika terus menerus tinggal di tempat ini maka tak akan baik untukku dan janin yang tengah kukandung.
Berbagai pengaruh negatif selalu muncul hingga membuat janinku tak berkembang sesuai usianya. Hal itu pula, membuatk
Aku dan Kekasih Suamiku**"Hai. Kenalkan aku Lusi, kekasih Mas Chandra."Kedua mataku membola, tapi segera kukuasai kesadaranku, "oh, kekasihnya? Kenalkan aku Hanan. Istri sah, sekaligus pemegang semua aset-aset Mas Chandra!"**Rintik hujan masih terdengar di luar sana, aku tengah termenung dengan secangkir teh hangat di tanganku. Hatiku gelisah, sudah waktunya Mas Chandra pulang, tapi sampai hampir Maghrib dia tak kunjung sampai rumah.Berulang kali pula kuhubungi nomor teleponnya, tapi lagi-lagi hanya suara perempuan yang menjawab panggilanku bahwa nomor suamiku tengah berada dalam luar jangakuan. Kemana pria itu? Bahkan aku telah menyiapkan berbagai makanan kesukaannya untuk acara makan malam acara ulang tahun pernikahan kami yang ke tiga.Apa mungkin, dia lembur dan tidak sempat mengabariku? Namun aneh rasanya. Pagi tadi aku sudah berulang kali mengingatkan bahwa jangan sampai pulang terlambat sore ini.Duaaarr!Su
Aku dan Kekasih Suamiku (2)**Wanita bernama Lusi itu mulai berjalan mendekat ke arahku, "meskipun kamu adalah istri sah dan pemegang aset Mas Chandra, bisa kupastikan bahwa sebentar lagi aku yang akan menguasainya, Nyonya."Jantungku berdegup kencang, tapi sekuat tenaga masih kukuasai pikiranku agar tak terlihat rendah di hadapannya. Aku hafal betul, berhadapan dengan wanita sepertinya harus menggunakan otak, bukan perasaan."Tidak masalah, lakukan apa yang mau kamu lakukan. Selama darahku masih mengalir, aku akan mempertahankan apa yang sudah menjadi milikku. Sekarang, silahkan pergi ... Tentang benar atau tidaknya bahwa kamu adalah kekasih Mas Chandra, sungguh, aku tak perduli!" tandasku lagi dengan wajah menantang.Hatiku retak, tapi sedikitpun perangaiku tak boleh terlihat retak. "Sayang sekali, paras cantik, mobil mewah, harta banyak tapi gemar mengganggu lelaki orang, bahkan tak segan merusak mental istri sah. Memalukan!"Wanita bern
Aku dan Kekasih Suamiku (3)**"Demi Allah aku nggak kenal sama wanita itu, Sayang."Alah, alasan klasik! Mana ada suami selingkuh mau ngaku?"Ya. Aku percaya," tandasku dengan lantas meninggalkannya keluar kamar.Istri mana yang tak sakit hati jika ada seorang wanita lain masuk ke dalam rumah dan mengaku sebagai kekasih suaminya? Aku kira hanya istri yang tidak memiliki perasaan pada suaminya lah yang akan bersikap demikian."Hanan. Ayolah, percaya sama aku. Aku nggak kenal sama wanita itu. Lagian buat apa selingkuh jika aku saja sudah memiliki istri cantik, pandai, bisa segala hal. Kurang apa lagi?""Ya mana aku tahu kamu cari apa. Namanya manusia nggak ada yang pernah puas!"Kupotong kue anniversaryku, lalu memasukkan satu potongan kecil ke dalam mulutku. Bahkan lilin berbentuk angka tiga itu pun belum kucabut dari tempatnya. Hatiku geram, rasanya semua yang sudah kusiapkan sejak siang tadi sia-sia saja."Hanan sayang
Aku dan Kekasih Suamiku (4)**Aku masih terdiam dalam keterkejutanku mengenai masalah ini. Jika memang Mas Chandra bersikeras tidak mengenal Lusi, lalu siapa Lusi ini. Apa dia hanya orang yang sengaja ingin merusak rumah tanggaku dengan Mas Chandra? Jika memang iya, laknat sekali wanita seperti ini!"Maass ... Masa kamu nggak kenal sama aku, sih?" rengek Lusi dengan berusaha mendekati Mas Chandra.Suamiku itu beringsut mundur, seakan berusaha menjauhi Lusi. "Kamu siapa? Jangan sok kenal sama aku!" kata Mas Chandra setengah membentak.Jika dilihat dari penampilannya, Lusi ini bukan orang sembarangan. Namun, kenapa dia mau merendahkan dirinya sendiri dengan melakukan hal ini?"Hanan, kamu percaya 'kan sama aku?"Mas Chandra masih berusaha meyakinkanku, tapi aku sendiri masih gamang dengan peristiwa yang ada di depan mataku ini. Ini aneh, ada hal yang tidak aku mengerti."Semalam aku memang ada urusan kantor. Ponselku lowbet, aku
Aku dan Kekasih Suamiku (5)**Kuletakkan kembali ponsel Mas Chandra di tempat semula sebelum pemiliknya selesai mandi. Sepertinya aku terlalu lalai dengan mendiamkan suamiku selama seminggu ini tanpa memantaunya, rupanya dia menyembunyikan sesuatu dariku. Mungkinkah pesan ini dari wanita yang seminggu lalu mengaku sebagai kekasihnya?Cklek!Pintu kamar mandi terbuka, bersamaan denganku yang telah baru saja meletakkan ponsel Mas Chandra di atas meja. Aku lantas beranjak dari kamar, menuju dapur untuk menyiapkan sarapan untuknya sebelum berangkat ke kantor.Setelah menikah, aku memang mundur dari jabatanku sebagai manager keuangan di perusahaan milik orang tuaku. Selain karena Mas Chandra melarangku bekerja, aku pun juga ingin fokus agar segera diberi kepercayaan untuk menimang buah hati."Hanan, aku berangkat dulu, ya," ucapnya begitu selesai sarapan.Aku yang telah berdiri di depan wastafel hanya mengangguk tanpa menoleh ke arahnya.
Aku dan Kekasih Suamiku (6)**Kulihat Mas Chandra berlalu dari hadapan Lusi, wanita yang mengejar cinta suamiku. Aku menundukkan wajah agar ketahuan olehnya bahwa aku mengikuti sampai sejauh ini."Huh. Gimana, Hanan? Tidak sampao satu bulan tapi suamimu sudah bertekuk lutut padaku, kan?"Jantungku seakan keluar dari tempatnya, ketika secara tiba-tiba Lusi menyapaku. Bagaimana dia bisa tahu, kalau aku mengikuti Mas Chandra? Bahkan seluruh penampilan telah kuubah agar tak dikenal.Aku menoleh ke arahnya, sedang dia tersenyum miring dan berjalan menghampiriku yang masih duduk di meja yang telah kupesan. Lusi kemudian ikut duduk, lalu tertawa dengan riang."Mau menyamar seperti apapun, aku pasti tahu," ujarnya, membuatku mau tak mau melepas kaca mata hitam yang kupakai."Lebih baik kamu menyerah sekarang. Lepaskan Mas Chandra dan semua yang dimilinya!"Aku menatapnya tajam. Sebenarnya, apa maunya wanita ini? Kenapa sepertinya dia
Aku dan Kekasih Suamiku (7)**Terdengar suara sendok dan piring beradu saat aku dan Mas Chandra tengah menikmati makan malam. Tak sepatah katapun terucap dari bibir kami masing-masing karena hatiku pun sedang tidak ingin bersikap baik padanya."Kamu udah jadian sama Lusi, Mas?" tanyaku sontak membuat Mas Chandra terperanjat.Dia meletakkan sendoknya, lalu meneguk air putih yang telah kusediakan sebelumnya. Bagaimana bisa, aku harus bersikap sabar dan lembut sedang di luar sana suamiku tengah membagi cinta dengan wanita lain?"A-apa maksudmu, Hanan. Jangan ngada-ada, deh."Aku memutar bola mata malas, lalu ikut menjauhkan piring yang telah habis isinya. Selama kebersamaanku dengannya, tak sekali pun Mas Chandra bersikap demikian. Dia adalah tipe lelaki yang setia dan jujur, tapi entah kenapa sekarang bisa berubah sedrastis ini.Apa semua ini karena pesona Lusi? Tapi apa yang dia lihat dari sosok Lusi? Bahkan hartaku pun juga tak kalah
Aku dan Kekasih Suamiku (8)**Apa Mas Chandra pikir aku ini bod*h, menyamarkan nama Lusi menjadi Jamal? Mungkin dia juga tak mengira bahwa aku bisa bertindak sejauh ini. Terserah, aku hanya ingin dia paham bahwa aku benar tidak main-main dengan perkataanku."Tapi kalau mau ketemu Pak Akbar harus buat janji dulu, Bu," tandas resepsionis itu menolak.Aku mendengus kesal, "bilang sama dia, ini penting. Tentang anaknya, Lusi."Resepsionis itu tetap menolak mempertemukanku dengan bos yang disebutnya Pak Akbar itu. Hingga akhirnya perdebatan kami berhenti ketika ada seseorang yang membentak dari belakang."Ada apa ini?"Kami berdua sontak melihat ke arah sumber suara. Seorang pria berjas hitam, usianya setengah baya, seperti ayahku. Dia terlihat berwibawa, tapi sedikit garang."Em ... maaf, Pak. Nona ini memaksa untuk bertemu dengan anda," ucap resepsionis yang baru saja berdebat denganku.Aku memicingkan mata, 'oh, jadi ini,